Etiologi : Schistosoma
bovis, S. javanicum.
Schistosomiasis merupakan penyakit parasit cacing yang dapat
menyerang ternak sapi, domba dan kambing. Cacing ini merupakan trematoda yang
organ reproduksinya unisexual. Induk semang dapat terinfeksi apabila cercaria
dengan ekor bercabang dua (furcocercous) menembus kulit pada waktu hospes
kontak dengan air dan bisa juga apabila meminum air yang tercemar sercaria,
kemudian cercaria menembus mukosa rumen. Proses penembusan kulit itu dibantu
dengan ludah yang mengandung enzim proteolitik yang dikeluarkan oleh kelenjar
ludah didaerah kepala.
Habitat : cacing
dewasa predeleksi pada vena porta dan
vena mesenterika sapi, domba dan kambing.
SIKLUS HIDUP
Cacing betina
dewasa yang telah siap untuk bertelur akan segera memasuki pembuluh darah kecil
sampai jauh kedalam atau mukosa intestinum untuk meletakkan telurnya . beberapa
telur dapat terbawa aliran darah dan kemudian dapat dijumpai dalam hati dan
organ-organ lainnya.
Telur cacing
berjumlah 300 – 3500 butir per hari akan ada yang terbebas di dalam lumen usus
dan terbawa keluar bersama tinja saat defikasi.
Setelah telur
keluar bersama tinja saat defikasi di alam luar pada kondisi yang menunjang (
cahaya, suhu 25-30oC, PH 5-8 ) telur akan menetas dan terbebaslah larva mirasidium larva mirasidium yang terbebas akan berenang
selama 16-24 jam untuk menginfeksi HI yaitu siput jenis Bulinus sp.,
Oncomelania sp.. Seandainya tidak menemukan inang antara yang serasi maka mirasidium
akan mati. Mirasidium menembus tubuh siput dan melepaskan silianya selanjutnya
mengembara kearah kelenjar pencernaan dan berkembang menjadi sporokista
generasi I dan berkembang membentuk sporokista generasi ke II, kemudia
menghasilkan cercaria dengan ekor
bercabang ( furcocercous) .
Cara penularan : Infeksi
terjadi dengan cara cercaria
menembus kulit sapi (hospes) pada waktu
sapi kontak dengan air. Cacing muda (Schistosumola) tersebut berkumpul dalam
saluran darah vorta tempat predeleksinya, mungkin mengikuti aliran darah.
Patogenesis : pada kulit cercaria yang menembus , terjadi dermatitis yang
menimbulkan rasa gatal. Dalam perjalanan cacing muda (schistosomola) melewati
paru-paru akan menimbulkan pneumonia bila jumlah cacing banyak, tetapi biasanya
menimbulkan eosinofilia non klinis. Kerusakan yang terjadi waktu cacing dewasa
betina bertelur pada kapiler-kapiler dinding usus atau organ lain. Telurnya
yang berduri (telur cacing ada spina) menimbulkan iritasi, kemudian
diinfiltrasi oleh leukosit terutama eosinofil, sehingga sering terjadi abses.
Bila abses ini pecah maka telur cacing masuk ke lumen usus dan keluar bersama
tinja. Cacing dewasa pada tempat predeleksi akan menimbulkan lesi-lesi dan
dapat menimbulkan peradangan pada venaporta dan vena mesenterika
Gejala yang ditimbulkan penyakit ini ada dua bentuk yaitu bentuk akut intestinal dan gejala hepatik.
Gejala akut intestinal tampak
pada infeksi yang berat pada hewan dan mengeluarkan jumlah telur yang banyak
pada mukosa usus. Pada mukosa usus terlihat lesi yang berdarah terutama pada
bagian posterior usus halus dan caecum.
Pada dinding usus akan terjadi penebalan dan oedema akibat dari
granulomata telur sebagai respon adanya reaksi peradangan. Gejala hepatik sebagai akibat dari respon
immun host terhadap telur cacing schistosoma. Dimana telur cacing tidak semua
dikeluarkan melalui feses tetapi sebagian akan beredar pada peredaran darah dan
mencapai organ-organ tertentu antara lain, hati,
paru, dan otak. Telur cacing yang mencapai hati akan menimbulkan reaksi
peradangan sehingga terbentuk granulomata telur dan telur akan dihancurkan
sehingga akan mengakibatkan pada hati terjadi fibrosis.
Gejala klinis : migrasi cacing muda dalam jumlah banyak melewati paru paru akan
menimbulkan batuk. Infeksi akut terjadi diarhe, dehidrasi dan nafsu makan
menurun. Anemia dan hypopreteinaemia dapat terjadi dan berlanjut menyebabkan
kekurusan. Gejala saraf (neurological) mungkin bisa terlihat apabila telur
cacing sampai ke otak atau mengganggu sistem syaraf.
Diagnosa : pemeriksan feses menemukan telur cacing yang khas ada spina (duri)
Pengobatan : Praziquantel 60 mg/kg bb. Antimonial 1,7 mg.kg bb
Pencegahan : kontrol terhadap siput sebagai hospes intermidier dan pemberantasan siput dengan moluscicida, menghindarkan ternak kontak dengan air dan mengobati hewan yang terinfek
No comments:
Post a Comment