Google Translate

Showing posts with label Penyakit Parasitik. Show all posts
Showing posts with label Penyakit Parasitik. Show all posts

Kecacingan Pada Anjing (Helminthiasis)



Secara umum, anjing dapat terinfeksi cacing tambang (Ankilostomiasis), cacing gelang (Askariasis), cacing pipih atau cacing pita (Cestoda), cacing cambuk (Trichuriasis), dan cacing benang (Strongyloidosis). Diagnosis penyakit kecacingan secara pasti diperoleh dengan memeriksa tinja anjing penderita pada pemeriksaan laboratorium yang lebih lanjut.
Infeksi cacing tambang disebabkan oleh cacing Ancylostoma caninum biasanya ditemukan pada mukosa usus halus anjing. Biasanya menyerang pada anak anjing umur 2-4 minggu, perdarahan usus akan terjadi pada hari ke-8 pasca infeksi sehingga mampu menyebabkan hilangnya darah dalam waktu pendek. Pada feses anjing yang terinfeksi disertai dengan ciri khas adanya darah hingga terjadinya melena. Gejala anemia berat juga terlihat. Radang yang ditimbulkan dapat menyebabkan menyempitnya muara saluran empedu. Bila empedu tertahan dapat menyebabkan bilirubinemia (ikterus). Infeksi cacing gelang pada anjing disebabkan oleh cacing gilig (Nematoda), spesies yang paling sering menyerang anjing adalah Toxocara canis. Telur infektif biasanya dapat menginfeksi anak anjing umur 4 minggu, lalu menetas di dalam usus, selanjutnya larva bermigrasi ke dalam hati dan paru-paru. Di paru-paru larva dapat bergerak menuju trachea, faring, hingga menuju ke kerongkongan, lambung, dan akhirnya cacing dewasa sampai di usus. Gejala klinis yang ditunjukan biasanya adalah diare dan muntah/vomitus (terkadang cacing dewasa dapat ditemukan dalam bahan yang dimuntahkan), batuk, dispnoe, dan adanya radang paru ringan (pneumonia). Pada bagian abdomen biasanya disertai dengan adanya ascites akibat dari penumpukan cacing di organ tertentu, hingga terjadi hipoalbunemia. Kadang disertai dengan adanya konvulsi pada bagian tubuh. Infeksi cacing pipih atau pita (Cestoda) paling umum disebabkan oleh Dipylidium caninum (Dipilidiasis). Cacing ini biasanya menyebabkan rasa gatal pada anus sehingga anjing sering menunjukkan gejala khas menggosok pantatnya ke tanah. Infeksi cacing cambuk pada anjing paling umum disebabkan oleh cacing Trichuris spp. Cacing ini berbentuk seperti cambuk melekat pada mukosa sekum dan usus besar yang menyebabkan radang dan terjadinya peningkatan peristaltik, sehingga dapat menimbulkan diare berupa bentukan feses hitam dan kadang berbau menusuk. Feses yang bercampur darah disertai ikterus dapat terjadi pada beberapa kasus dengan infeksi berat. Infeksi cacing benang disebabkan oleh cacing Strongyloid spp. (Strongilodiosis) yang hidup di dalam usus halus. Kebanyakan anjing terinfeksi melalui penetrasi kulit oleh larva infektif dan infeksi melalui oral juga dapat terjadi (Subronto, 2006).
Pengobatan kasus kecacingan biasanya dengan pemberian obat cacing secara oral, seperti pyrantel pamoat, mebendazole, febendazole, praziquantel, dan lainnya, disesuaikan dengan kebutuhan obat yang diperlukan

KEMOTERAPI INFEKSI VIRUS




Secara teoritis bahan-bahan penghambat pertumbuhan virus dapat bekerja dengan berbagai cara yaitu : melalui penghambatan adsorbsi dan penetrasi virus kedalam sel,  penghambatan proses biosintesis, atau penghambatan proses perakitan dan pematangan virus.

Pembiakan virus tergantung pada metabolisme sel induk semang, jadi obat penghambat infeksi virus  harus dapat menghambat proses biosintesis virus tanpa merusak sel, misalnya dengan cara merusak enzim yang spesifik  virus yang hanya dibutuhkan oleh virus untuk pembiakannya.

Selain interferon, terdapat sejumlah bahan kimia yang menghambat multiplikasi virus dan dapat digunakan mengobati infeksi virus antara lain :

1. Amantadine ( Adamantanamine).
     Bahan ini menghambat multiflikasi virus, seperti virus Influenza dan Rubella dengan cara mengganggu proses pelepasan asam inti virus (uncoating). Bila diberikan pada awal infeksi dapat menghambat infeksi virus.

2. Cyclooctylamine hydrochloride
Bahan ini memiliki sifat yang mirip dengan  amantadine hydrochloride dan karena itu juga menghambat pertumbuhan virus-virus ARN.

3.  Isoquinolines
In vitro bahan ini menghambat enzim neuraminidase yang terdapat pada permukan     Myxovirus dan bereaksi dengan amplop virus sehingga menghambat ”uncoating” dan pelepasan ARN dari partikel virus.

4.  Iododeoxyuridine (IUDR)
Senyawa halogen pirimidin telah lama diketahui menghambat sintesis asam inti sel jaringan dan virus dengan cara menghambat masuknya basa thymine ke dalam serabut ADN atau mengganti thyme dalam serabut ADN sehingga terbentuk serabut ADN palsu yang tidak berfungsi. IUDR biasanya bekerja pada tingkat akhir replikasi virus karena itu ia dapat juga menghambat daya keja enzim DNA-dependent RNA polymerase dam pembentukan messeger RNA (m-RNA) dengan akibat terbentuknya enzim yang tidak sempurna dan protein kapsid yang tidak lengkap. Dalam gambaran mikroskop elektron dari sel terinfeksi virus Herpes yang telah diberikan IUDR, terlihat banyak partikel virus yang kosong ditengahnya menujukan  kemungkinan kesalahan dalam proses perakitan komponen-komponen virus. Disayangkan bahwa IUDR tidak dapat dipakai dalam pengobatan penyakit viral secara sistematik karena sangat toksik.
IUDR hanya dapat digunakan secara lokal pada pengobatan penyakit mata yang disebabkan oleh infeksi virus Herpes. Kegunaan IUDR semakin berkurang setelah diketahui adanya virus Herpes dan Vaksinia yang risisten terhadap IUDR.

5.  Methisazone
Bahan ini disebut juga ”marboran”, telah terbukti berhasil mencegah timbulnya gejala penyakit Cacar pada orang yang berhubungan atau kontak dengan orang penderita Penyakit Cacar (Small Pox). Akan tetapi pada orang yang telah menunjukan gejala penyakit, marboran tidak bermanfaat karena sudah terlalu banyak sel jaringan yang rusak.

6.  Aranotin
Bahan ini diperoleh dari jamur Arachniotus aureus, dapat menghambat replikasi virus Polio invitro dan invivo dengan hanya sedikit efek toksik terhadap sel mamalia. Bahan yang sama yang diperoleh dari Aspergillus terrens, menghambat multiplikasi virus Coxsackie, Parainfluensa tipe 1,2 dan 3 serta sejumlah anggota genus Rhinovirus. In vivo bahan ini melindungi tikus terhadap infeksi yang mematikan oleh virus Coxsackie dan Influensa.
Aranotin , dan  menghambat ARN yang dihasilkan virus yaitu RNA-dependent RNA polymerase tanpa mengganggu enzim DNA dependent RNA  polymerase yang terdapat pada sel normal.

7.  Adenine  arabinose (Ara-A)
Dalam biakan jaringan Ara-A menghambat pertumbuhan virus Herpes Hominis pada pemberian secara local atau tropical, dan secara sistemik  dapat menghambat Ensefalitis dan virus Vaccinia atau Herpes Hominis. Bahan ini tidak berfungsi terhadap virus ARN.

8.  Arabinose Cytosine (Ara-C)
Disamping dapat menyembuhkan keratitis oleh Herpes Simplex pada orang, bahan ini dapat menghambat perkembangan tumor pada manusia, tikus dan mencit.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Butter M. (1987) Animal cell Tecnology : Principles and Products. Open University Press, U.K.

2.      Durham PJK (1988) Veterinary Serology – A Short Introductory Course. Prepared for Canadian International Development Agency.

3.      Hitchner SB, Domermuth, C.H, Purchase, H.G and Williams (1980) Isolation and Identification of Avian Pathogens. The American Association of Avian Pathologis.

4.      Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Root R, Studdert MJ and White DO, (1993). Veterinary Virology. Academic Press. California.



Myasis (Belatungan) Pada Hewan


MYASIS
(BELATUNGAN)

Pendahuluan, Myiasis adalah infestasi larva lalat pada jaringan tubuh hewan yang masih hidup, disebabkan oleh larva lalat fakultatif dan atau obligat. Luka borok yang terjadi pada anak sapi didaerah pusar bisa menjalar sampai menimbulkan peritonitis. Demikian juga luka borok pada tempat lainnya jika tidak diobati akan tercium bau busuk dan menimbulkan rasa jijik orang yang melihatnya, serta menyebabkan kematian pada hewannya.
ETIOLOGI
            Kejadian Myiasis di Indonesia teridentifikasi disebabkan oleh larva lalat : Chrysomia benziana, Booponus intonsus, Lucillia, Calliphora, Musca dan Sarcophaga.
SIKLUS HIDUP dan CARA PENULARAN
Sebagai factor predisposisi (pendukung) utama terjadinya Myiasis adalah harus didahului dengan adanya luka. (luka traumatik, gigitan caplak, tembak, operasi, gigitan hewan lain dan sebab lainnya). Lalat betina dewasa akan bertelur disekitar luka, jika telur sudah menetas maka larva akan bergerak dan masuk kedalam luka serta memakan sel-sel jaringan, kemudian jatuh membentuk kokon dan didalamnya berkembang menjadi pupa dan akhirnya keluar lalat dewasa.
PATOGENESA dan GEJALA KLINIS
            Setelah telur lalat menetas, larva akan masuk kedalam luka dengan kait pada mulut dan sekresi enzyme proteolitik maka larva akan bisa memakan sel-sel jaringan, serta membuat terowongan didalam jaringan sehingga akan memperparah kerusakan. Selain itu karena ada luka terbuka kemungkinan besar akan terjadi infeksi sekunder oleh kuman pyogenes. Gejala klinis yang teramati mula-mula terlihat luka kecil yang didalamnya terlihat ada larva lalat, lama-kelamaan karena diperparah oleh infeksi sekunder  menyebabkan terjadinya pembusukan dan pembentukan nanah sehingga akhirnya terjadi borok yang mengeluarkan cairan dan berbau busuk. Gejala klinis lainnya sesuai dengan kelainan fungsi dari bagian tubuh yang terkena myiasis (misalnya jika terjadi myiasis pada kaki gejalanya pincang, jika terjadi pada daerah kepala  berjalan dengan kepala miring dsb) serta diikuti oleh gejala umum lainnya seperti : hewan menjadi tidak tenang, nafsu makan menurun, lemah, letih, lesu, suka bersembunyi menghindari lalat.
DIAGNOSA
            Sangat mudah dengan memeriksa luka yang didalamnya ditemukan larva lalat .
PENGOBATAN dan KONTROL
            Pengobatan Myiasis yang perlu dilakukan antara lain :
·   Bersihkan luka dengan antiseptik yang ada
·   Keluarkan larva dari dalam luka dengan cara dicabuti, tetapi sebelumnya larva harus dibunuh dulu menggunakan insektisida seperti (Coumaphos, Diazinon, Ivermectin)
·   Setelah larvanya habis dicabuti, berikan salep (Diazinon atau Coumaphos) 2% dalam vaselin dioleskan langsung disekitar borok untuk untuk mencegah infeksi ulang
·   Untuk mencegah infeksi sekunder diberikan antibiotik
·   Untuk mempercepat kesembuhan luka dapat diberikan minyak ikan
Kontrol, untuk kontrol Myiasis diusahakan tidak terjadi kelukaan yang nantinya akan menjadi tempat berkembangnya larva lalat.

Infeksi Lalat Tidak Penghisap Darah Pada Hewan



SUB ORDO
NEMATOCERA, BRACHYCERA DAN CYCLORRAPHA
LALAT TIDAK MENGHISAP DARAH

ETIOLOGI
GENUS
LALAT
SIKLUS
HIDUP
VEKTOR
Musca domestica (rumah)
Musca autumnalis (wajah)
feses
feses
Mekanis : virus, bakteri (anthrax, mastitis, konjungtivitis), cacing (Habronema, Raillietina, Thelazia sp), Protozoa
Calliphora, Lucillia, Chrysomia, Booponus dan Sarcophaga
feses
Fakultatif parasit pada mamalia dan anjing juga bisa menyebabkan myiasis

SIKLUS HIDUP dan CARA PENULARAN
            Lalat betina dewasa akan bertelur umumnya pada feces ternak atau pada bahan oganik lainnya, bahkan juga bisa menimbulkan Myiasis. Telur akan menetas dan keluarlah larva,   berkembang lebih lanjut menjadi pupa didalam kokon, akhirnya berkembang menjadi lalat dewasa. Lalat baik yang jantan dan betina akan aktif mencari makan dengn menghisap cairan bahan organik, eksekresi dan sekresi ternak .
PATOGENESA dan GEJALA KLINIS
            Pada saat lalat menghisap sekresi atau eksekresi ternak , sangat mengganggu ketenangan ternak, sehingga gejala klinis yang teramati antara lain : ternak gelisah, nafsu makan menurun, tidak nyenyak tidur dan dampak akhirnya akan terjadi penurunan produksi.


PENGOBATAN dan KONTROL
            Sama dengan pengobatan lalat penghisap darah, terpenting adalah membunuh stadium larva menggunakan insektisida, untuk pengobatan lalat dewasa pergunakanlah insektisida yang efek residunya paling banyak atau dalam bentuk renpelan  disemprotkan pada tembok, plafon, atau kelambu

Baca Juga Artikel Yang Lainnya:

·