Sekarura adalah suatu upacara yadnya yang materinya
mempergunakan beras kuning yang dicapur dengan uang kepeng dan diisi dengn
samsam. Yang dimaksud dengan samsam
disini adalah daun temen, daun dapdap dan bunga jepun yang diiris-diris
sedemikian rupa sehingga menjadi serpihan-serpihan kecil, yang selanjutnya
dicampur dengan kedua bahan di atas, yaitu beras kuning dan uang kepeng.
Sekarura adalah upakara (sarana ) yang ditebarkan di
tempat-tempat tertentu seperti perempatan jalan, pertigaan jalan, tempat-tempat
yang dianggap di luar kewajaran (angker) dan di kubura dalam hubungannya dengan
upcara Ngaben.
Sekarura adalah upakara (sarana) yang dipakai labaan (upah)
yang diberikan kepada para bhuta kala yang menempati tempat-tempat tertentu
yang dianggap sebagai perintang jalannya ke alam baka. Tempat-tempat yang dimaksud disini adalah tempat-tempat
yang akan dilewati oleh oleh iring-iringan pembawa jenazah (bade) dalam
perjalanan menuju kuburan, sudah jelas akan banyak melewati tempat-tempat yang
dianggap di luar kewajaran, yaitu tempat-tempat angker (tenget) yang menurut
kepercayaan atau keyakinan umat Hindu di Bali, tempat-tempat ini adalah sebagai
tempat suci yang ada Bhutanya. Untuk
lebih menjelaskan uraian di atas, maka penulis kutipkan dari lontar Panugran
Ciwa Lingga, sebagai berikut :
Idepakna Ciwa ring bubuan, wawu pinikul kang waduh jemak
samsame mantarin : Ih Bhuta preta, kala wigraha, bhuta bargala, catur
winana. Iki sajin ira alapan, poma,
poma. Yan ring penempatan sambehin, yan
hana mipit sambehin pamuun, telas akna pinuncang,. Mantrane : Ong bhuta prayojanam, ah, ah, ah
(Ida Pendanda Gede Ketut Kemenuh 10a)
Terjemahhnya
:
Pikirkanlah Ciwa berada di bundunan
(tempat sekitar kepala) baru dipukul wadah itu ambil samsamnya mantrai : Hai
bhuta preta, kala wigraha, bhuta bergala, catur winasa. Ini santapanmu nikmati, silahkan, silahkan, kalau di perempatan jalan tebarkan, sungai,
sungai, kerig, jembatan, di pinggiran kuburan, di kuburan, di tempat membakar,
habiskan semua untuk ditebarkan.
Mantranya : Ong bhuta prayojanam, ah, ah, ah ( I Made Kuna).
Sesuai dengan kutipan di atas dapatlah ditarik suatu
kesimpulan, bahwa sekarura adalah merupakan tadahan atau labaan yang diberikan
kepada para bhuta sebagai penetralisis keadaan.
Dengan dimakannya atau ditadahnya sekarura atau beras kuning itu maka
sifat-sifat keraksasaan atau kebengisan dari para bhuta tidak lagi dianggap
menganggu perjalanan roh untuk menuju alam sana, bahkan sebaliknya yaitu para
bhuta memberikan jalan sehingga roh bebas dari Bhuta kala. Dari bahan-bahan sekarura juga terlihat
adanya uang kepeng yang juga sebagai penetralisir.
Uang kepeng yang terbuat dari bahan yang mengandung unsur
panca datu juga dianggap sebagai pengkal roh-roh jahat yang bersifat
mengganggu. Sekarura sebagai satu
kesatuan dari bahan-bahan seperti beras kuning, uang kepeng, daun temen, daun
dapdap, dan bunga jepun tidaklah ditebarkan secara terpisah atau satu persatu,
melainkan secara bersama-sama dalam satu campuran. Mengenai penggunaan taua peenbaran beragam
adanya di Bali, ada yang disebut dengan istilah memanjang yaitu membawa artha
sekarura untuk ditebarkan di tempat-tempat tertentu.
No comments:
Post a Comment