Google Translate

Tips Memilih Daging yang Baik dan Sehat


Daging yang Baik dan Sehat
DAGING YANG BAIK DAN SEHAT


Denny Widaya Lukman
Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB
Jalan Agatis Kampus IPB Darmaga Bogor; dennylukman@hotmail.com




Daging merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi yang baik untuk tubuh manusia. Karena kandungan zat gizinya tersebut, daging juga merupakan media atau tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman-kuman, baik kuman yang dapat menyebabkan pembusukan daging ataupun kuman yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia.
Kuman-kuman pada daging tersebut dapat berasal dari hewan masih hidup (karena hewan hidup telah mengandung kuman) atau berasal dari pencemaran mulai hewan dipotong sampai saat daging siap dikonsumsi. Sumber pencemaran kuman-kuman tersebut antara lain hewan hidup, tangan manusia, insekta, air, peralatan dan udara.
Beberapa kriteria yang dapat dijadikan dasar untuk memilih daging yang baik dan sehat adalah sebagai berikut:
a. Cap atau Stempel
Untuk daging sapi, kerbau, domba, kambing dan babi, daging memiliki cap dari Dinas Peternakan atau Dinas yang memiliki fungsi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) yang menyatakan “BAIK”. Berdasarkan peraturan, cap wajib diberikan pada daging setelah pemeriksaan kesehatan di RPH.
Cap untuk daging sapi berbentuk lingkaran, di dalam lingkaran terdapat tulisan: bagian atas terdapat nama RPH, bagian tengah terdapat tulisan „baik“, „baik bersyarat“, „baik diawasi“, atau „afkir“, kemudian di bagian bawah terdapat Nomor Kontrol Veteriner. Hal ini diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya.
Cap untuk daging babi berbentuk segi enam, di dalam segi enam tersebut terdapat tulisan: bagian atas terdapat nama RPH, bagian tengah terdapat tulisan „baik“, „baik bersyarat“, „baik diawasi“, atau „afkir“, kemudian di bagian bawah terdapat Nomor Kontrol Veteriner. Hal ini diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 295/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Babi dan Penanganan Daging Babidan Hasil Ikutannya.
b. Warna Daging


Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging yang dapat dinilai langsung. Warna daging ditentukan oleh kandungan dan keadaan pigmen daging yang disebut mioglobin dan dipengaruhi oleh jenis hewan, umur hewan, pakan, aktivitas otot, penanganan daging dan reaksi-reaksi kimiawi yang terjadi di dalam daging.
\Warna daging sapi segar yang diingini adalah warna merah cerah. Warna daging babi segar yang diingini adalah keabuan, dan warna daging ayam segar yang diingini adalah putih keabuan.
Warna daging sapi yang baru dipotong yang belum terkena udara adalah warna merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama kurang lebih 15-30 menit akan berubah menjadi warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan berbah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena udara atau jika daging dikemas dalam kantong hampa udara (vacuum pack).
c. Kondisi Permukaan Daging
Daging segar memiliki permukaan daging yang lembab, tidak basah, tidak kering dan tidak ada lendir. Selain itu daging yang bermutu ditandai dengan permukaan daging yang bersih, bebas dari kotoran-kotoran yang nampak oleh mata. Daging yang kotor akan mudah rusak atau busuk.
d. Bau
Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina.
e. Suhu Penyimpanan Daging
Setelah proses pemotongan, sangat dianjurkan agar daging disimpan pada suhu dingin (<4>oC) untuk mempertahankan mutu daging serta untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman. Daging yang disimpan pada suhu 0-2 oC dapat bertahan selama 2-3 hari (daging dikemas). Untuk daging giling yang disimpan pada suhu 0-4 oC akan bertahan sampai 12 jam.
Apabila daging dijual tanpa pendingin (suhu ruang di Indonesia sekitar 27-32 oC), sebaiknya daging tersebut disimpan atau dibiarkan tanpa pendinginan tidak lebih dari 6 jam. Jika daging dibiarkan lebih dari 6 jam tanpa didinginkan, maka jumlah kuman pada daging tersebut telah melewati batas yang diperbolehkan.
Untuk memproduksi daging yang bermutu, biasanya setelah proses pemotongan dilakukan pendinginan (chilling), dan dilakukan proses pelayuan daging atau “pematangan” daging, atau dikenal dengan istilah aging atau conditioning. Pendinginan daging dilakukan pada suhu –1 sampai 1 oC selama 24-36 jam sehingga suhu bagian dalam daging mencapai suhu 4 oC. setelah 24-36 jam.
Pelayuan dilakukan antara proses pendinginan dan pembekuan (freezing). Tujuan pelayuan adalah untuk memberi kesempatan terhadap berlangsungnya reaksi-reaksi kimiawi di dalam daging, sehingga daging akan memiliki mutu yang optimum, karena daging memiliki keempukan yang sangat baik, serta memiliki cita rasa dan aroma yang lebih baik. Proses pelayuan ini sebaiknya dilakukan dengan menggantung daging pada ruang bersuhu 0 oC selama 14 hari, atau pada suhu 2-3 oC selama 10-12 hari, atau pada suhu 4 oC selam 6 hari, atau pada suhu 9-10 oC selama 1-3 hari. Pelayuan pada suhu dingin sangat dianjurkan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman-kuman pada daging.


Gangguan Kesehatan yang Dapat Disebabkan oleh Daging
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, daging adalah media yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman-kuman. Oleh sebab itu, daging dapat berperan sebagai media untuk menularkan kuman-kuman penyakit kepada manusia. Penyakit yang dapat ditularkan oleh bahan makanan atau dikenal sebagai foodborne disease adalah penyakit yang timbul setelah konsumen memakan makanan yang mengandung kuman atau racun yang telah dihasilkan kuman. Kuman-kuman yang dapat menyebabkan sakit atau gangguan kesehatan dikenal sebagai kuman patogen.
Beberapa kuman yang dapat menyebabkan penyakit pada konsumen yang dapat ditularkan oleh daging antara lain:
a. Antraks
Penyakit ini merupakan penyakit hewan (terutama pada sapi, kambing domba, kuda, babi, burung unta) yang dapat ditularkan ke manusia, yang disebabkan oleh kuman (bakteri) Bacillus anthracis. Di luar tubuh hewan dan manusia, bakteri ini dalam bentuk spora. Spora tersebut banyak ditemukan pada tanah di wilayah atau daerah tertular dan dapat bertahan hidup sampai 75 tahun. Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan yang sakit antraks ke manusia melalui daging dan jeroannya. Gejala yang ditimbulkan antara lain muntah, sakit perut (nyeri), feses berdarah, yang dapat berakhir pada kematian.
b. Salmonella
Kuman ini menyebabkan tifus, paratifus atau gangguan pencernaan (gastroenteritis). Kuman ini hidupnya (habitatnya) di saluran pencernaan ternak potong dan manusia. Kuman ini akan dikeluarkan ke alam melalui kotoran (tinja). Kuman ini sangat infektif, artinya hanya dengan sejumlah kurang dari 100 sel cukup untuk menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan konsumen. Oleh karena jumlah (dosis) infeksinya rendah, maka umumnya tidak diperlukan perkembang-biakan sel di dalam bahan makanan untuk menjadi berbahaya. Kuman ini sering ditemukan pada daging segar (terutama daging ayam).
c. Staphylococcus aureus.
Jika kuman ini tumbuh dan berkembang-biak pada bahan makanan akan menghasilkan racun (enterotoksin). Apabila bahan makanan yang telah mengandung racun kuman tersebut dikonsumsi, maka akan menyebabkan gangguan kesehatan yang mendadak, yaitu gejala keracunan seperti kekejangan pada perut dan muntah-muntah dan dapat pula terjadi diare. Untuk menghasilkan racun yang cukup untuk meracuni konsumen dibutuhkan kira-kira jumlah kuman sebanyak satu juta sel. Kuman ini sering ditemukan terutama ada bagian kulit, hidung dan tenggorokan manusia dan hewan. Keberadaan kuman ini pada bahan makanan menandakan penanganannya yang kurang baik dan higienis oleh manusia. Keracunan karena kuman ini lebih banyak disebabkan oleh daging yang telah dimasak.
d. Clostridium perfringens
Kuman ini dapat hidup pada suhu relatif tinggi (bersifat tahan panas) dan banyak dijumpai di alam. Secara alamiah, kuman ini ditemukan pada saluran pencernaan manusia dan hewan sehat dan dikeluarkan ke tanah dan air. Di dalam tanah dan air, kuman ini dapat bertahan hidup dalam jangka waktu cukup lama. Dosis infeksi kuman ini cukup besar, yaitu 100 juta sel, artinya apabila jumlah kuman telah mencapai angka tersebut baru dapat menyebabkan sakit pada konsumen. Gejala-gejala keracunan akan nampak setelah 6-24 jam setelah memakan bahan makanan yang tercemar kuman, yang ditandai dengan sakit perut, diare, pusing, tetapi jarang terjadi muntah-muntah. Kuman ini sering ditemukan pada daging yang telah dimasak dan dibiarkan dingin perlahan-lahan atau disimpan pada suhu kamar.
e. Clostridium botulinum
Kuman ini bersifat tahan panas dan menghasilkan racun. Racun dihasilkan pada bahan makanan sebelum dikonsumsi dan bersifat sangat fatal untuk sistem syaraf (disebut pula neurotoksin). Kuman dapat ditemukan pada tanah dan air.Gejala-gejala keracunan akan nampak dalam waktu 24-72 jam (dapat sampai 8 hari) setelah memakan racun tersebut. Gejala ditandai dengan lesu, sakit kepala, pusing, muntah dan diare, tetapi akhirnya penderita mengalami kesulitan buang air besar (konstipasi). Sistem syaraf pusat penderita akan terganggu. Kuman ini sering ditemukan pada produk-produk olahan daging, terutama yang diolah dengan pemanasan, misalnya daging kaleng.
Selain kuman, daging dapat pula mengandung larva cacing. Larva cacing tersebut berada di dalam daging atau otot sejak hewan hidup. Apabila larva yang masih hidup termakan oleh manusia, maka larva tersebut akan menjadi cacing dewasa dalam tubuh manusia, atau pada beberapa kasus bahkan dapat menjadi larva kembali yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Cacing yang dapat menyebabkan gangguan antara lain: Taenia solium (ditemukan larvanya pada daging babi) dan Taenia saginata (ditemukan larvanya pada daging sapi).
Selain kuman dan cacing, daging dapat juga mengandung zat-zat yang dapat membahayakan atau mengganggu kesehatan manusia, seperti adanya residu (cemaran) antibiotika dan hormon. Keberadaan zat-zat tersebut disebabkan karena hewan yang dipotong baru diobati oleh antibiotika atau hormon. Gangguan kesehatan yang dapat disebabkan residu antibiotika antara lain alergi (merah-merah, bengkak-bengkak pada kulit) dan sesak nafas. Bahaya lainnya adalah timbulnya resistensi kuman baik pada tubuh manusia ataupun pada lingkungan.




Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penanganan Daging dan Bahan Makanan
a. Daging segar (mentah) harus dikemas secara baik sehingga tidak mencemari bahan makanan lain, terutama bahan makanan yang siap disantap (sudah dimasak).
b. Daging segar dapat disimpan pada lemari pendingin (kulkas atau refrigerator) tidak lebih dari 2 hari (harus dikemas). Apabila daging tidak digunakan dalam 2 hari, sebaiknya daging dibekukan.
c. Simpanlah daging atau masakan pada suhu > 60 oC atau pada suhu <>oC. Jangan biarkan daging atau masakan disimpan pada suhu 4-60 lebih lama dari 4 jam.
d. Apabila membeli daging, perhatikan cap, label pada kemasan, kondisi kemasan, warna daging dan kondisi permukaan daging.
e. Apabila membeli daging, sebaiknya belilah daging pada akhir belanja, sehingga daging tidak dibiarkan terlalu lama tanpa pendingin. Setiba di rumah, daging segera disimpan dalam lemari es (kulkas).
f. Jika daging hendak dibekukan, sebaiknya daging dipotong-potong beberapa bagian sesuai kebutuhan masak. Masukkan daging ke dalam kantung plastik, ditutup dan dibekukan.
g. Tempatkan daging segar pada wadah/tempat khusus yang terpisah dengan bahan makanan lain. Jangan satukan daging segar (mentah) dengan bahan makanan lain.
h. Jangan gunakan pisau atau peralatan masak (talenan, piring, sendok) yang telah digunakan pada daging mentah untuk bahan makanan yang telah dimasak atau siap disantap, kecuali telah dicuci terlebih dahulu.
i. Apabila hendak menangani daging atau bahan makanan, cucilah tangan sebelumnya. Cucilah tangan setelah memasuki WC/kamar mandi, memegang hidung, memegang daging segar, atau benda-benda yang kotor.
j. Apabila ada luka di tangan, tutuplah luka dengan plester sebelum menangani bahan makanan.
k. Hindari batuk atau bersin di depan bahan makanan.
l. Gunakan peralatan yang bersih untuk mempersiapkan, mengolah/ memasak bahan makanan.

No comments:

Baca Juga Artikel Yang Lainnya:

·