Kanker adalah
penyakit yang membunuh jutaan orang setiap tahun dan membunuh harapan adanya
perawatan mujizat yang sekarang lenyap entah kemana. Saat ini para ilmuwan mengatakan
bahwa vaksin mungkin bisa menjadi kuncinya - bukan hanya menyembuhkan tetapi
mengenyahkan kanker selamanya. Oleh Sharon Begley.
Semestinya, Shari
Baker sudah harus mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini pada tahun 2005,
lebih dari setahun setelah tida orang dokter menyatakan bahwa benjolan di bawah
lengannya bukanlah kista yang tidak berbahaya, ia didiagnosa dengan kanker
payudara stadium IV (metastatik), yang membunuh sedikitnya 80% penderita
penyakit ini dalam 5 tahu, kanker ini membunuh Elizabeth Edwards pada tahun
2010. Setelah dari penderita yang didiagnosa dengan kanker payudara yang sudah
menyebar - pada kasus Shari Baker sudah menyebar ke tulang punggungnya - akan
meninggal dalam waktu 39 bulan, tetapi perancang perhiasan berusia 53 tahun di
Scottsdale, Arizona ini masih belum siap untuk mati. “Saya pernah jadi atlit
yang selalu bersaing dan saya suka binaraga, saya merawat diri saya dan makanan
saya dengan baik”, katanya. “Saya akan melawan ini”.
Baker mulai mencari keterangan
klinis dan melalui International Cancer Advocacy Network (ICAN) ia menemukan
suatu kemungkinan yang cerdik: vaksin kanker. Pada bulan Mei 2006, ia
berkunjung ke Universitas Washington. Vaksin tersebut disuntikkan ke lengan
atasnya, ia mendapat lebih banyak suntikan semacam itu selama lima bulan
selanjutnya. Hari ini, dengan hasil scan yang menyatakan tidak ada kanker yang
terdeteksi, Baker kelihatannya berhasil mengalahkan fenomena ganjil ini.
Tanpa adanya kamera nano sci-fi
untuk menangkap apa yang terjadi pada tingkat seluler, sangatlah tidak mungkin
untuk mengetahui secara pasti apa yang dilakukan oleh vaksin tersebut. Tetapi
berdasarkan hasil studi laboratorium terhadap binatang dan sel-sel di cawan
petri, para ilmuwan tersebut mampu mendapatkan ide yang cemerlang. Vaksin
tersebut mengandung fragmen-fragmen molekul yang disebut HER2/neu yang
bertengger di permukaan sel-sel tumor, memberi “bahan bakar” bagi pertumbuhan
dan pembelahan sel-sel kanker payudara. Sistem kekebalan tubuh Baker
memperlakukan banjirnya HER2/neu yang diinjeksikan tersebut sebagai tentara
yang sedang menyerbu dan melancarkan serangan balik. Sel-sel yang disebut CD4,
bertindak seperti Paul Revere biologis (pengrajin perak yang memberitahu
kedatangan tentara Inggris saat perang revolusi), membunyikan alaram,
mengeluarkan sel-sel darah putih yang disebut Sel-T, Minuteman (peluru kendali)
tubuh, mereka kemudian menyerang tumor Baker, sambil memanggil bala bantuan
yang disebut Sel-sel T cytotoxic (“pembunuh”), yang menghancurkan sel-sel tumor
pada payudara Baker serta tulang punggungnya. Cukup dengan 21 wanita lain yang
menerima vaksin eksperimental tersebut terhadap kanker payudara metastatis
tersebut yang ternyata sangat baik, penemunya, imunologis Mary Disis (“Nora”)
dari Universitas Washington menjadi berani meramalkan bahwa di masa mendatang
vaksin-vaksin tersebut akan mengendalikan dan bahkan mampu menghancurkan
kanker.
Setelah empat dekade yang
kebanyakan penuh dengan harapan yang tidak tercapai, tanggal 23 Desember yang
menandai 40 tahun sejak Presiden Nixon mencanangkan perang terhadap kanker,
para ilmuwan memberikan kepadanya suatu obat potensial yang beberapa tahun lalu
dianggap tidak mungkin. Jika mereka berhasil, vaksin kanker akan merevolusi
pengobatan ini. Mereka mungkin dapat mengatakan bahwa ini adalah akhir dari
kemoterapi dan radiasi, yang memiliki efek samping yang menyeramkan, dimana
sel-sel tumor seringkali malah menjadi resistan dan yang seringkali hanya
membuat sedikit perbedaan sehingga bisa menjadi bahan tertawaan jika saja hal
tersebut bukan merupakan hal yang tragis. Minggu kemarin, misalnya, headline
surat kabar mengabarkan dua obat baru untuk kanker payudara metastatis meskipun
hasil studi-nya tidak dapat memperlihatkan bahwa keduanya mampu memperpanjang
usia penderita satu hari saja. Vaksin mampu membuat “kemajuan” semacam itu
menjadi barang usang. Dan dapat mencegah kanker, dengan sedikit tambahan
pekerjaan, sama seperti kita mencegah campak.
“Dapat” merupakan kata kuncinya.
Vaksin-vaksin kanker saat ini sedang diuji; para penderita, dokter dan ilmuwan
tahu dengan baik bahwa terapi-terapi kanker yang kelihatannya ajaib bisa
‘rontok’ sebelum berkembang. Tetapi terjadi percepatan kemajuan. Pada tahun
2010, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat menyetujui suatu vaksin
tumor pertama, yang disebut Provenge, untuk mengobati kanker prostat. Sejumlah
vaksin lain sudah mengantri. Selama musim panas, para periset di Universitas
Pennsylvania mengungkapkan sesuatu yang mereka sebut sebagai “terobosan baru
untuk kanker selama 20 tahun sedang dibuat”; suatu vaksin yang mampu melawan
leukemia limposit kronik atau chronic lymphocytic leukemia (CLL), yang
menyebabkan batu ginjal, selama satu tahun dan terus berlangsung, dan yang
dipercaya oleh penemunya dalam dilemahkan untuk menyerang kanker paru-paru,
kanker rahim, myeloma dan melanoma. Vaksin-vaksin terhadap kanker
pankreas dan kanker hati juga sedang diuji. “Untuk pertama kalinya”, kata
Disis, yang memperoleh dana sebesar 7,9 juta dolar AS dari Pentagon untuk
mengembangkan vaksin pencegahan tersebut, “uji coba klinis untuk vaksin kanker
menunjukkan efek anti tumor di sejumlah pasien dengan kanker, bukan hanya satu
atau dua pasien yang unik”.
Pertama, dasarnya. “Vaksin
kanker” menurut ilmuwan berarti sesuatu yang dapat merangsang sistem kekebalan
tubuh untuk menyerang sel-sel ganas. Jalan yang paling langsung untuk itu
adalah, menurut studi, adalah dengan menyuntikkan molekul yang sama, yang
disebut antigen, yang akan menghiasi permukaan sel-sel kanker seperti topi Lady
Gaga. Demikian juga dengan vaksin HER2/neu, yang akan menstimulasi sel-sel T
untuk bersarang pada antigen-antigen tersebut dan mendorong diproduksinya
sel-sel T pembunuh khusus untuk sel-sel yang memiliki antigen tersebut.
Kelihatannya janggal bahwa tubuh kita akan menyerang sel-selnya sendiri, tetapi
dengan ‘menjahili’ antigen-antigen tersebut, sistem kekebalan tubuh dapat
dipancing untuk menyerang tumor tersebut. Vaksin tersebut bisa menjadi obat,
dengan mengenyahkan tumor atau secara teori, bisa sebagai pencegah, untuk
mencegah terbentuknya tumor. (Vaksin kanker mulut rahim yang saat ini beredar
di pasaran bersifat preventif tetapi juga unik karena dapat menyerang
virus-virus yang dapat menyebabkan kanker: kebanyakan kanker bukan disebabkan
oleh virus).
Mengendalikan sistem kekebalan
tubuh merupakan kebalikan total dari cara mengobati kanker saat ini, yaitu
kebanyakan dengan kemoterapi dan radiasi. Keduanya dalam melemahkan sistem
kekebalan tubuh, itulah sebabnya beberapa praktisi pengobatan alternatif
menentang ini. Mengikuti nasehat mereka bisa berakibat fatal. Tetapi pentingnya
sistem kekebalan tubuh dalam memerangi kanker mendapatkan tanggapan baru dari
para periset onkologi nasional terkemuka. Ini telah menginsipirasi tejadinya
suatu permainan Hail Mary (lemparan jarak jauh) dari suatu kelompok advokasi
terkemuka. Tahun kemarin, Koalisi untuk Kanker Payudara Nasional atau National
Breast Cancer Coalition (NBCC) meluncurkan Proyek Artemis dengan tujuan
melenyapkan kanker payudara per tanggal 1 Januari 2020. Karena cara yang paling
mungkin untuk melaksanakan hal tersebut adalah dengan vaksin, kata sang
ketuanya Fran Visco. NBCC mendapatkan hibah awal untuk memulai riset tersebut
dengan, sebagai contoh, antigen-antigen mana yang merupakan target yang bagus.
Timing NBCC sangat baik, riset
vaksin kanker payudara saat ini sedang marak. Minggu kemarin, perusahaan
bioteknologi Antigen Express Inc., mengumumkan bahwa 89% pasien yang menerima
HER2/neu-nya mampu bertahan hidup sampai 22 bulan, dibanding dengan 72% wanita yang
tidak divaksin. Perusahaan tersebut berharap FDA menyetujui uji coba tahap-III
di tahun 2012. Menariknya, vaksin tersebut kelihatannya membantu wanita-wanita
yang sebenarnya juga tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan obat kanker
payudara Herceptin, karena kandungan HER2/nue mereka sangat rendah. “Kami kira
75% dari wanita dengan kanker payudara bisa menjadi calon yang sesuai untuk
vaksin tersebut”, kata sang Presiden Eric von Hoffe.
Vaksin-vaksin memiliki potensi
terjadinya pengobatan kanker yang revolusioner karena efeknya tidak berhenti
hanya pada tumor yang sudah ada. Kanker, sangat berbahaya karena kecerdikannya,
ia mampu mengubah urutan reaksi katalisa enzim (pathway) biologis
pembelahan sel sedemikian hebat sehingga kemoterapi dan bahkan terapi-terapi
yang mampu menarget pada tingkat molekuler tidak berfungsi lagi (itulah
sebabnya mengapa obat-obat yang lebih cerdikpun seperti Avastin hanya mampu
mempertahankan hidup penderita beberapa bulan saja). Vaksin mampu mengimbangi
pergerakan demi pergerakan kanker. Pada wanita yang menerima vaksin Disis,
setelah sel-sel T menghancurkan sel-sel kanker payudara, mereka akan melahapnya
dan meludahkan keluar. Ini akan membanjiri tubuh dengan antigen-antigen yang
akan melekat pada sel-sel kanker, merangsang sistem kekebalan tubuh untuk
mentargetkan gelombang kedua dari antigen-antigen tumor ini. Kekebalan tubuh
yang menyebar ini akan menciptakan sel-sel T yang sudah ‘terisi dan siap
ditembakkan’ yang mampu menghancurkan sel-sel tumor bertahun-tahun setelah vaksinasi
dilakukan - sama seperti sistem kekebalan tubuh seumur hidup yang diperoleh
dari vaksin, sebagai contoh, cacar.
Satu manfaat terakhir dari
vaksin kanker mungkin dapat menjelaskan mengapa Shari Baker mampu bertahan.
Sel-sel T tidak pernah ‘lupa’. Sekali sistem kekebalan tubuh menarget suatu
ancaman, baik kanker atau cacar, maka akan tetap mencadangkan pasukan untuk
menyerang jika ancaman tersebut menyerang kembali. Prinsipnya, hal ini dapat
memberikan kekebalan tubuh terhadap kanker payudara dan mungkin kanker-kanker
lain selama-lamanya.
Optimisme di sekitar vaksin
kanker mencerminkan serangkaian penemuan terbaru yang memberikan petunjuk bahwa
sistem kekebalan tubuh mampu menaklukan kanker. Kegiatan kekebalan tubuh dalam
dan sekitar suatu tumor - keberadaan sel-sel darah putih tertentu - seringkali
merupakan suatu kegiatan awal dimana kanker tersebut akan mundur dan akhirnya
lenyap. Suatu studi pada tahun 2006 sebagai contoh, menemukan bahwa
kanker-kanker kolon yang paling banyak menarik perhatian sel-sel T pembunuh
kecil kemungkinannya untuk kambuh kembali setelah perawatan. Dengan cara yang
sama, saat sel-sel kanker paru-paru tahap dini atau beberapa sel kanker
payudara dipenuhi dengan molekul-molekul yang mampu menarik perhati selsel T,
penderita akan mampu menghindar dari metastatis, tetap meredam dan hidup lebih
lama. Dan pada kanker hati dan kanker rahim, jika tumor sudah diserang oleh
sel-sel T, maka pasien akan hidup lebih lama. Ini disebabkan oleh kekuatan dari
sistem kekebalan tubuh tersebut. “Sedikitnya 30% tumor yang ditemukan pada
mammogram akan menghilang meskipun kita tidak melakukan apa-apa”, ahli bedah
payudara Susan Love dari UCLA mengatakan pada suatu lokakarya Proyek Artemis
musim semi kemarin - suatu petunjuk yang menarik mengenai kekuatan sistem
kekebalan tubuh untuk mengeliminasi kanker.
Hal ini akan menimbulkan
pertanyaan: mengapa orang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik dapat
menderita kanker, setidaknya mati karena kanker? Salah satu alasannya adalah
bahwa sel-sel tumor mampu memproduksi dalam jumlah banyak molekul-molekul
pertahanan yang mengusir dan menghancurkan sel-sel T. Beberapa terapi
eksperimental mencoba untuk mengatasi hal ini, termasuk suatu imunoterapi
terhadap melanoma yang bersifat metastatis yang telah disetujui oleh FDA awal
tahun ini. Disebut Yervoy, ini mampu mem-blok suatu molekul yang disebut
sebagai cytotoxic T lymphocyte antigen (CTLA4) yang memainkan peranan penting
dalam menghalangi kemampuan sistem kekebalan tubuh memerangi sel-sel ganas
tersebut. “Obat ini mampu merusak rem sistem kekebalan tubuh dan membiarkannya
membunuh kanker”, kata imunologis tumor Patrick Hwu dari MD. Anderson Cancer
Center yang mengembangkan vaksin melanoma lain. Tetapi Yervoy yang dibuat oleh
Bristol-Myers Squibb dan dihargai $120.000 mampu memperpanjang kehidupan mulai
dari 6,5 bulan sampai hanya 10 bulan. Tindakan yang lebih baik, kata Hwu,
mungkin perlu meng-kemas lebih banyak molekul-molekul penstimulasi kekebalan
menjadi suatu vaksin.
National Cancer Institue
menghitung lebih dari 150 jenis kanker, dari yang biasanya paling dapat
dilawan, kanker testikel, sampai kanker yang paling cepat membunuh, kanker
pankreas. Yang ditargetkan oleh vaksin-vaksin eksperimental ini adalah yang
paling mematikan, dimana terapi-terapi yang ada biasanya gagal secara tragis.
Bulan lalu misalnya, para ilmuwan dipimpin oleh imunologis tumor NCI James
Gulley mengumumkan hasil yang menjanjikan dengan vaksin eksperimental tunggal
terhadap kanker rahim dan kanker payudara. Disebut PANVAC, obat ini mengandung
gen-gen untuk dua antigen yang sering ditemukan pada sel-sel kanker, carcinoembryonic
antigen (CEA) dan mucin 1 (MUC1). 14 pasien kanker rahim dalam studi
tersebut mampu bertahan hidup selama kira-kira 15 bulan sejauh ini, dan 12
pasien dengan kanker payudara metastatis mampu bertahan hidup kira-kira 13,7
bulan, sedikit lebih baik di atas rata-rata. Tetapi yang paling luar biasa bagi
Gulley adalah seorang pasien yang kanker payudara metastatisnya “lenyap total”
dan yang masih tetap hidup selama lebih dari 4 tahun setelah didiagnosa. “Kami
melihat pengecilan tumor yang tidak pernah kami lihat sebelumnya”, kata Gulley.
Gulley mencurigai hasil tersebut mungkin bisa lebih baik pada pasien-pasien
yang belum pernah menerima kemoterapi, yang bisa membuat sistem kekebalan tubuh
“terpukul”.
Vaksin-vaksin mungkin bisa
menjinakan kanker pankreas. Pada bulan Maret 2010, Bert Williams, 78, mendengar
kata-kata terburuk yang bisa dikatakan oleh seorang dokter, “anda menderita
kanker pankreas”, yang diberitahukan kepada William pada bulan Januari, tapi
“kami tidak mampu mengangkatnya”. Tumor tersebut terletak pada posisi
sedemikian rupa sehingga pengangkatannya dengan pembedahan dapat berakibat
fatal. William berpikir ia menghadapi hukuman mati, tetapi istrinya, Gall,
menemukan suatu ujicoba klinis di Cancer Institute of New Jersey. Seorang
onkologis disana, Elizabeth Poplin, mendatangi tempat tidurnya. “Kami sudah
lama mencari-cari orang seperti anda”, katanya. William belum pernah
mendapatkan perawatan kanker apapun yang dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuhnya dan dalam keadaan sangat sehat. William setuju untuk menerima vaksin
eksperimental tersebut.
Pensiunan eksekutif direktur
periklanan di Jackson, N.J., tersebut menerima suntikkan pertama pada bulan
Maret 2010, langsung ke tumornya. Pada bulan Desember, scan tidak mendeteksi
adanya tumor dimanapun, tiga dari lima pasien lainnya dengan kanker pankreas
yang tidak bisa dioperasi juga dalam keadaan stabil. Poplin dan rekan-rekannya
melaporkan hal ini bulan kemarin. Tebakan terbaik adalah bahwa vaksin tersebut,
yang membanjiri tubuh dengan antigen tumor CEA dan MUC1, menstimulasi sel-sel T
untuk membunuh sel-sel tumor yang ditandai oleh antigen-antigen ini.
“Pasien-pasien yang sudah divaksinasi 13 sampai 19 bulan lalu juga dalam
keadaan baik, hidup lebih lama dari biasanya”, kata Poplin. “Tak seorangpun
yang menderita kanker hati atau metastase lainnya, hal ini sangat menakjubkan
karena kanker pankreas seringkali menyebar kemana-mana”.
Kanker otak sama mematikannya
dengan kanker pankreas, tetapi sedikitnya satu vaksin eksperimental yang
menjanjikan untuk melawan glioblastoma multiforme, bentuk yang paling
umum dan paling agresif. Ini mengandung kumpulan reseptor faktor pertumbuhan
epidermal antigen varian III, yang akan bertenggerpada sel-sel kanker otak.
Dalam uji coba klinis, 19 pasien yang tumornya sudah diangkat melalui
pembedahan menerima vaksin tersebut, rata-rata tingkat bertahan hidup mereka
adalah 26 bulan, para ilmuwan di Universitas Duke melaporkan pada tahun 2010,
dibanding dengan yang biasanya 14 bulan. Dan pada bulan Juli, Larry Kwak dari
M. D. Anderson dan kawan-kawanb melaporkan bahwa pada para pasien yang diberi
vaksin eksperimental terhadap follicular lymphoma, suatu bentuk tumor
ganas jaringan limfa non-Hodgkin, kanker mereka tetap dalam keadaan mereda
hampir dua kali lebih lama dan lebih lama lagi, dibanding pasien yang tidak
divaksinasi. Blovest International berencana untuk meminta persetujuan FDA
untuk vaksin tersebut, BlovaxID pada tahun 2012.
Calon-calon obat untuk kanker
datang dan pergi, dan vaksin-vaksin mungkin juga bisa gagal memenuhi harapan
kita. Dalam beberapa studi, pasien-pasien seperti Shari Baker dan Bert William
adalah kekecualian, berrespon dengan sangat ajaib sementara lainnya hanya
memperlihatkan sedikit dan bahkan tidak ada kemajuan. Alasan untuk perbedaan
tersebut masih dalam penelitian intensif. Beberapa pasien terlalu sakit atau
lemah untuk mengumpulkan kekuatan respon sistem kekebalan tubuhnya, inilah
sebabnya mengapa vaksin flu gagal melindungi beberapa orang tua. Juga, terapi
imun bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk bekerja, sehingga membiarkan tumor
berkembang dan berkembang dan menyebar menjadi tumor ganas. Dan jika antigen yang ditargetkan oleh vaksin
tersebut juga terdapat pada sel-sel yang sehat, sel-sel T pembunuh mungkin juga
akan mengejar mereka, menyebabkan penyakit autoimun.
Meskipun ada tantangan seperti
ini, jumlah orang yang mempercayai vaksin kanker semakin bertambah dan uangpun
menyusul. Ratusan ujicoba klinis merekrut para pasien (ketik “cancer and
vaccibe” dalam kotak pencarian di clinicaltrials.gov). “Setelah bertahun-tahun
gagal (dengan vaksin kanker), kami akhirnya mendapatkan yang tepat”, kata Kwak.
Antara kemarin dan hari ini, 1.500 orang lainnya di AS akan meninggal akibat
kanker. Jangan buang-buang waktu lagi.
Jalan menuju ke penyembuhan
Tidak seperti pengobatan saat ini, seperti radiasi dan kemoterapi yang
menyerang baik sel kanker dan sistem kekebalan tubuh, vaksin mendorong sistem
kekebalan tubuh alamiah untuk melenyapkan tumor.
1. Pertumbuhan sel kanker
Melalui
serangkaian perubahan mutasi-genetis, sel-sel sehat menjadi sel kanker.
2. Respon Kekebalan Alamiah
Sel-sel
darah putih sistem kekebalan tubuh yang disebut sel T menyerang dan menghancurkan
sebagian tetapi, biasanya, tidak semua sel kanker, sebagian karena tumor
menghasilkan molekul-molekul yang menahan serangan ini. Sebagai akibatnya
jutaan sel kanker bertahan hidup dan membelah diri.
3. Menciptakan Vaksin
Permukaan
sel-sel kanker ditempeli oleh molekul yang disebut antigen yang bisa bertindak
sebagai mercu suar agar sel-sel T mendatanginya. Suatu vaksin yang dibuat dari
antigen sel-kanker ini akan mendorong sistem kekebalan tubuh memproduksi lebih
banyak sel-sel T pembunuh kanker.
4. Kerja Vaksin
Karena
vaksin tersebut disuntikkan, vaksin akan menstimulasi sistem kekebalan tubuh
untuk menciptakan tetnata sel T yang menyerak sel-sel yang ditandai dengan
antigen khusus kanker, menghancurkan mereka. Sel-sel T ini akan tetap berada
dengan kandungan rendah dalam aliran darah, siap untuk menyerang sel-sel ganas
baru, mencegah kambuh.
No comments:
Post a Comment