JARINGAN OTOT
Jaringan
otot merupakan jaringan yang mampu melangsungkan kerja mekanik dengan
jalan kontraksi dan relaksasi sel atau serabutnya. Jaringan otot terdiri
atas susunan sel-sel yang panjang tanpa komponen lain (Subowo, 2002).
Dellman
dan Brown (1989) mengatakan bahwa sel-sel khusus jaringan otot memiliki
bangun khusus yang dikaitkan dengan aktivitas kontraksi. Bentuknya
memanjang membentuk serabut. Berdasarkan bentuk serta bangunnya, sel
otot disebut serabut otot. Tetapi serabut otot tentu berbeda dengan
serabut jaringan ikat karena serabut jaringan ikat bersifat
ekstraseluler.
Serabut
otot tersusun dalam berkas, sumbunya paralel dengan arah kontraksi.
Dalam serabut otot banyak terdapat fibroprotein dalam sarkoplasma yang
mudah menyerap zat warna untuk sitoplasma (Dellman dan Brown, 1989).
Terdapat
tiga jenis otot yaitu : otot polos yang merupakan bagian kontraktil
dinding alat jeroan, otot skelet (otot rangka) yang melekat pada tubuh,
berorigo dan berinsersio pada bungkul tulang, dan otot jantung yang
merupakan dinding jantung (Genneser, 1994). Dengan gambaran mikroskopik,
pada sayatan memanjang otot kerangka dan otot jantung pada myofibrilnya
terdapat garis-garis melintang yang khas sedangkan pada otot polos
tidak (Dellman dan Brown, 1989).
Peranan
otot (muscle) yang utama ialah sebagai penggerak alat tubuh lain. Hal
ini disebabkan oleh sifat otot yang mampu berkontraksi, sedangkan
kontraksi dapat berlangsung bila ada rangsangan (stimulus) baik oleh
pengaruh saraf atau oleh pengaruh lain. Kontraksi dapat terjadi karena
adanya energi kimia berupa ATP yang terbentuk pada sel otot. Kontraksi
terjadi sangat dipengaruhi oleh 2 jenis protein yaitu aktin dan myosin.
Interaksi dari 2 protein tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi pada
otot. Kedua protein ini menyusun myofilamen dari otot.
Adanya fibril serta pola susunannya maka otot dibedakan menurut morfologinya, yakni :
- Otot polos ( Smooth muscle)
- Otot serat melintang (Striated muscle), meliputi:
a. Otot pucat (White muscle)
b. Otot merah (Red muscle).
B. Otot jantung (Cardiac muscle).
Otot
polos dan otot jantung mendapat inervasi dari susunan saraf otonom,
karena aktivitasnya bersifat involunter, dan sering disebut sebagai otot
tidak sadar. Sedangkan otot kerangka mendapat inervasi dari susunan
saraf pusat (serebrospinal), aktivitasnya bersifat volunter, disebut
otot sadar.
OTOT POLOS
Satuan/serabut
otot polos umumnya disebut “sel”, karena memenuhi kreteria sel.
Bentuknya seperti kincir (spindle-shaped) dengan ujung runcing atau
bercabang. Ukurannya bervariasi, ukuran terbesar pada uterus pada masa
pregnansi 12x600µm, dan yang terkecil ditemukan pada arteri-arteri keci
1x10µm. Intinya 1 (satu) dan berbentuk lonjong dengan ujung tumpul. Pada
otot polos yang sedang berkontraksi bentuk inti sering bergelombang.
Secara
mikroskopis inti otot polos agak sulit dibedakan dengan fibroblast,
tapi bila diperhatikan dengan teliti keduanya jelas berbeda. Inti otot
polos memiliki ujung tumpul dan mengambil warna sedikit pucat, sedangkan
fibroblast intinya agak runcing dan mengambil warna lebih kuat.
Bangun Histologi:
Otot polos memiliki bagian-bagian sebagai berikut :
- Membran Plasma:
Membran
plasma pada otot sering disebut sarkolema (Sarcolemma). Dengan
mikroskop cahaya kurang jelas, tetapi dengan mikroskop elektron tampak
sebagai selaput ganda (double membrane), masing-masing:
- Selaput luar, tebalnya berkisar antara 25-30 Angstrom. Ruang intermedier, kira-kira 25 Angstrom
- Selaput dalam, tebalnya 25-30 Angstrom.
Pada
daerah hubungan posisi antara otot polos, selaput luar tampak menyatu.
Hubungan ini dianggap lebih serasi dari pada hubungan antar sel dengan
desmosoma. Hubungan ini berperanan memperlancar transmisi impuls untuk
kontraksi dari satu otot ke otot yang lainnya. Pendapat lain mengatakan
bahwa tenaga yang terjadi pada waktu kontaksi dapat dipindahkan ke lain
alat tubuh melalui serabut kolagen atau elastis.
- Sitoplasma
Sering disebut sarkoplasma (Sarcoplasma). Sarkoplasma bersifat eosinofilik, mengandung :
· Organoid, antara lain :
- Mitokondria yang mengitari inti - Endoplasma retikulum
- Apparatus Golgi - Miofibril
- Sentriol
· Paraplasma, seperti glikogen, lipofusin.
Yang menarik perhatian adalah myofibril karena
peranannya dalam kontraksi. Miofibril pada otot polos sangat halus,
dengan pewarnaan H.E. sulit dilihat. Dengan mikroskop elektron tampak
miofilamen Miosin berdiameter 5 mµ, dan Aktin 3 mµ. Sarkoplasma di dekat inti bebas dari filament dan di bagian tepi banyak pinocytic vesicle .
Filamen tersebut berakhir di daerah pekat sarkolema. Filamen aktin dan
myosin juga terdapat pada pada otot polos, berkontraksi dengan adanya adenosine trifosfat. Susunan filament aktin dan myosin pada otot polos belum jelas, berbeda dengan otot skelet.
- Inti
Berbentuk lonjong memanjang dengan ujung tumpul, bergelombang pada saat terjadi kontraksi.
Susunan Otot Polos :
Pada
organ tubuh lazimnya berkelompok membentuk lamina muskularis (lambung,
usus, uterus), tunika media (pembuluh darah), muskularis mukosa (usus),
Tetapi dapat pula soliter (sendiri) misalnya pada villi usus halus, stroma kelenjar kelamin jantan.
Hubungan
antar otot polos ditunjang oleh endomisium (Endomysium), yang
mengandung serabut kolagen dan retikuler yang cukup halus dan jarang
terdapat sel-sel jaringan ikat di dalamnya. Dengan pewarnaan khusus
misalnya PAS serabut retikuler tampak jelas, bahkan membungkus/mengitari
otot polos. Hubungan antar otot polos dengan penyatuan selaput luar
disebut Nexus , melalui hubungan inilah impuls dapat berpindah dengan cepat.
Pemisahan
masing-masing sel (serabut) otot polos dilakukan dengan menggunakan
asam nitrat. Asam nitrat ini berfungsi melakukan maserasi endomesium.
Otot polos terdapat pada:
- Alat jeroan berupa lamina muskularis dan muskularis mukosa, misalnya usus, lambung dan esophagus
- Saluran pernapasan, misalnya bronchus, broncheolus, dan trachea
- Dinding pembuluh darah, membentuk tunika media
- Saluran urogenital, misalnya pelvis renalis, vesika urinaria, ureter, duktus deferens, epididimis dll.
- Kulit : muskulus arektorpili
- Mata : muskulus siliaris, muskulus konstriktor dan dilatator pupile.
Fungsi
Kontraksi otot polos disebabkan oleh empat faktor:
1) Neksus
2) Tarikan mekanik yang bersifat lokal
3) Pengaruh hormonal mis. Oksitosin
4) Inervasi saraf otonom
Kontraksi
ritmis pada peristaltik dapat mendorong makanan ke arah belakang.
Kontraksi otot polos yang tidak terkoordinasi dan tersendiri
membangkitkan gejala kejang (Spasmus).
Secara embriologik otot polos berkembang dari mesenkhim atau mesoderm, kecuali pada iris (mata) dan kelenjar keringat berasal dari ektoderm. Perkembangan dimulai dari mioblas yang selanjutnya membelah secara mitosis yang menghasilkan otot polos.
OTOT KERANGKA
Satuan
otot kerangka (skelet) umumnya disebut “serabut” (fibers) dan bukan
sel. Bentuk serabut silindris dan memiliki banyak inti sel yang terletak
di tepi, berbatasan dengan sarkolema. Pada manusia panjang serabut
berkisar antara 3-4 cm, sedangkan pada hewan dapat mencapai 12 cm.
Diameter berkisar antara 10-150µ. Bentuk panjang dan diameter serabut
otot kerangka tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
- Jenis hewan (spesies)
- Keadaan gizi (state of nutrition)
- Umur, jenis kelamin dan cara kerja hewan yang bersangkutan.
Bangun Histologi
A. Sarkolema:
Pengamatan
dengan mokroskop cahaya tampak sebagai selaput tipis dan tembus cahaya
(transparan), tetapi dengan mikroskop elektron tampak adanya selaput
ganda (double membrane), yakni
- Selaput luar, setebal 40 Angstrom
- Ruang antara, setebal 20 Angstrom
- Selaput dalam, setebal 40 Angstrom
Selaput
luar mirip membrane basal epitel yang dibalut serabut retikuler.
Selaput dalam (plasmalemma) terdiri dari dua lapis protein yang
ditengahnya diisi lemak (lipid). Secara umum sarkolema bersifat
transparan, kenyal dan resisten terhadap asam dan alkali.
Serabut-serabut otot kerangka yang bergabung membentuk berkas serabut
otot primer disebut fasikulus, yang dibalut oleh
jaringan ikat kolagen pekat (endomisium). Ada 5 sel utama yang dijumpai
dalam fasikulus yaitu: serabut otot, sel endotel, perisit, fibroblast
dan miosatelit.
B. Sarkoplasma:
Sarkoplasma (Cytoplasmic matrix) mengandung:
· Organoida, a.l.:
- mitokondria (sarcosomes) - ribosom
- Apparatus golgi. - myofibril
-Endoplasmik retikulum
· Paraplasma, a.l.:
- lipid - glikogen - myoglobin
Selain itu terdapat pula enzim sitokrom oksidatif. Mitokondria terdapat berbatasan dengan sarkolema dan dekat inti di antara myofibril. Sarkoplasmik retikulum bersifat agranuler (Smooth ER.),
karena ribosom pada otot kerangka terdapat bebas dari matriks. Sisterna
pada sarkolasmik retikulum terjalin pararel dengan myofibril, yang pada
interval tertentu membentuk pertemuan dengan jalinan transversal,
disebut triade. Penelitian pada otot salamander (Amblistoma punctatum) , triade ini terdapat mengitari garis Z (Zwischenschreibe). Pada hewan lain dan manusia tiap sarkomer memiliki dua triade di daerah pertemuan garis A (anisotrop) dan garis I (isotrop). Organoida ini berfungsi menyalurkan impuls dari permukaan otot kerangka ke dalam serabut yang lebih dalam letaknya.
Myofibril
Dengan
mikroskop cahaya myofibril tampak memiliki bagian cerah (cakram I) dan
gelap (caktam A), bila menggunakan pewarnaan hematoksilin besi
(Heidenheia). Inilah yang memberikan aspek bergaris melintang baik pada
otot kerangka maupun otot jantung. Garis melintang ini dapat diamati
pada:
- Otot kerangka yang masih hidup
- Otot segar tanpa menggunakan pewarnaan
- Otot setelah mengalami fiksasi dan di warnai
Pada
satu serabut otot kerangka terdapat ribuan myofibril, sedangkan tiap
myofibril memiliki ratusan myofilamen yang bersifat submikroskopis.
Myofilamen terdiri dari 2 macam yaitu:
- Filament Miosin
Sering disebut filament kasar (coarse filaments),
berdiameter 100 Angstrom dan panjangnya 1,5 µ. Filamen ini membentuk
daerah A atau cakram A. Filamen ini tersusun pararel dan berenang bebas
dalam matriks. Bagian tengah agak tebal dari bagian tepi. Fungsi dari
myosin adalah sebagai enzim katalisator yang berperanan memecah ATP
menjadi ADP + energi, dan energi ini digunakan untuk kontraksi.
- Filamen Aktin
Panjangnya
1µ dan diameternya 50 Angstrom, terpancang antara 2 garis Z. Bagian
tengahnya langsing dan elastis. Filamen ini membentuk cakram I, meskipun
sebagian masuk ke dalam cakram A. Aktin dan myosin tersusun sejajar
dengan sumbu memanjang serabut otot skelet.
Pada sediaan histologi yang baik selain cakram I dan A, tampak pula garis Z dan H bahkan garis M.
§ Garis Z (Zwischenschreibe) atau intermediate disc:
Berupa garis tipis dan gelap yang membagi cakram I sama rata. Daerah antara 2 garis Z disebut “sarkomer” yang panjangnya sekitar 1,5µ.
§ Garis H (Helleschreibe):
Terdapat dalam cakram A. Merupakan bagian agak cerah di kanan-kiri garis M, yang bebas dari unsur aktin.
§ Garis M (Mittelschreibe):
Terdapat di tengah-tengah cakram A, suatu garis yang disusun oleh bagian tengah filamen myosin yang menebal.
Jadi
dalam 1 sarkomer terdapat garis-garis Z-I-A-H-M-H-A-I-Z (tepatnya
interval antara 2 garis Z, 1 pita A, dan ½ dari 2 garis I).
C. Inti:
Dalam
satu serabut otot kerangka terdapat banyak inti, dapat ratusan. Pada
mamalia bentuk inti memanjang, terletak langsung di bawah sarkolema pada
otot pucat, sedangkan pada otot merah letaknya lebih dalam lagi.
Secara
umum pada mamalia posisi inti di tepi, tetapi pada insekta dan
vertebrata tingkat rendah posisi inti terletak di tengah, seperti halnya
otot jantung..
Pada otot kerangka dikenal dua bentuk otot, yaitu:
a. Otot merah (Tipe I)
Otot
merah memiliki myofibril relative sedikit, tetapi sarkoplasma dan
mitokondria relative banyak serta mioglobin dengan jumlah yang banyak
bila dibandingkan dengan otot pucat. Miofibril membentuk lapang Cohnheim
(Cohnheim’s field), mengelompok dengan batas yang jelas. Dalam
sarkoplasma banyak butir-butir lemak halus sehingga berasfek seperti
lumpur.
b. Otot pucat (Tipe II)
Otot
pucat memiliki myofibril banyak dan sarkoplasma dan mitokondria
relative sedikit. Miofibril tidak membentuk lapang Cohnheim (Cohnheim’s field)
seperti pada otot merah. Otot jenis ini memiliki kandungan mioglobin
lebih sedikit dari pada otot merah. Posisi inti lebih superficial
langsung di bawah sarkolema. Otot pucat bekerja cepat dan kuat, tetapi
cepat lelah. Kuda-kuda pacu arab lebih banyak memiliki otot pucat
dibandingkan dengan kuda kerja misalnya kuda belgia yang memiliki otot
kekar. Muskulus pektoralis mayor burung merpati adalah otot pucat,
sedangkan muskulus pektoralis minor adalah otot merah.
Kedua
macam otot rangka ini pada mamalia dan manusia umumnya bercampur,
tetapi susunanya secara terperinci belum dilaporkan dengan tuntas.
Susunan Otot
Susunan serabut otot kerangka dalam membentuk muskulus ditunjang oleh jaringan ikat. Tiap serabur dikelilingi oleh endomisium,
suatu jaringan ikat halus dengan serabut retikuler dan kapiler.
Sejumlah serabut otot dibungkus oleh jaringan ikat pekat dengan banyak
serabut kolagen disebut fasikulus , sedangkan pembungkusnya disebut perimisium. Di
luar perimisium diisi oleh jaringan ikat longgar yang memberikan
kelonggaran bagi vasikulus untuk bergerak. Beberapa fasikulus bergabung
membentuk muskulus dan dibalut oleh jaringan ikat pekat disebut epimisium, sedangkan fasia terdapat disekitarnya.
Sebelum
otot bertaut pada bungkul tulang baik pada origo dan lebih-lebih pada
insersio, terdapat tendon. Di daerah peralihan antara otot dan tendon
endomisium, perimisium berangsur-angsur menebal untuk kemudian membentuk
serabut tendon. Pada daerah peralihan ini terdapat tendon spindle yang
memiliki ujung saraf.
Kontraksi Otot Kerangka
Perubahan
bentuk dalam rangka mekanisme kontraksi otot sekelet telah lama
diselidiki baik dalam keadaa hidup maupun pada yang telah dimatikan.
Dari kedua pengamatan tersebut ditarik kesimpulan bahwa pada waktu
kontraksi berlangsung otot memendek dan membesar.
Bagaimana
proses berlangsungnya pemendekan dapat dijelaskan dengan meneliti
struktur serta susunan miofilamen, sebagai hasil penelitian dengan
menggunakan mikroskop elektron. Satuan myofibril yang terkecil disebut
sarkomer, yang pada kontraksi sarkomerpun ikut memendek dan memanjang
pada waktu relaksasi. Perubahan ini dirumuskan dengan istilah “sliding-filaments mechanism of contraction” yaitu:
pada permulaan kontraksi cakram I mulai menyempit yang selanjutnya
lenyap bila serabut otot tersebut berkontraksi kira-kira 50%. Daerah H
dalam cakram A juga ikut lenyap, sebaliknya panjang cakram A praktis
tidak mengalami perubahan baik pada waktu kontraksi maupun relaksasi.
Hal ini disebabkan karena cakram A hanya memendek sedikit sekali bila
sarkomer berkontraksi. Penebalan cakram Z disebabkan berkumpulnya bahan
pekat yang kuat mengambil zat warna, yang selanjutnya dikenal sebagai “contraction band”. Pendapat lain mengatakan bahwa cantraction band disebabkan oleh crumpling and folding ujung-ujung filament myosin pada cakram Z.
Hipotesa lain mengungkapkan bahwa kontraksi otot skelet terjadi karena folding and coiling
filament aktin, dan bukan secara sliding. Hal ini didasarkan dengan
daerah H yang tetap tampak jelas meskipun otot berkontraksi.
Kontraksi
otot diprakarsai dengan pelepasan ion kalsium dari sarkoplasmik
reticulum. Selanjutnya ion kalsium tersebut merangasang aktivitas
adenosin trifosfat (ATP), yang kemudian terjadi
hidrolisa molekul ATP menjadi ADP dan pelepasan energi. Energi inilah
yang dipakai untuk kontraksi. Ion kalsium yang hanya bekerja sebagai katalisator selanjutnya ditangkap kembali oleh sarkoplasmik reticulum.
Dasar Molekul Kontraksi Otot
Filamen-filamen aktin terdiri dari suatu protein (BM= 43.000) yang berbentuk bola (globular) dan disebut aktin G. Molekul-molekul aktin G ini tersusun seperti untaian mutiara, bersama-sama membentuk suatu filament aktin F (serat), yang membentuk double helix dengan suatu puntiran tiap 36 nm. Alur pilinan ganda ini merupakan struktur dasar dari filamen-filamen aktin.
Protein-protein pengatur tertentu berikatan pada filament-filamen aktin. Protein-protein tersebut adalah tropomiosin (bergelung melingkar satu sama lain), merupakan molekul
protein dengan panjang 40 nm, terletak dalam alur yang terbentuk antara
kedua untaian filamen aktin F. Protein lainnya adalah troponin yang terletap pada kedua ujung tropomiosin. Ada 3 sub unit troponi: troponin I, troponin T, dan troponin C.
Filamen-filamen
myosin, terdiri atas protein myosin (BM= 460.000), dan panjang
molekulnya 150 nm. Dengan menggunakan enzim tripsin molekul-molekul
myosin dapat diuraikan dalam 2 subunit: meromiosin ringan (LMM) yang berbentuk batang dengan panjang 85 nm, dan meromiosin berat (HMM). Meromiosin
berat terdiri atas bagian yang berbentuk batang yang membentang terus
ke dalam bagian LMM, dan struktur globular pada bagian ujungnya yaitu
kepala myosin. Molekul myosin lentur karena kedua sub unit dapat
bergerak antara satu dan lainnya.
Filament-filamen
myosin terdiri atas kumpulan padat molekul-molekul myosin dengan bagian
yang berbentuk gagang terbentang sejajar dengan sumbu panjang filament.
Kepala myosin terletak pada ujung dari molekul ynag bersebrangan dengan
garis M dan dengan memakai mikroskop elektron terlihat membentuk
gambaran seperti jembatan. Polarisasi dari filament-filamen myosin
dengan kepala-kepala menjauhi garis M diyakini sebagai alasan mengapa
proyeksi atau jembatan-jembatan melintang tak terdapat pada bagian
tengah pita H, sehingga terbentuk pita H semu (“daerah kosong” dari Huxley)
Kepala-kepala
myosin tersusun dalam suatu spiral sepanjang filament myosin dengan
jarak 42 nm tiap putaran spiral. Hal ini menghasilkan pembentukan 6
baris kepala myosin pada permukaan filament myosin.
Kejadian-kejadian molekuler selama kontraksi
Fragmen-fragmen
meromiosin berat dapat berikatan dengan salah satu ujungnya pada tempat
tertentu pada filament aktin yang terdapat setiap 36 nm. Hal ini adalah
sama betul dengan preodisitas aktin, dan sekarang diyakini bahwa setiap
kepala myosin selama kontraksi arahnya “miring” berkontak dengan
filament aktin terdekat. Selama kontraksi, filament aktin bergeser lebih
jauh dari pada jarak antara 2 kepala myosin yang berturutan. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut : setelah terikat pada suatu tempat perlekatan pada
filament aktin, setiap kepala myosin “mengangguk” ke arah garis M,
sehingga filament aktin tertarik pada jarak tertentu ke arah garis M.
Segera sesudah itu, kepala myosin dilepaskan dari tempat perlekatan dan
kembali ke posisi semula tegak lurus tehadap fragmen meromiosin yang
berbentuk batang. Pada posisi ini kepala myosin berhubungan dengan
tempat perlekatan berikutnya yang terletak sepanjang filament aktin,
tidak jauh dari tempat tersebut, setelah itu kepala myosin kembali
mengangguk ke arah garis M dan seterusnya. Dengan demikian filament
aktin tertarik selangkah demi selangkah ke arah
garis M. Anggukan-anggukan kepala myosin disebabkan oleh suatu perubahan
kekuatan pengikatan antara kepala dan bagian batang molekul meromiosin
akibat pengikatan pada filament aktin.
ATPase
yang terdapat pada kepala myosin akan memecah ATP sehingga tersedia
energi yang digunakan untuk kontraksi. Sebelum kontraksi otot, suatu
potensial aksi merambat sepanjang sarkolema dan dari sini diteruskan ke
bagian dalam serat melalui tubulus T . Potensial aksi dari tubulus-tubulus T menyebabkan perubahan pada potensial membran dalam sisterna terminal reticulum sarkoplasma dan
ini menyebabkan pelepasan pada ion-ion Ca dari reticulum ke dalam
sarkoplasma seklilingnya (dalam keadaan istirahat sebagian besar Ca
dalam serat terpusat pada sisterna terminal reticulum sarkoplasma).
Ion-ion Ca ini berikatan pada troponin (troponin C) yang mempunyai
afinitas sangat kuat terhadap ion-ion Ca ini. Selama keadaan istirahat,
kompleks troponin (toponin I)-tropomiosin menghambat tempat perlekatan
pada filament aktin untuk kepala-kepala myosin, mungkin secara fisik
menutupi kepala-kepala myosin tersebut. Melalui pengikatan ion-ion Ca
pada molekul troponin, molekul ini diperkirakan berubah bentuk. Dengan
demikian hambatan tempat perlekatan pada filament aktin oleh kompleks
troponin-tropomiosin ditiadakan. Kapala-kepala myosin kemudian dengan
segera secara fisik berhubungan dengan tempat-tempat perlekatan aktin
dimana mencetuskan pergeseran filament-filamen. Kontraksi ini
berlangsung terus selama ion-ion Ca dalam sarkoplasma konsentrasinya
masih cukup tinggi. Akan tetapi dengan memakai pompa Ca aktif di dekat
membrane reticulum sarkoplasma ion-ion Ca terus menerus dan secara aktif
dipompakan ke dalam sisterna longitudinal reticulum
berlangsung kira-kira 20 mili detik, kemudian konsentrasi Ca dalam
sarkoplasma menurun sampai tingkat paling rendah (kurang dari 10M)
yang terdapat selama keadaan istirahat. Dengan demikian pengikatan
ion-ion Ca pada troponin terhenti, dan kompleks troponin-tropomiosin
kembali menghambat tempat-tempat perlekatan pada filament aktin, jadi
serat ini dipertahankan dalam keadaan istirahat.
Kebutuhan
energi untuk transfort aktif ion-ion Ca ke dalam reticulum sarkoplasma
tersedia dari pemecahan ATP, dan karena itu kontraksi dan relaksasi
keduanya membutuhkan ATP. Rangkaian perangsangan/ kontraksi melalui
system tubulus T menerangkan mengapa semua myofibril pada serat otot
diaktivasi secara serentak dan hampir bersamaan dengan merambatnya
potensial aksi pada sarkolema.
Hubungan neuromuscular
Daerah perlekatan antara ujung suatu serat saraf motorik dengan satu serat otot kerangka disebut lempeng akhir motorik (motor end plate).
Dengan memakai impregnasi garam-garam logam, dapat diperlihatkan pada
sajian mikroskop cahaya bahwa ujung satu serat saraf motorik
bercabang-cabang menjadi sejumlah cabang halus yang menuju ke tiap serat
otot. Setiap cabang membentuk suatu penebalan seperti lempengan kecil
yaitu lempeng akhir motoris ini juga dapat terlihat dengan mikroskop
cahaya (seperti juga dengan mikroskop elektron) memakai reaksi
histokimia untuk menentukan adanya enzim asetilkolinesterase, yang
terletak di daerah ini. Terdapat suatu cekungan yang di sebut celah sinaptik primer,
yang di dalamnya terdapat ujung akson. Di bawah setiap celah sinaptik
primer, tampak suatu jajaran cekungan ke dalam serat otot, yang disebut
celah sinaptik sekunder.
Dengan
memakai ME, sel-sel Schwann tampak pada permukaan ujung akson. Akan
tetapi, sel-sel Schwann ini tak ada pada celah sinaptik dimana aksolema
(plasmalema akson) dan sarkolema berbatasan satu sama lainnya (meskipun
melalui suatu lapisan antara dari glikoprotein). Celah sinaptik sekunder
membentuk invaginasi sarkolema dari celah sinaptik primer. Dalam
aksoplasama tampak sejumlah vesikel dengan diameter 50nm.
Vesikel-vesikel ini sesuai dengan vesikel sinaptik pada sinaps-sinaps
biasa. Sarkoplasma mengandung banyak mitokondria dan nucleus tetapi yang
lainnya tidak khas.
Lempeng
akhir motoris dapat dianggap sebagai suatu modifikasi sinaps. Vesikel
sinaptik mengandung asetilkolin yang berfungsi sebagai substansi
transmitter selama penghantaran rangsang saraf dari akson ke sarkolema.
Suatu potensial aksi yang mencapai lempeng akhir menyebabkan pelepasan
asetilkolin dari vesikel ke celah sinaps. Setelah asetilkolin berdifusi
dalam celah sinaps, molekul asetilkolin terikat pada molekul reseptor
pada membrane post synaptic (sarkolema), yang menyebabkan pembentukan
potensial lempeng akhir dan prambatan selanjutnya dari suatu potensial
aksi sepanjang sarkolemma. Asetikolin dihidrolisa dalam beberapa mdet.
oleh asetilkolinesterase yang terletak di membrane post-sinaptik.
Serat-serat otot dan tendon keduanya mengandung bahan akhir sensoris yang kompleks yang disebut gelendong otot (muscle spindle) dan tendon organ. Keduanya dijabarkan pada bagian badan-badan akhir sensoris.
OTOT JANTUNG
Miokardium
(Myocardium) jantung vertebrata tingkat tinggi terdiri dari serabut
otot jantung yang berhubungan satu dengan yang lain membentuk jalinan.
Semula otot jantung dianggap sebagai peralihan antara otot polos dan
otot kerangka. Yang jelas bahwa otot jantung tergolong otot bergaris
melintang yang satuannya disebut “serabut “. Bangun otot jantung dan
otot kerangka tidak sama dalam beberapa asfek. Hubungan otot jantung
melalui discus interkalatus cukup kuat sehingga sulit dilakukan tepsing untuk memperoleh satu serabut secara terpisah. Pada otot kerangka maupun otot polos hal ini masih mungkin dilakukan.
Penelitian
dengan mikroskup cahaya menunjukkan bahwa otot jantung memiliki serabut
yang bercabang, yang berhubungan satu dengan yang lain melalui
ujungnya. Hubungan mana sangat kuat sehingga memberikan asfek sebagai sinsisium,
dan pada endomisium banyak pembuluh darah. Diameter serabut kira-kira
10-14µ pada hewan dewasa dan 5-8µ pada yang baru lahir. Pada keadaan
patologik misalnya hipertropi jantung diameter dapat meningkat sampai
20µ. Panjangnya sulit diukur.
Penelitian
dengan mikroskop elektron, bentuk sinsisium tidak tampak, tetapi
hubungan antara serabut (sel) dapat dipelajari dengan cukup jelas. Pada discus interkalatus terdapat desmosoma, zonula okludens, zonula adherens. Yang terakhir ini sebenarnya tidak membentuk zona secara jelas hanya berupa daerah yang tidak teratur.
Bangun Histologi
Seperti halnya dengan otot polos dan kerangka, otot jantung memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
a) Sarkolema
Keadaannya hampir mirip dengan sarkolema otot kerangka, dinding luarnya mirip membran basal dengan fibril retikuler yang
dapat terus berhubungan dengan tendon (chorda tendinae) atau katup
jantung. Dibagian lain berhubungan langsung dengan endomisium. Sel-sel
yang dijumpai pada otot jantung: serabut otot (miosit), sel endotel, perisit, dan fibroblast
b) Sarkoplasma
Pada
garis besar hampir mirip dengan otot kerangka, hanya saja otot jantung
relative memiliki sarkoplasma lebih banyak, terutama di sekitar inti
yang terletak di tengah. Mitokondria, lipid, lipofuksin dan glikogen
banyak terdapat pada sarkoplasma di sekitar inti. Garis-garis melintang
hampir mirip dengan otot kerangka, meskipun susunan miofilamen tersusun
secara acak. Sistem T cukup jelas pada otot jantung berbentuk invaginasi
tubuler dari plasmalema dan lamina basalis di daerah cakram Z. Sistem T
berperan dalam pertukaran metabolik dan transmisi impuls.
Sarkoplasmik reticulum tidak sesubur pada otot kerangka, beberapa dianataranya berhubungan dengan system T.
c) Inti
Berbeda dengan otot kerangka, pada otot jantung inti terdapat di tengah.
Diskus Interkalatus
Berupa
penebalan di daerah cakram Z, yang sebenarnya adalah daerah hubungan
antara serabut otot jantung. Tebalnya dapat mencapai 0,5µ berbentuk
tangga. Penelitian dengan mikroskup elektron menunjukkan adanya bentuk
mirip desmosoma, zonula okluden, zonula aderen, meskipun yang terakhir
ini bentuknya tidak teratur. Pada desmosoma, miofilamen berakhir pada
lapis protein permukaan serabut (myofilamentous incertion plaques).
Di daerah melintang terdapat pula penyatuan antara selaput luar
berbentuk macula occludens. Bentuk ini nampak pula di daerah memanjang
disebut “fasciae occludentes”. Daerah ini diduga berperan didalam
transmisi impuls dari satu serabut ke serabut yang lain.
Serabut Purkinje
Pada
jantung selain terdapat otot untuk kontraksi terdapat pula bentuk
modifikasi yang berfungsi sebagai pengatur rangsangan (stimulus) ke
seluruh penjuru jantung, yang dikenal sebagai “serabut purkinje”. Secara
histologik dapat dibedakan dengan otot jantung biasa sebagai berikut:
- Diameter serabut purkinje lebih besar dari otot jantung.
- Miofibril jauh lebih sedikit dan tersusun di bagian tepi sejajar dan agak mengulir. Pada batas serabut tampak lebih jelas. Bentuk garis melintang tidak jelas pada serabut purkinje.
- Inti lebih besar dan pucat. Dalam satu serabut sering terdapat 2 inti berdampingan.
Serabut
purkinje menyusun diri dalam berkas, dengan ruang Ebert-Bellajev
dibagian tepi serabut. Secara elektron mikroskopis struktur discus
interkalatus tidak jelas pada otot jantung biasa, sebab ujungnya
berhubungan dengan otot jantung biasa. Di daerah ini perubahan bentuk
berlangsung secara bertahap.
Daya
regenerasi otot jantung sangat sedikit, jadi persembuhan luka selalu
diikuti dengan terjadinya parut ( scar). Yang perlu dicatat bahwa ada
teori yang mengatakan bahwa sejumlah serabut (sel) otot jantung semenjak
lahir tetap. Pertumbuhan organ jantung sebenarnya hanya panambahan
diameter serta panjang yang dibarengi dengan penambahan endomisium. Jadi
jumlah serabut tidak bertambah. Keadaan serupa terjadi pada kasus
hipertropi jantung yang bersifat patologik.
Ekstrak jantung embrio diduga dapat menaikkan daya regenerasi otot jantung yang rusak karena trauma.
DAFTAR PUSTAKA
Dellmann, H.D. dan E.M. Brown (1989). Buku teks Histologi Veteriner I. 3rd Ed. Penerjemah Jan Tambayong. Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Genneser, F. (1994). Buku teks Histologi. Jilid I. Binapura Aksara. Jakarta.
Mariano (1986). Atlas of Human Histology. 5th Ed. Department of Anatomy, University of Alabama.
Slomianka, L (2006). Blue Histology-Muscle. School of Anatomy and Human Biology-University of Western Australia
No comments:
Post a Comment