INANG, PARASIT DAN PATOGEN
By Cahyadi Putra
1. INTERAKSI INANG - PATOGEN
Myxomatosis pada kelinci
Importasi kelinci dari inggris ke Australia menyebabkan wabah pada kelinci yang menyebabkan terancamnya industry pastural Australia. Sehingga CSIRO melepaskan galur virus myxoma bersifat virulent ke dalam populasi kelinci pada tahun 1950. Karena belum pernah kemasukan virus, kelinci-kelinci tersebut menjadi sangat rentan; liabilitas terhadap myxomatosis sangat tinggi--hampir 100% kelinci yang terinfeksi mati. kombinasi inang rentan dan patogen virulent; myxomatosis menyebar sangat cepat, dan ribuan kelinci mati. Namun kematian kelinci yang banyak ini, menimbulkan seleksi alam yang sangat kuat untuk resistensi pada inang dan seleksi alam untuk avirulent pada pathogen.
Jika tidak ada variasi genetik untuk liabilitas terhadap myxomatosis pada populasi kelinci, seleksi alam yang sangat kuat ini tidak akan berpengaruh. Tapi ada variasi genetik (heritabilitas untuk liabilitas terhadap myxomatosis sekitar 35%), dan hewan yang memiliki gen penyandi liabilitas rendah mempunyai peluang lebih besar bertahan hidup untuk bereproduksi dan oleh karena itu menurunkan gen ‘resistensinya’ kepada keturunannya. Demikian juga, jika tidak ada variasi genetik pada virus dan tidak ada mekanisme terjadinya variasi baru pada virus, sifat virulent tidak akan berubah.
Penyakit Prion
Spongioform encephalopathies adalah penyakit neurologis fatal.pada domba dan kambing (Scrapie) dan manusia (penyakit kuru, penyakit Creutzfeldt-Jacob, dan sindrom Gerstmann-Straussler–Scheinker). Penyebabnya adalah suatu bentuk termodifikasi dari protein yang disandi oleh gen di dalam inang. Nama yang diberikan pada partikel protein yang menginfeksi ini adalah prion.
Gen inang tersebut dinamakan gen protein prion (PrP), yang adalah bagian normal dari genom mamalia dan ayam. Produk polipeptidanya, disebut PrPC, adalah protein yang terjadi secara alami yang menempel pada permukaan luar neuron dan, pada limfosit dan sel-sel lain. Sumber infeksi sebenarnya, disebut PrPSc, tampaknya merupakan bentuk termodifikasi dari PrPC, tetapi masih mempunyai sekuen asam amino yang sama
Pada sapi di inggris ditemukan bovine spongioform encephalopathy (BSE atau penyakit sapi gila). Penyebab penyakit ini adalah pindahnya agen scrapie dari domba ke sapi, melalui pemberian pakan kotoran domba kepada sapi.
African trypanosomiasis
Penyakit ini terjadi juga pada domba, kambing, unta, kuda, babi, dan berbagai spesies liar lainnya serta pada manusia, yang dikenal sebagai penyakit tidur. Ini disebabkan oleh berbagai spesies protozoa yang disebut tripanosoma yang terutama ditularkan melalui lalat tsetse.
Ciri dari infeksi tripanosoma adalah infeksi ini ditandai oleh fluktuasi jumlah tripanosoma pada inang yang terinfeksi, yang berkisar antara nol sampai kira-kira 1.500/ml darah. Alasan fluktuasi tersebut merupakan suatu fenomena yang disebut variasi antigen, yaitu terjadinya sekuens varian antigen yang berbeda yang semuanya timbul dari populasi pathogen tunggal yang awalnya memasuki inang.
Genom tripanosoma mengandung lebih dari 100 gen yang masing-masing mempunyai jenis antigen berbeda. ‘Pengaktifan’ gen tertentu melibatkan penggandaan gen dan transposisi berikutnya (pemindahan dan penyisipan) dari gen duplikat ke wilayah lain pada genom yang disebut situs ekspresi.
Tiga aspek dari variasi antigen yaitu :
a. Variasi antigen terjadi tanpa adanya antibody.
b. Tripanosoma dihilangkan dari inang dan ditumbuh-kembangkan melalui lalat tse tse, mereka kembali menghasilkan satu diantara antigen dasar ketika mereka memasuki inang baru
c. Implikasi praktis dari variasi antigen adalah bahwa sangat sulit untuk menghasilkan vaksin yang akan efektif melawan sejumlah besar antigen yang berbeda, yang dihadapi setiap inang.
Fenomena variasi antigen adalah contoh penting mengenai interaksi inang-patogen.
2. RESISTENSI PADA INANG
Resistensi terhadap neonatal scours pada babi
Penyebab utama neonatal scours pada babi adalah galur E. coli yang mempunyai antigen pada permukaan sel yang disebut K88. Tapi tidak semua anak babi rentan terhadap E. Coli K88. Secara khusus, hanya anak-anak babi dengan reseptor K88 pada dinding ususnya yang menjadi rentan; anak babi yang tidak punya reseptor akan resisten. ada tidaknya reseptor K88 ditentukan oleh dua alel pada lokus autosom, dengan alel untuk adanya reseptor bersifat dominan lengkap terhadap alel yang tidak ada reseptornya. Jadi, resistensi terhadap scours E. Coli pada babi berada di bawah kontrol dua alel pada lokus tunggal, dengan resistensi bersifat resesif terhadap kerentanan.
Resistensi terhadap penyakit Marek pada ayam
Penyakit Marek pada ayam adalah penyakit neoplastik dimana terjadinya pertumbuhan dari sel-sel tumor disebabkan oleh virus DNA. Ketika diternakkan secara acak diseleksi untuk sifat resistensi terhadap penyakit Marek, kematian akibat penyakit ini menurun secara drastis. Karena seleksi telah menghasilkan perubahan besar dalam liabilitas terhadap penyakit Marek. Dengan kata lain, ada variasi genetik substansial untuk resistensi terhadap pathogen.
3. RESISTENSI TERHADAP PARASIT DAN PATOGEN
Resistensi terhadap insektisida pada blowfly domba
Blowfly domba Australia yang disebabkan oleh Lucilia cuprina yang menyerang bulu (wol) karena larva menyerang domba. Upaya manusia untuk mengendalikan blowfly sampai saat ini terfokus terutama pada penyemprotan (jetting) dengan insektisida. Contoh penggunaannya adalah dengan organo-khlorin (1955) yang disebut dieldrin pada mulanya efektif, namun setelah dipakai 3 tahun keefektifan menurun drastis karena blowflies menjadi resisten terhadap bahan kimia tersebut.
Alel resisten timbul dan bekerja dengan mengkode enzim yang mampu mendetoksifikasi insektisida, atau dengan mengkode varian enzim yang dihadapi insektisida, sehingga varian tersebut masih mampu berfungsi dengan adanya insektisida.
Penggantian satu jenis bahan kimia dengan lainnya mungkin menyebabkan seleksi kuat memilih alel resistensi pada lokus berbeda. Resistensi dieldrin ditentukan oleh alel pada lokus ketiga, yang terletak pada kromosom 5.
Resistensi terhadap anthelmintic
Pemberian minum dari bahan kimia thiabendazole (TBZ) sehingga terdapat galur resisten terhadap Haemonchus contortus. Hal ini menyebabkan cacing yang resisten terhadap BZ kadang-kadang menunjukkan resistensi terhadap senyawa kimia lain yang digunakan sebagai bahan minuman, termasuk organo-fosfat, salicylanilides, dan substitusi nitrofenol. Resistensi disebabkan oleh alel tertentu dengan efek cukup besar pada lokus tunggal.
Resistensi terhadap antibiotic.
Setelah ditemukannya antibiotic, ada beberapa galur yang resisten terhadap antibiotik. Kenaikan frekuensi gen resisten, akibat dari seleksi selama proses transmisi vertikal gen-gen tersebut dari generasi ke generasi pada pathogen atau parasit. Pemunculan resistensi antibiotik pada bakteri secara cepat dan meluas disebabkan terutama oleh kemampuan bakteri mentransfer gen secara horizontal (antar individu-individu dalam generasi yang sama) juga secara vertikal (antar generasi).
Ada tiga metode yang digunakan bakteri untuk mentransfer gen-gen secara horizontal :
a. Transformasi (pelepasan DNA dari satu sel, dan direspon oleh sel lain)
b. Transduksi (transfer DNA dari satu sel ke sel lainnya oleh bakteriofag)
c. Konjugasi (transfer DNA dari satu sel ke sel lainnya, mengikuti penggabungan—perkawinan--dari dua sel) metode yang paling penting dalam pentransferan.
Pentingnya konjugasi terletak pada kenyataan bahwa banyak gen penting untuk resistensi terhadap antibiotik terdapat pada plasmid. Plasmid yang membawa satu atau lebih gen resistensi disebut faktor R. Plasmid muncul karena transposon yang merupakan transposable genetic element (TGE) yaitu segmen DNA yang bisa bergerak dari satu sisi ke sisi lainnya di dalam dan di antara kromosom.
4. PENGENDALIAN TERHADAP PARASIT DAN PATOGEN.
Lalat screw-worm
Ada dua jenis lalat screw worm: lalat Dunia lama (Chrysomya bezziana) dan lalat Dunia Baru (Cochliomyia hominivorax). Keduanya parasit pada hewan berdarah panas. Kerugian yang mereka sebabkan muncul dari kegemarannya berada di luka yang terbuka pada fase larva. Cara penanggulangannya adalah dengan penggunaan kontrol biologi yang dikenal sebagai metode pelepasan serangga steril (Steril Insect Release Method/SIRM).
Metode ini meliputi pemeliharaan sejumlah besar larva pada dua jenis kelamin di laboratorium, dan penyinaran radiasi dosis tinggi terhadap pupa tahap-akhir agar lalat menjadi steril. Lalat steril ini kemudian dilepaskan dari pesawat terbang pada luasan antara 1.600 dan 4.000 per mil-persegi per minggu. Prinsip metode ini adalah bahwa jika lalat steril ini dilepas, sebagian besar (dan lebih disukai semuanya) lalat liar akan kawin dengan lalat steril daripada kawain dengan sesame lalat liar (fertil). Ini tentu saja terjadi hanya jika lalat steril yang dilepas berjumlah banyak.
Implikasi dari SIRM yaitu :
a. Adaptasi lalat yang dipelihara di laboratorium.
b. Kemungkinan terjadinya seleksi untuk perkawinan (mengganggu seleksi alam untuk kemampuan lalat liar mengenali dan mengawini sesama lalat liar daripada lalat yang dipelihara di laboratorim)
c. prosedur sterilisasi dapat dipertimbangkan sebagai munculnya alel letal dominan.
Serangga Lain
Kombinasi antara kesuburan yang berkurang dan resesif cacat berpotensi untuk pengendalian secara biologis terhadap serangga. Hal ini dan kemungkinan lain belum mencapai tahap untuk mengganti SIRM konvensional. SIRM konvensional meliputi pemeliharaan insekta di laboratorium sampai tahap dewasa (termasuk iradiasi pada tahap pupa), dan pelepasan insekta dewasa dari pesawat atau kendaraan lain.
Cacing
Pemberantasan cacing dapat dilakukan dengan drenching dan harus secara tuntas. Ada banyak informasi yang tersedia mengenai sejauh mana resistensi silang antar kelas anthelmintic yang berbeda, yang melandasi rekomendasi penentuan waktu dan rotasi drenching, dengan tujuan memperlambat meluasnya resistensi.
Bakteri
Caranya dengan membatasi penggunaan antibiotik, misalnya, dengan melarang penggunaan antibiotik sebagai tambahan (additive) pada pakan ternak. Tapi penggunaan antibiotik ini merupakan bisnis yang menguntungkan sehingga saran pelarangan tersebut akan ditentang keras, dengan hasil bahwa antibiotik masih digunakan secara jauh lebih luas daripada yang dibutuhkan untuk keperluan terapi/pengobatan.
5. MENINGKATKAN LEVEL RESISTENSI PADA INANG
Untuk menekan beberapa pengaruh tidak langsung terhadap pathogen dan parasit, dengan meningkatkan level resistensi pada inang.
Seleksi untuk resistensi pada inang
keterbatasan utama dengan pendekatan ini, yaitu bahwa seluruh populasi secara sengaja diekspose ke pathogen dan parasit. Keefektifan seleksi buatan untuk resistensi sangat terbatas kecuali jika resistensi dapat diukur berdasar skala kontinyu, atau setidaknya berdasar skala dengan banyak nilai yang berbeda
Penciri DNA untuk resistensi pada inang
Penciri DNA untuk resistensi, yaitu polimorfisme DNA yang mudah dideteksi yang terpaut erat ke, atau bagian dari, gen yang berkontribusi pada variasi genetik untuk resistensi. Jika penciri tersebut bisa diidentifikasi, seleksi bisa dilakukan berdasar tes sampel darah (yakni dengan melakukan genotyping ternak pada lokus penciri), tanpa perlu mengekspos ternak ke pathogen atau parasit.
Transgenesis
Adalah menyisipkan gen dari satu spesies, misalnya babi, ke DNA mikroorganisme atau galur sel mamalia. Kemudian, karena universitalitas kode genetika, polipeptida yang sama akan dihasilkan oleh sembarang inang. Hal ini untuk membuat resistensi pada inang--dengan mengembangkan hewan yang mengekspresikan bagian dari selubung protein pathogen atau enzim yang secara khusus diarahkan melawan parasit.
Implikasi praktis dari interaksi inang-pathogen
Mengubah tingkat resistensi pada inangkan berdampak pada pathogen atau parasit yang secara otomatis dihadapkan pada seleksi alam untuk mengatasi perubahan apapun yang terjadi. Idealnya, perubahan pada inang seharusnya cukup memberikan hambatan pada pathogen atau parasit.
Diizinkan Mengcopy Paste Asalkan Jangan DI Blog melainkan untuk kepentingan Belajar
No comments:
Post a Comment