Google Translate

AKTIVASI LIMFOSIT DAN PRODUKSI ANTIBODI



Aktivasi limfosit T, khususnya limfosit Th dari interaksi antara reseptor sel T + kompleks antigen-MHC kelas II yang terdapat di permukaan APC. Selain menyajikan antigen, APC juga memproduksi interleukin-1 yang mampu merangsang pertumbuhan sel T. Interaksi ini merangsang berbagai reaksi biokimia di dalam sel T, diantaranya adalah perombakan fosfatidil-inositol dan peningkatan konsentrasi ion Ca++ serta aktivasi protein kinase-C yang diperlukan sebagai katalisator pada fosforilasi berbagai jenis protein. Reaksi-reaksi diatas mengakibatkan serangkaian reaksi-reaksi yang menghasilkan ekspresi reseptor IL-2 dan roduksi IL-2 yang diperlukan untuk proliferasi sel selanjutnya (Grey dkk, 1989; Abbas dkk, 1991; Roitt dkk, 1993).
Sebagian dari sel T selanjutnya akan berfungsi sebagai sel T helper-inducer untuk membantu sel B, sebagian lagi akan kembali dalam keadaan istirahat menjadi sel memori. Aktivasi sel B dapat terjadi atas rangsangan antigen T-independen tipe Im antigen T-independen tipe II dan antigen T-dependen. Antigen T-dependen memerlukan bantuan sel Th. Antigen T-independen tipe I dalam konsentrasi tinggi mampu merangsang sel B secara poliklonal tanpa mengindahkan spesifsitas reseptor permukaan sel B. Contoh antigen seperti ini adalah lipopolisakarida pada permukaan sel bakteri. Tetapi pada konsentrasi rendah sel B dengan sIg spesifik sebagai reseptor dapat menangkap antigen sehingga sel teraktivasi.
Antigen T-independen tipe II adalah antigen yang tidak segera dirombak didalam tubuh misalnya polisakarida pneumokokus, polimer polivinilpirolidon (PVP) yang mampu merangsang sel B tanpa banuan sel Th. Antigen dapat melekat dengan aviditas kuat pada permukaan sel B dengan ikatan multivalen melalui sIg. Pada umumnya antigen T-independen merangsang pembentukan IgM. Sebagian besar antigen adalah T-dependen yang berarti respon pada sel B baru dapat terjadi atas rangsangan sel T. Agar sel B apat dirangsang oleh sel T maka MHC kelas II pada permukaan kedua sel harus sesuai. Hal ini penting untuk interaksi antara sel T dengan sel B dalam keadaan istirahat (resting B cells). Dilain pihak sel B yang sudah teraktivasi oleh kompleks antigen-MHC yang relevan.
Sel T yang diaktivasi oleh antigen akan memproduksi interleukin-2 (IL-2) yang diperlukan untuk proliferasi sel T sendiri, disampign itu sel T juga memproduksi berbagai faktor atau limfokin yang dapat merangsang perubahan pada berbagai jenis sel antara lain sel B, sel T sitotoksik, makrofag dan lain-lain karenanya sel itu disebut sel T inducer (Grey dkk, 1989; Hendrik, 1989; Vitetta dkk, 1989).
Berbagai jenis limfokin yang diproduksi oleh sel T dan dipergunakan untuk merangsang sel B adalah: B-cell stimulatory factor (IL 4), B-cell growth factor (II-6), B-cell differentiation factor-µu (BCDF- µu) dan BCDF-gamma serta gamma interferon. Dengan rangsangan limfokin diatas sel B berproliferasi dan berdiferensiasi lebih lanjut menjadi sel plasma dan memproduksi imunoglobulin. BCDF- µu merangsang produksi IgM yang diproduksi menjadi IgG dan selanjutnya akan terjadi sintesa dan sekresi immunoglobulin oleh sel plasma (Abbs dkk, 1991; Kresno, 1991).
Selain berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi imunoglobulin, stimulasi sel B perawan menyebabkan terbetuknya klon sel B yang perlahan-lahan kembali leleadaan istirahat dan menjadi sel memori. Sel ini seringkali mengekspresikan reseptor yang mengalami mutasi dan menunjukkan afinitas yang lebih tinggi. Sel B memori maupun sel T memori akan meninggalkan kelenjar limfe, limpa atau jaringan limfoid lain kemudian masuk kedalam pembuluh limfe dan pembuluh darah untuk melakukan surveillance (Bellanti, 1985; Subowo, 1993; Kresno, 1991).
Respon imun sekunder pada umumnya timbul lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan dengan respon primer. Hal ini disebabkan oleh karena adanya sel T dan sel B memori seta antibodi yang tersisa. Antigen dapat dikenal oleh sel B spesifik secara lebih efisien. Dalam hal ini sel B bertindak sebgai APC. Karena jumlah sel T dan sel B spesifik lebih banyak, kemungkinan untuk berinteraksi dengan antigen lebih besar, sehingga titer antibodi juga cepat meningkat. Disamping itu antibodi yang tersisa juga dapat bereaksi dengan antigen sehingga kompleks antigen antibodi lebih mudah ditangkap oleh APC dan diproses dan selanjutnya akan terjadi stimulasi sel T dan sel B seperti halnya pada respons imun tetapi dengan kecepatan efisiensi lebih tinggi (Bellanti, 1985;Roitt dkk, 1993).

No comments:

Baca Juga Artikel Yang Lainnya:

·