Google Translate

Diabetes Mellitus (DM) Pada Anjing


Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik di mana hewan memiliki tinggi gula darah, baik karena tubuh tidak memproduksi cukup insulin, atau karena sel tidak merespon insulin yang dihasilkan. Karena kekurangan insulin, kadar gula dalam darah naik, sedangkan sel – sel tubuh tidak mendapatkan asupan glukosa. Dalam keadaan ini glukosa akan dibuang melalui ginjal (kencing manis). Jika ini berlangsung lama hewan akan menjadi lemah dan menimbulkan kematian karena kekurangan zat – zat makanan.
Di Amerika, kejadian diabetes mellitus pada anjing dan kucing bervariasi pada anjing mulai dari rasio satu dibanding dua ratus dan pada kucing satu dibanding delapan ratus. Sedangkan di Indonesia kejadian penyakit diabetes mellitus pada hewan belum mendapat banyak perhatian. Hal ini didukung dengan minimnya sumber data mengenai kejadian penyakit ini dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan hewan (Wardhana, A. 2010)
Pemeriksaan dengan “glucose tolerant test” (tes kesanggupan tubuh untuk memetabolisme glukosa) dan pengukuran dari respon insulin kepada kandungan glukosa telah memungkinkan untuk mengidentifikasi tiga tipe diabetes pada anjing. Tipe I dicirikan dengan tidak adanya tanda “plasma imunnoreactive insulin” (IRI) dan tidak ada respon pada kandungan glukosa.
Tipe II mempunyai ciri dengan adanya tanda normal untuk tingkat IRI yang tinggi dan tidak ada penambahan dari IRI dalam respon kepada glukosa. Tipe III mempunyai ciri yang sama juga dengan tanda IRI yang tinggi tetapi terjadi penambahan IRI dalam respon kepada glukosa. Tipe I merupakan tipe yang sering ditemukan pada anjing.
Bentuk klinis dari DM selalu dapat disesuaikan dengan pengujian patofisiologidari penyakit. Berkurangnya insulin secara absolut atau relatif menyebabkan gula dalam darah tidak dapat masuk sel guna mengalami metabolisme. Adanya hiperglikemia dimana kadar glukosa meningkat melebihi ambang renal glukosa dapat menyebabkan glukosuria. Tetapi hubungan ambang renal glukosa dengan glukosuria tergantung pula pada kemampuan daya saring glomerulus renal.
Adanya osmotik deuresis mengakibatkan terjadinya suatu bentuk poliuria dan diikuti oleh dehidrasi, akibatnya menimbulkan bertambahnya pengambilan air. Pengambilan makanan juga bertambah, karena gula tidak dapat menembus membran sel, anjing menderita kelaparan di tingkat sel.

Gejala Klinis Diabetes Mellitus
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

           Poliuria (sering kencing)
Poliuria pada diabetes menunjukkan bahwa tubuh tidak mampu untuk metabolisme karbohidrat dengan benar. Karbohidrat diubah menjadi glukosa, yang dikirim ke dalam darah untuk memberi makan sel-sel. Karena kekurang insulin, sel tubuh tidak dapat menerima glukosa, sehingga tetap dalam darah menyebabkan hiperglikemia. Glukosa yang berlebihan dalam darah terakumulasi di sana sampai ginjal melihatnya sebagai benda ekskresi untuk disaring dan dibuang.

           Polidipsia (haus meningkat)
Konsumsi air normal adalah untuk anjing kurang dari 90ml/kgbb/hariberat per hari. Menggunakan anjing 20 pound sebagai contoh, ini harus menjadi 3-4 cangkir air sehari. Untuk kucing kurang dari 45 ml/kgbb/hari. Untuk kucing 10 pound, pemberian air sekitar 2 1/2 cangkir air sehari.
Polidipsia merupakan tanda atau gejala yang menunjukkan karena kurangnya insulin yang cukup, tubuh tidak mampu untuk memetabolisme karbohidrat. Seperti tubuh buang cairan begitu banyak, akan mengalami dehidrasi. Pertahanan alami adalah untuk menggantikan cairan dengan penghisapan cairan tubuh berlebihan.
          Polifagia (kelaparan meningkat).
Polifagia muncul karena baik pankreas tidak memproduksi insulin (tipe 1 diabetes mellitus) atau tubuh telah menjadi tidak peka terhadap efek insulin yang diproduksi (diabetes mellitus tipe 2). Dalam kedua kasus ini, yang terjadi adalah bahwa gula (glukosa) dalam sistem tidak sedang dibuat tersedia untuk sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi. Akibatnya, tubuh kelaparan. Untuk kompensasi, makanan lebih diperlukan dalam upaya untuk 'memberi makan' sel-sel tubuh, maka asupan makanan hampir tidak bisa dihindari lagi.
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Gejala-gejala umum ini sering tidak lengkap atau tidak begitu jelas dirasakan sehingga tidak begitu disadari sebagian besar penderita. Penderita kebanyakan datang ke dokter,klinik atau rumah sakit karena adanya keluhan atau gejala-gejala yang diakibatkan komplikasi-komplikasi yang timbul.

Komplikasi dari Diabetes Mellitus
Komplikasi diabetes mellitus dapat terjadi secara akut dan kronik. Komplikasi akut yang paling sering adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetik. Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa akibat obat antidiabetes yang diminum dengan dosis tinggi, atau penderita terlambat makan atau latihan fisik yang berlebihan. Koma diabetik terjadi karena kadar glukosa dalam darah yang terlalu tinggi. Komplikasi-komplikasi kronik pada organ-organ tubuh, misalnya :
1.      Gagal ginjal ringan sampai berat.
2.      Mata kabur karena adanya katarak atau kerusakan retina.
3.      Gangguan pada saraf tepi yang ditandai dengan gejala kesemutan, mengalami baal pada anggota tubuh.
4.      Gangguan saraf pusat yang dapat menimbulkan gangguan peredaran darah otak sehingga memudahkan terserang stroke.
5.      Gangguan pada jantung berupa penyakit jantung koroner.
6.      Gangguan pada hati berupa perlemakan hati dan sirosis hati.
7.      Gangguan pada pembuluh darah berupa penyakit hipertensi dan penebalan dinding pembuluh darah.
8.      Gangguan pada saraf dan pembuluh darah dapat menimbulkan impotensi.
9.      Paru-paru mudah terserang penyakit tuberkolosis.

Arterosklerosis
            Merupakan suatu kejadian pembuluh nadi (arteri) menjadi tebal sering terjadi pada anjing yang terserang DM. Keadaan ini sering terjadi pada anggota gerak bagian bawah dan dapat mengakibatkan kematian jaringan akibat infeksi sekunder. Serangan jantung dapat terjadi karena adanya arterosklerosis pada pembuluh nadi jantung/

Katarak
            Pada lima belas persen anjing yang terserang Diabetes melitus dapat berkembang menjadi katarak yang selalu bilateral dan dapat membaik jika penyakit ini dapat dikontrol.  Katarak dapat lebih sering terjadi pada anjing tua serta anjing yang telah mengidap penyakit lebih lama.  Renitis diabetika  yaitu suatu keadaan yang paling buruk terjadi pada mata akibat DM tidak ditanggulangi dengan baik.

Kegagalan Ginjal
            Salah satu komplikasi dari penyakit ini adalah sindrome “Kimmelstiel Wilson” yaitu merupakan suatu keadaan ginjal rusak. Anjing kehilangan albumin, menderita tekanan darah tinggi dan juga menderita berbagai macam pembengkakan /odema pada bagian tubuh. Pada anjing muda lebih besar kemungkinana kegagalan ginjalnya.

DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo, S.D., 1985. Diabetes Mellitus pada Anjing. Skripsi.Institut Pertanian Bogor.
Wardhana, A., 2010.  Pemberian Jintan Hitam (Nigella Sativa) sebagai Tindakan Prefentif Meningkatnya Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus Norvegicus) yang Diinjeksi Aloksan. Artikel Ilmiah. FKH Universitas Airlangga:Surabaya.

TROMBOSIS PADA ANJING (Interna)


TROMBOSIS

Pengertian dan Penyebab Trombosis
Trombosis adalah proses terjadinya bentukan padat dalam saluran darah yang berasal dari kontinuen normal darah. Benda padat yang terbentuk tersebut disebut dengan trombus. Trombosis biasanya dimulai dari trombosit yang menjadi terbentuk batang, melekat diantara trombosit dan endotelium. Ada beberapa penyebab trombosis yaitu penurunan aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah dan komposisi darah yang abnormal.
Hemostasis  akan tergantung pada keseimbangan antara inisiator dan inhibitor koagulasi. Bila keseimbangan ini rusak, akibatnya adalah trombosis dan pendarahan. Tiga faktor risiko utama yang menyebabkan trombosis, yang dikenal sebagai Virchow triad, termasuk stasis aliran darah, kerusakan endotel, dan hiperkoagulabilitas. Jika salah satu faktor risiko ini ada, thrombosis dapat terjadi. Dalam kasus - kasus kecil, thrombbosis mungkin lokal, namun dalam kasus yang lebih besar, ada risiko yang lebih tinggi trombosis yang lebih tinggi (Hoh, C et.al 2009)
Trombus dapat terjadi pada arteri atau pada vena, trombus arteri di sebut trombus putih karena komposisinya lebih banyak trombosit dan fibrin, sedangkan trombus vena di sebut trombus merah karena terjadi pada aliran daerah yang lambat yang menyebabkan sel darah merah terperangkap dalam jaringan fibrin sehingga berwarna merah (Acang. N, 2001)

Ada beberapa jenis trombosis berdasarkan yaitu :
1.      Thromboembolism
2.      Deep vein thrombosis (DVT)
3.      Arterial thrombosis yaitu trombosis pada arteri
Namun dalam hal ini saya akan membahas lebih lanjut tentang thromboembolism pada hewan kecil khususnya anjing dan kucing

Simptom Thromboembolism
Tanda klinik tromboembolisme dicirikan oleh adanya paralisis, rasa sakit, pulsus pada arteri femoral tidak teraba, dan ekstremitas terasa dingin. Tanda klinik yang teramati sangat bervariasi tergantung pada organ yang mengalami kekurangan atau kehilangan pasokan darah secara mendadak, misalnya azotemia karena infark ginjal, diare berdarah karena infak mesenterik, paresis posterior karena embolus pelana. Pada anjing (kurang umum pada kucing), cacing jantung dapat menimbulkan trombosis arteri pulmoner, dan pulmoner embolisme merupakan efek skunder utamanya. Tromboembolisme pulmoner tersebut menimbulkan dispne, takipnea, dan kadang-kadang suara abnormal paru-paru dapat didengarkan. Hipertensi pulmoner skunder mengakibatkan suara jantung kedua terdengar ganda.
Tingkat keparahan gejala klinis sering mencerminkan tingkat keparahan, serta lokasi, dari tempat  gumpalan/koagulasi terjadi. Gejala Tromboemboli ini tergantung pada lokasi trombus berada , berikut gejala berdasarkan hal tersebut :
a.       Distal abdominal aortic thromboembolism
Dapat  bersifat akut atau kronis. Asymmetric atau simetris paresis atau kelumpuhan pelvis tungkai-Nyeri akut dan vokalisasi.
·         Cold hindlimbs, bengkak dan bengkak, nyeri otot.
·         Lemah karena absen pulsa femoralis
·         Pucat atau cyanotic
·         Terdengar suara jantung murmur atau irama galop.
·         Takikardia dan gagal jantung.
·         Takipnea atau dyspnea.
·         Hipotermia
·         Namun masih dapat mempertahankan kemampuan untuk memindahkan ekor.
b.      Vena  thromboembolism
Ditandai dengan nyeri dan edema dari daerah yang terkait dengan pembuluh (misalnya, edema tungkai).
c.       PTE (Pulmonary thromboembolism) memiliki gejala kesulitan pernafasan akut namun masih dapat ditanggulangi dengan pemberian oksigen.
d.      SSP tromboemboli
Gejalanya fokus untuk otak/SSP. Tanda-tandanya akut dan dapat diawali dari perubahan perilaku, ataksia, kepala digerak - gerakkan, atau berputar-putar koma atau kematian tergantung pada lokasi yang terkena. Kejang jarang terjadi.
e.       Jika arteri brachialis tersumbat maka akan timbul gejala tangan dingin hingga terjadi paresis atau bahkan paralisis.
f.       Gagal  ginjal akut atau tanda-tanda penyakit gastrointestinal (jika aliran darah mesenterika tersumbat).

Diagnosa Thromboembolism
a.       Diagnosa pada Aortic thromboembolism.
·          Secara Klinik dapat dilihat kurangnya suplai darah atau darah gelap pada kuku dan anggota badan yang terkena terlihat pucat. Dilakukan Doppler ultrasonografi untuk mengkonfirmasi anggota badan miskin aliran darah.
·         Pemeriksaan darah ditandai dengan penurunan glukosa dan peningkatan laktat pada sampel darah dari organ yang terena penyakit ini secara ringan atau sedang. Darah yang diambil dari anggota badan yang terkena thromboembolism parah tidak dianjurkan untuk dipakai untuk sampel.
·         Untuk membuktikan trombus pada aorta abdominal dengan cara abdominal ultrasonografi dengan aliran warna Doppler.
·         Diagnosa radiology membuktikan cardiomegaly atau neoplasia pada thoraks
·         Pembesaran aurikel kiri atau atrium dengan kemungkinan kontras enchocardiography kontras (“smoke”) atau bukti lainnya ditemukan cardiomipati pada pemeriksaan echocardiography.
·         Kucing sering memiliki hiperglikemia dari stres dan kemungkinan peningkatan pada ALT, AST, dan creatine phosphokinase.
b.      Pengujian Koagulasi
·          Dengan cara pengukuran waktu protrombin, waktu parsial thromboplastin, mengukur waktu pembekuan (Activated Count Time), produk degradasi fibrinogen,dan pengukuran trombosit. Jika trombosit menurun bisa disinyalir adanya penyakit ini.
Diagnosa Banding
a.       Aorta  thromboembolism
Diagnosa bandingnya adalah Primary neurologic disease dan spinal trauma. Bukti  thromboembolus dari trauma tulang belakang pada pemeriksaan radiografi, serta imaging canggih dari sumsum tulang belakang sudah cukup untuk membedakan penyakit ini.  Kucing cenderung menunjukkan tanda-tanda motor neuron yang lebih rendah dibandingkan dengan spinal trauma yang akan menyebabkan tanda – tanda upper motor neuron.
b.      PTE
Untuk diagnosa banding dari PTE adalah Cardiac disease dan primary pulmonary disease.
c.       CNS thromboembolism
Diagnosa bandingnya adalah Inflammatory disease, infectious disease, neoplasia dan hydrocephalus. Imaging canggih pada cairan serebrospinal dapat membantu membedakan penyakit ini dengan yang lainnya. Pemeriksaan serologi untuk penyakit menular (infectious disease) jika hewan terindikasi.

Pengobatan
Penanganan tromboembolisme sebaiknya langsung diarahkan kepada gangguan utamanya. Strategi terapinya adalah dengan pemberian antikoagulan sistemik dan fibrinolisis dalam waktu singkat, diikuti dengan antiplatelet dalam waktu panjang untuk menurunkan risiko pembentukan trombosis kembali.
Agen analgesik dapat dipertimbangkan penggunaanya untuk menangani rasa sakit yang akut. Cairan mengandung dekstrosa sebaiknya dihindarkan penggunaannya karena dapat menimbulkan kerusakan endotelium sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya trombosis. Mengistirahatkan hewan dan pemberian oksigen disarankan pada hewan yang mengalami tromboembolisme pulmoner atau trombosis yang berkaitan dengan CHF.
a.       Aortic thromboembolism.
Hewan terlihat dalam kondisi yang menyakitkan dalam 24-48 jam pertama.  Untuk itu dapat ditanggulangi dengan obat penghilang rasa sakit seperti opiod murni seperti entanyl, morphine dan hydromorphone. Butolpanol sendiri tidak dianjurkan karena tidak dapat menghilangan atau mengendalikan rasa sakit.
b.      PTE
Sebaiknya melakukan terapi oksigen dengan cara low-stress.  Terapi oksigen akan diperlukan sampai pasien bernapas dengan nyaman.
c.       CNS thromboembolism.
Dengan memberikan valium 0,5 – 1 mg/kg melalui intravena atau rectal. Valium merupakan obat antiepilepsi untuk menghilangkan kekejangan.

            Selain itu juga dilakukan terapi antiplatelet dan antikoagulan untuk pasien yang memilii resiko tinggi untuk membentuk trombus. Berikut sediaan yang diberikan untuk menangani penyakit ini :
a.       Platelet inhibition.
Acetylsalicylic acid (aspirin) adalah untuk mencegah produksi A2 tromboksan. Dosis obat antiplatelet jauh lebih rendah daripada dosis antiinflamasi dan mmiliki efek ke gastrointestinal.. Pada anjing diberikan 0,5-1,0 mg / kg PO q24h. Namun pada kucing diberikan 5 mg / kucing PO q72h.
b.      Clopidogrel  diberikan pada kucing: 18,75 mg / kucing / PO hari.
c.       Severe immune-mediated hemolytic anemia, perlakuan sampain hematokrit stabil dan mendekati nilai normal.
d.      Albumin dengan kadar di bawah 2 g / dL: Perlakukan selam albumin rendah.
e.       Antithrombin tingkat rendah (low)  (aktivitas kurang dari 75%)

Terapi dengan coagulation inhibition perlu dilakukan untuk mencegah tambahan trombus. Dapat dikombinasikan dengan perawatan profilaksasis primer. Dilanjutkan pada pasien dengan resiko thromboembolism tinggi dan yang di duga thromboembolism. Berikut terapi inhibition koagulasi yang dianjurkan :
a.       Unfractionated heparin (UFH), pada dosis yang rendah dikombinasikan dengan antithrombin untuk menonaktifkan faktor Xa dan trombin. Pada dosis yang lebih tinggi dikombinasikan dengan antithrombin untuk menghambat faktor IX, X, XI, dan XII.  Anjing dan kucing dosisnya 150-250 U / kg IV sekaligus diikuti 150-250 U / kg SC q6-8h.
b.      Low-molecular-weight heparin
·         Dalteparin: Anjing: 200 U / kg SC q24h, Kucing: 100 U / kg SC q12h
·         Enoxaparin natrium: Anjing: 100 U / kg (1 mg / kg) SC q12h, kucing:1 mg / kg SC q12h
c.       Warfarin: Vitamin K antagonis yang mengganggu dengan sintesis faktor II, VII, IX, dan X.
·         Anjing: 0,2 mg / kg PO sekali, kemudian diberikan 0,05-0,2 mg / kg PO q24h.
·         Kucing: 0,1-0,2 mg / kucing PO q24h

DAFTAR PUSTAKA
Ettinger, S. J. dan E. C. Feldman. 2005. Textbook of Veterinary Internal Medicine. Vol. 2. 6th Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.

Hoh, Crystal dan Maureen McMichael. 2009. Thromboembolism. College of Veterinary Medicine. University of Illinois.

Baca Juga Artikel Yang Lainnya:

·