1. MORFOLOGI
Bentuk
batang, berspora subgerminal, brsifat gram positif, non motil, berkapsul dan tersebar luas di lingkungan bahkan ada di
dalam usus manusia dan hewan. Spora terbentuk dalam kondisi yang tidak
menguntungkan bagi bakteri.
2. PATHOGENESIS
Cl.
Perfringens masuk ke dalam tubuh hewan melalui makanan. Makanan yang sering
terkontaminasi adalah makanan yang didinginkan terlalu lama setelah di masak atau
penyimpanan yang terlalu lama. Daging-daging dan kaldu merupakan makanan yang
sering terkontaminasi.
Setelah makanan yang terkotaminasi
bakteri masuk ke dalam tubuh maka akan langsung menempel pada reseptor pada
usus dan perkembanganya akan menyebabkan kerusakan jaringan intestinal,
kemudian bersporulasi, ini terjadi karena usus dalam keadaan asam dan
menghasilkan eksotoksin. Proses
patogenesisnya adalah mula-mula spora klostridia mencapai jaringan melalui
kontaminasi
pada daerah-daerah yang terluka (tanah,feses) atau dari saluran usus. Spora
berkembang, kemudian sel vegetatif mefementasikan karbohidrat yang terdapat dalam jaringan dan
membentuk gas. Cl. Perfringens Tipe A menghasilkan α toksin yang masuk kedalam
membran plasma sel dan mengganggu keseimbangan membran sel serta dapat
melisiskan RBC (Red Blood Cell), dan platelet yang akihirnya menggangu fungsi
normal sel. Toxin lain Enzim juga dihasilkan yakni, DNase dan Hyaluronidase,
yaitu merupakan kolagenase yang mencerna jaringan kulit dan subkutan.
Peregangan jaringan dan gangguan aliran darah, bersama-sama dengan sekresi
toksin yang menyebabkan nekrois dan enzim hialuronidase, mempercepat penyebaran
infeksi. Nekrosis jaringan meluas, memberi kesempatan bakteri terus bekembang,
mneyebabkan anemia, berlanjut ke toksekemia dan kematian. Cl. Enterotoxin (CPE)
dihasilkan dari sporulasi dan menyebabkan
hipesrekresi jejunum dan illeum serta dehidrasi karena diarre. Masa
inkubasinya mencapai 10-12 jam sebelum menimbulkan gejala-gejala keracunan
seperti, muntah, mual diare. Tipe C dari Cl. Perfringens juga terlibat dalam
terjadinya enteritis nekrotican atau sering disebut Pig-Bel, menghasilkan β
toxin ulseratif.
3.
GEJALA KLINIS
Gejala Klinis yang di timbulkan
antarala lain : nyeri perut, perus kembung penimbunan gas, diare berat ,
dehidrasi, syok.
4.
DIAGNOSA
Diagnosa dapat dilakukan dengan
melihat gejala klinis yang ditimbulkan pasien serta dengan diagnosa
laboratorium. Pada diagnosa laboratorium dapat digunakan spesimen dari jaringan
dengan mengkultur pada Robertson Cooked Meat Medium. Reaksi positif jika
memproduksi H2S dan NH3 dan berwarna hitam. Jika pada Blood agar akan
menghasilkan β hemolitik. Pada uji biokimia fermentasi karbohidrat,
menghasilkan aam dan gas. Pada Nagler Reacton menunjukkan reaksi positif.
5.
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
Pengobatan dapat diberikan dengan
antibiotika. Pemberian kloramfenikol dan tetrasiclin tidak dianjurkan karena
resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut Untuk pencegahan dapat
dilakukan dengan menghindari pakan terlalu lama pada suhu kamar yang memberikan
peluang bagi organisme untuk berkembang serta memperhatikan sanitasi pakan.
No comments:
Post a Comment