Walaupun aktivitas partus merupakan
suatu proses yang berkesinambungan, tetapi sebagai gambaran deskriptif dapat
dibagi atas 3 tahap, yakni tahap pertama (stadium persiapan, dilatasi), tahap
kedua (pengeluaran foetus), dan tahap ketiga (pengeluaran plasenta).
1. Tahap
Pertama
Tahap pertama adalah persiapan untuk kelahiran. Tahap
ini ditandai oleh kontraksi aktif serabut-serabut urat daging longitudinal dan
sirkuler pada dinding uterus dan dilatasi cervix. Kontraksi ini timbul
karenapenyingkiran hambatan terhadap progesterone dan peningkatan kadar
estrogen (Gillete dan Holm, 1963). Oxytocin jarang dilepaskan dari hipofisa
sebelum tahap kedua partus hingga dianggap tidak penting untuk menginduksi
partus (Van Dongen dan Hayes, 1966 ). Peristalsis uterus yang dimulai pada apex
cornua uteri diawali oleh kontraksi urat daging sirkuler yang diserentakkan
dengan penyebaran rangsangan kontraksi melalui urat daging longitudinal.
Kontraksi uterus menangani 90% kegiatan partus dan kontraksi ini berbanding
lurus dengan ketahanan foetus. Aktivitas muskuatur uterus sangat meningkat satu
sampai dua jam sebelum kelahiran. Amplitude prepartum kontraksi urat daging
uterus rata-rata 80 cm H20. Kontraksi uterus mendorong selaput
foetus dan cairannya memasuki cervix yang mengendur. Os cervicalis externa atau
lubang cervix bagian luar cukup merenggang seminggu seelum partus sehingga
dapat dimasuki 2 sampai 4 jari. Cervix sapi dara tetap tertutup rapat sampai
satu hari sebelum partus. Pada tahap pertama partus cervix tidak dikuakkan oleh
allantochorion, melainkan oleh daya kontraksi urat daging longitudinal.-Selama
tahap pertama partus cervix mudah menampung allantochorion yang terdorong ke
dalamnya. Dilatasi os cervicalis inrterna dimulai dari 2 sampai 4 jam setelah
os cervicalis externa mencapai diameter 7,5 sampai 15 cm. dalam kurun waktu 6
sampai 12 jam kemudian seluruh os cervix membuka 15 sampai 17,5 cm dan cervix
vagina merupakan suatu saluran bersambung yang terisi dengan allantochorion.
Selama tahap pertama partus, kontraksi uterus
terjadi setiap 10 sampai 15 menit dan berlangsung 15 sampai 30 detik. Dengan
melanjutnya tahap kelahiran, kontraksi uterus berlangsung lebih sering, lebih
kuat, dan lebih lama setiap 3 sampai 5 menit (Gillete dan Holm, 1963).
Kontraksi dimulai pada apex cornua, sedangkan bagian pangkal uterus tidak
berkontraksi, melainkan berdilatasi karena tekanan foetus dan cairan yang
terdorong ke belakang. Pada akhir stadium ini cervix terbuka secara sempurna.
Tahap pertama partus nampak berlangsung
lebih lama pada primipara daripada pluripara. Menjelang akhir tahap ini
allantochorion pecah karena dipaksa melewati cervix yang berdilatasi ke vagina.
Sesudah allantochorion pecah, amnion terdorong ke dalam cervix, dan foetus
karena pemendekan kontraksi uterus dan dilatasi cervix – berlalu ke dalam
cervix dan vagina. Sekali sebagian foetus memasuki pelvis, rangsangan reflex
menimbulkan perejanan yang disebabkan oleh kontraksi urat daging perut dan
diafragma dan penutupan glottis. Tahap kedua akan segera menyusul.
Presentasi, Posisi dan Postur Foetus
Kedudukan foetus perlu ditentukan secara
teliti sewaktu ia memasuki saluran kelahiran dan pelvis. Deskripsi ini dipakai
pada kelahiran normal maupun abnormal. Presentasi mencakup :
1. Hubungan
antara sumbu spinal foetus terhadap sumbu panjang tubuh induk. Presetasi dapat
longitudinal atau transversal.
2. Bagian
foetus yang mendekati atau memasuki rongga pelvis atau saluran kelahiran.
Bagian foetus tersebut adalah anterior dan posterior pada presentasi
longitudinal, dan dorsal atau ventral pada presentasi transversal.
Pada
presentasi longitudinal sumbu spinal foetus sejajar dengan sumbu induk,
sedangkan pada presentasi transversal sumbu panjang foetus terletak menyilang
atau tegak lurus terhadap sumbu panjang induk. Pada presentasi longitudinal,
bagian foetus dapat terletak anterior atau kepala muncul terlebih dahulu dan
dapat pula terletak posterior atau bagian ekor foetus muncul terlebih dahulu.
Presentasi transversal dapat menjadi ventral yaitu bagian bawah tubuh foetus
menghadap ke luar saluran kelahiran san dapat terjadi dorsal dengan bagian
punggung foetus menghadap keluar.
Gambar
1. Selama tahap pertama terjadi dilatasi servik dan pengeluaran kantung amnion
(atas) dan alantois (bawah).
Posisi adalah hubungan
antara dorsum atau punggung foetus pada presentasi longitudinal atau kepala
pada presentasi transversal, terhadap sisi pelvis induk, yaitu sacrum, pubis,
ilium kiri atau ilium kanan.
Postur menunjukkan
hubungan ekstremitas, yaitu kepala , leher dan kaki, terhadap tubuh foetus.
Ekstremitas tersebut dapat membengkok, lurus, terletak di bawah, di samping
kiri, samping kanan, atau diatas feotus.
Berbagai kemungkinan presentasi, posisi
dan postur dapat terjadi pada foetus yang memasuki saluran kelahiran pada waktu
partus. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Kemungkinan Presentasi, Posisi dan
Postur Foetus pada Waktu Partus
Presentasi
|
Posisi
|
Postur
|
Longitudinal anterior
|
Dorso sacral
|
Leher membengkok ke
kanan
atau ke kiri
|
Longitudinal
posterior
|
Dorso-ilial dextra
Dorso-ilial sinistra
Dorso-pubis
|
Flexio kaki depan
|
Transversal ventral
|
Cephalo – ilial
dextra
|
Flexio kaki belakang
|
Tranversal dorsal
|
Cephalo-ilial
sinistra
|
|
Pada keadaan normal foetus terletak
pada prsentasi longitudinal anterior, posisi dorsodorsal atau dorsosakral dengan
kepala bertumpu pada tulang-tulang metacarpal dan lutut pada kaki depanyang
melurus. Kelahiran dapat pula berlangsung normal bila foetus berada dalam
presentasi longitudinal posterior, posisi dorso-sakral. Kecuali pada keadaan
foetus yang kecil, posisi lainnya berakhir dengan distokia. Presentasi
tranversal jarang terjadi dan kalaupun terjadi selalu berakhir dengan distokia.
Presentasi longitudinal posterior, posisi dorso-sakral dengan kaki-kaki
belakang tertahan atau melurus di bawah tubuh, biasanya disebut letak sungsang.
2. Tahap
Kedua
Tahap
ini ditandai dengan pemasukan foetus ke dalam saluran kelahiran yang
berdilatasi, ruptura kantung allantois, kontraksi abdominal atau perejanan dan
pengeluaran foetus melalui vulva. Menurut Gillete dan Holm (1963) kontraksi
abdominal hanya terjadi sesudah kaki-kaki foetus berada di dalam cervix atau
vagina. Pemecahan kantung allantois menyebabkan peningkatan kontraksi abdominal
secara tiba-tiba yang bertumpu dengan puncak setiap gelombang kontraksi uterus
dengan ampiltudo 80 sampai 320 cm H2O, rata-rata 180 cm H2O.
sesudah pemecahankantung allantois, amnion didorong menuju cervix dan dapat
terlihat vulva sebagai kantung berisi air. Selama tahap kedua perejanan, uterus
berkontraksi 4 sampai 8 kali setiap 10 menit dan berlangsung 80 sampai 100
detik. Perejanan berulang-ulang berlangsung terus dan kaki foetus terlihat di
vulva. Sewaktu kaki foetus melewati vulva, kantung amnion pecah. Peningkatan
kontraksi abdominal terjadi pada waktu kepala, bahu dan pinggul foetus memasuki
pelvis. Kepala foetus mulai memasuki vulva dan pada saat ini terjadilah
perejanan abdominal yang terkuat dalam proses partus. Pada waktu kepala didorong
ke dalam vulva, dada memasuki saluran pelvis. Sesudah kepala foetus melewati
vulva, induk beristirahat untuk beberapa menit sebelum kembali merejan dengan
kuat sewaktu dada foetus berlalu melewati saluran kelahiran dan vulva. Pinggul
segera menyusul memasuki saluran kelahiran. Sewaktu foetus memasuki saluran
kelahiran dan sewaktu vagina berdilatasi, kadar oxytocin di dalam darah
jugularis lebih tinggi daripada selama tahap pertama dan permulaan tahap kedua
partus (Folley dan knags, 1965; Van Dongen dan Hayes, 1966). Kadar oxytocin di
dalam plasma darah sapi selama tahap kedua partus adalah kira-kira 1000
mikrounit per ml.
Gambar
2. Tahap kedua partus: pengeluaran foetus
Segera
sesudah perejanan dimulai biasanya induk berbaring. Kadangkala anak sapi dapat
lahir dari induk yang sedang berdiri. Pada kerbau kebanyakan partus berlangsung
dalam keadaan berdiri (Harbers, 1981). Induk sapi berbaring dan menumpukan
tubuhnya pada sternum. Selama tahap ini, dinding uterus yang berkontraksi dan
memendek memaksa dan mengarahkan foetus ke dalam saluran kelahiran dan pelvis
dan kontraksi abdominal atau perejanan mendorong foetus melalui saluran
kelahiran. Tekanan intrauterine adalah 66 mmHg antara kontraksi uterus selama
tahap kedua, perejanan dan mencapai 170 mm Hg pada waktu kontraksi abdominal.
Jadi jumlah seuruh tekanan pada waktu pembukaan inlet pelvis adalah sebesar 70
sampai 80 kg atau seberat kekuatan tarikan satu orang terhadap foetus. Tekanan
intra-abdominal yang disebabkan oleh kontraksi urat daging perut dan difragma
serta penutupan glottis adalah sama ke semua jurusan. Uterus perlu untuk
mengarahkan foetus ke jalan yang paling sedikit memiliki rintangan – saluran
pelvis. Foetus yang sehat, dinding perut yang utuh dan uterus yang sehat perlu
untuk kelahiran normal.
Foetus keluar melalui jalur yang berbentuk busur
dari rongga perut ke atas ke dalam dan melalui pelvis dan ke bawah lagi melalui
vulva. Arah foetus yang seperti busur ini sewaktu ia bergerak melalui pelvis
menyebabkan perentangan urat-urat daging dorsal dan pelvis, dan relaksasi linea
alba dan urat daging perut. Hal terakhir tersebut peting untuk memperkecil
diameter sakro-pubis pelvis foetus. Bagian depan foetus yang mengarah ke bawah
sewaktu melewatu vulva cenderung mendorong pelvis foetus tinggi di dalam pelvis
induk, dimana diameter bisiliaca lebih besar. Hal ini membantu mencegah kondisi
berhentinya pinggul yang sering ditemukan pada waktu penarikan dilakukan secara
tidal tepat.
Tahap kedua proses kelahiran berlangsung 0,5 sampai
3 atau 4 jam. Pada sapi yang sudah sering beranak, pada tahap ini hanya
memerlukan waktu setengah sampai satu jam. Primipara membutuhkan waktu yang
lebih lama, sampai 3 jam atau lebih. Fase pengeluaran foetus pada kerbau
berkisar antara 23 sampai 60 menit (Mathias, 1981) atau rata-rata 42,5 menit (Harbers,
1981).
Apabila chorda umbilicalis atau tali
pusar putus, kedua arteri umbilicalis bersama dengan urachus berkerut ke dalam
rongga abdomen foetus. Dengan kontraksi arteria tersebut ke dalam jaringan
tubuh, terjadi pencegahan perdarahan melalui umbilicus. Vena umbilicalis
menciut, darah keluar dari vena tersebut dan cairan di dalam chorda umbilicalis
keluar, sering dibantu dengan penjilatan induk. Chorda umbilcalis akan
nekrotik, mengering dan luluh dalam waktu 7 sampai 21 hari.
3. Tahap
Ketiga
Tahap terakhir proses kelahiran adalah pengeluaran
selaput foetus dan involusi uterus. Pengeluaran
selaput foetus secara normal selesai dalam waktu beberapa jam setelah
pengeluaran foetus. Dengan lahirnya foetus, pembuluh darah placenta foetalis
mengempis dan vili mengecil serta menciut. Sesudah pengeluaran foetus uterus
tetap berkontraksi secara kuat selama 48 jam dan melemah tetapi lebih sering
sesudah itu (Gillete dan Holm, 1963). Hal ini penting untuk menghambat
perdarahan dan membantu pengeluaran selaput foetus. Gelombang-gelombang
peristaltic dan kontraksi ini, di samping mengurangi ukuran foetus ke dalam
saluran kelahiran, mungkin sangat mengurangi jumlah darah yang beredar di dalam
endometrium. Pengurangan peredaran darah pada endometrium yang menyebabkan
dilatasi atau relaksasi kripta maternal yang memegang peranan penting dalam
pemisahan trophoblast foetalis dan epitel kripta pada placenta induk. Tidak ada
jaringan induk yang dikeluarkan sesudah partus. Arteria uterina media segera
berkontraksi sesudah partus. Dinding arteria tersebut menebal dan fremitus
menghilang walaupun involusi ke ukurannya yang normal baru terjadi beberapa
minggu kemudian. Kontraksi uterus selama tahap ketiga partus menghasilkan
pergerakan dinding uterus dan karunkel yang membantu membebaskan placenta
foetalis. Berat amnion dan bagian allantois di dalam saluran kelahiran
cenderung membantu menanggalkan placenta foetalis dari uterus. Gerakan menyusu
menstimuler pelepasan oxytocin dari hipofisa yang diperlukan untuk merangsang
kontraksi dinding uterus. Kelahiran premature, kembar dan masa kebuntingan yang singkat sering
berhubungan dengan retensio secundinae. Dalam hal ini infeksi dapat memainkan
suatu peranan patologik. Pelepasan foetus secara normal dapat dikatakan
merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan faktor-faktor mekanik dan
hormonal, walaupun mekanisme yang tepat belum seluruhnya mengerti.
Gambar
3. Tahap ketiga partus: pengeluaran selaput foetus. Nampak kerbau memakan
selaput tersebut setelah itu induk menjilati anaknya
Pemisahan
placenta merupakan suatu proses yang relative lambat, sehingga tahap kedua
perejanan dapat diperpanjang tanpa membahayakan foetus. Chorda umbilcalis
foestus segera putus sewaktu foetus melewati saluran kelahiran. Lama waktu yang
diperlukan untuk pengeluaran selaput foetus pada sapi secara normal adalah 0,5
sampai 8 jam dan pada kerbau rata-rata 3,5 jam. Makin sehat hewan, makin cepat
selaput foetusnya ke luar. Selaput foetus yang terlapus sering dimakan oleh
induk. Sesudah pengeluaran selaput foetus pada kelahiran normal, cervix
mensekresikan suatu lendir tebal dan lengket yang cenderung menyumbat cervix
dan mencegah pemasukan mikroorganisme ke dalam uterus.
No comments:
Post a Comment