KONSERVASI KEWILAYAHAN
Pengertian Konservasi
“Konservasi” berasal dari kata “Conservation” yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian “upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use)”.
Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.
Konservasi dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resources (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana). Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
Di Asia Timur, konservasi sumberdaya alam hayati (KSDAH) dimulai saat Raja Asoka (252 SM) memerintah, dimana pada saat itu diumumkan bahwa perlu dilakukan perlindungan terhadap binatang liar, ikan dan hutan. Sedangkan di Inggris, Raja William I (1804 M) pada saat itu telah memerintahkan para pembantunya untuk mempersiapkan sebuah buku berjudul Doomsday Book yang berisi inventarisasi dari sumberdaya alam milik kerajaan. Kebijakan kedua raja tersebut dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk konservasi sumberdaya alam hayati pada masa tersebut dimana Raja Asoka melakukan konservasi untuk kegiatan pengawetan, sedangkan Raja William I melakukan pengelolaan sumberdaya alam hayati atas dasar adanya data yang akurat. Namun dari sejarah tersebut, dapat dilihat bahwa bahkan sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal dari konsep modern konservasi dimana konsep modern konservasi menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana.
Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.
Secara keseluruhan, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati (KSDAH) adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya masayarakat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya.
Sedangkan strategi konservasi nasional telah dirumuskan ke dalam tiga hal berikut taktik pelaksanaannya, yaitu :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan (PSPK)
a. Penetapan wilayah PSPK.
b. Penetapan pola dasar pembinaan program PSPK.
c. Pengaturan cara pemanfaatan wilayah PSPK.
d. Penertiban penggunaan dan pengelolaan tanah dalam wilayah PSPK.
e. Penertiban maksimal pengusahaan di perairan dalam wilayah PSPK.
2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
a. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
b. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan eks-situ konservasi).
3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
b. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (dalam bentuk : pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perdagangan, perburuan, peragaan, pertukaran, budidaya).
KONSERVASI LINGKUNGAN
Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, Conservation yang bermakna “pelestarian atau perlindungan”.
Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah:
Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.
Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam (fisik)
Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.
Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.
Konflik Kepentingan
Dalam suatu ekosistem, seperti ekosistem hutan, biasanya konflik kepentingan konservasi muncul antara satwa endemik dan pengusaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Oleh karena habitat hidupnya satwa menjadi menciut dan kesulitan mencari sumber makanan, akhirnya satwa tersebut ke luar dari habitatnya dan menyerang manusia.
Konflik kepentingan konservasi muncul karena:
- Penciutan lahan & kekurangan SDA (Sumber Daya Alam)
- Pertumbuhan jumlah penduduk meningkat dan permintaan pada SDA meningkat (sebagai contoh, penduduk Amerika butuh 11 Ha lahan per orang, jika secara alami)
- SDA diekstrak berlebihan (over exploitation) menggeser keseimbangan alami.
Kemudian, konflik semakin parah jika :
- SDA berhadapan dengan batas batas politik (mis: daerah resapan dikonversi utk HTI, HPH (kepentingan politik ekonomi)
- Pemerintah dengan kebijakan tata ruang (program janka panjang) yang tidak berpihak pada prinsip pelestarian SDA dan lingkungan
Kawasan konservasi mempunyai karakteristik sebagaimana berikut:
§ Karakteristik atau keunikan ekosistem (rain forest, dataran rendah, fauna pulau endemic, ekosistem pegunungan)
§ Species khusus yang diminati, nilai, kelangkaan, atau terancam (badak, burung)
§ Tempat yang memiliki keanekaragaman species
§ Landscape atau ciri geofisik yang bernilai estetik, scientik
§ Fungsi perlindungan hidrologi, tanah, air, dan iklim global
§ Fasilitas rekreasi alam, wisata, misalnya danau, pantai, satwa liar yang menarik
KONSERVASI ARSITEKTUR
Conservation mean all the process of looking after place so as to retain its cultural significant. It includes maintenance and may acording to circumstance include preservation, restoration, recontruction and adaptation, and will be commonly a combination of more than one these
( The Burra Charter for the Conservation of Place of Cultural Significance, 1981)
Konservasi
Sebagai Konsep:
Proses Pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang terkandung terpelihara dengan baik.
Meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai kondisi dan situasi lokal
Konservasi Kawasan atau sub bagian kota, mencakup suatu upaya pencegahan perubahan sosial, dan bukan secara fisik saja
Konservasi
Dari Aspek Proses Disain perkotaan :
Konservasi harus meproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya
PRESERVASI
Preservation shall maintain the existing form, integrity and materials of building structure or site. Substantial reconstruction or restoration of lost features generally are not included in a preservation undertaking. Preservation shall include techniques of arresting or retarding the deterioration of property through program of ongoing maintenance (Standard for Historic Preservation Project, Donald Lesley; 1980)
The Architectural heritage is no longer looked upon simply as a set of monument of aesthetic value, but as the exporesion of the cultural social and economic interest of the community which produce it and imbued it with life’ (Patrick Nottgens dalam bukunya ‘Conservation from Continual Change to Changing Continuity’, vol. 61; 1975)
SASARAN KONSERVASI
1) Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian
2) Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini
3) Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian
4) Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi
Lingkup Kegiatan
Kategori obyek pelestarian :
1. Lingkungan Alami (Natural Area)
2. Kota dan Desa (Town and Village)
3. Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor)
4. Kawasan (Districts)
5. Wajah Jalan (Street-scapes)
6. Bangunan (Buildings)
7. Benda dan Penggalan (Object and Fragments)
Manfaat Pelestarian
1) Memperkaya pengalaman visual
2) Memberi suasana permanen yang menyegarkan
3) Memberi kemanan psikologis
4) Mewariskan arsitektur
5) Asset komersial dalam kegiatan wisata internasional
Peran Arsitek Dalam Pelestarian dan Pemugaran
Internal :
1) Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi
2) Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse
3) Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan
Peran Arsitek Dalam Pelestarian dan Pemugaran
Eksternal :
1) Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
2) Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)
3) Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
4) Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.
Konservasi dan Kawasan Konservasi
Konservasi dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).
Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Beberapa difinisi dan batasan konservasi, sebagai berikut :
1. konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2. konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
3. konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4. konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
Secara keseluruhan seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam, yang dimaksud sebagai konservasi sumber daya alam hayati adalah suatu pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Ekosistem alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan secara serasi dan seimbang yang ditujukan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian dan keseimbangan ekosistem sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia yang merupakan tanggung jawab dan kewajiban semua pihak yang dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya serta melalui usaha pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistem secara lestari.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mendifinisikan Hutan konservasi sebagai kawasan hutan yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang terdiri dari :
1. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, yang mencakup :
1) Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
2) Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunik an jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
3) Di kedua kawasan tersebut tidak diperbolehkan adanya kegiatan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan kawasan kecuali kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
2. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tum buhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, yang mencakup:
1) Kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Umumnya zonasi dapat berupa :
(a) zona inti yaitu bagian wilayah taman nasional yang mutlak atau harus dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya kegiatan manusia,
(b) zona pemanfaatan yaitu zona wilayah yang digunakan untuk kepentingan wisata,
(c) zona rimba yaitu zona yang berada diantara areal inti dan areal pemanfaatan yang memungkinkan adanya kegiatan manusia yang menunjang budaya dan,
(d) zona lainnya yaitu zona yang ditetapkan sesuai kepentingan-kepentingan tertentu seperti zona pemanfaatan tradisional, zona pemulihan, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan khusus dan lain -lain.
2) Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.
3) Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata dan rekreasi.
3. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
Pendekatan Bioregion Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi
Konsep pelestarian yang modern adalah pemeliharaan dan pemanfaatan sumberdaya bumi secara bijaksana. Penetapan dan peng elolaan kawasan yang dilindungi adalah salah satu cara terpenting untuk dapat menjamin agar sumberdaya alam bumi dapat dilestarikan, sehingga sumberdaya ini dapat lebih memenuhi kebutuhan manusia di masa mendatang. Usaha pelestarian sumberdaya alam yang terpulihkan seperti hutan dapat dicapai melalui beberapa usaha yang pada intinya berprinsip untuk menjaga proses -proses yang bekerja pada sistem penopang kehidupan. Hal tersebut tentunya akan lebih mudah tercapai jika pemerintah, sektor industri dan masyarak at luas mendukung strategi perlindungan spesies dan ekosistemnya secara menyeluruh.
Konsep Bioregion dan Pengelolaannya
Secara ekologi, dampak dari sembarang kegiatan pembangunan yang tidak terkontrol di mana saja kegiatan itu berada , memiliki potensi yang dapat merusak ketersediaan sumber daya alam. Mengingat hal tersebut maka suatu pola dan sistem pengelolaan sumberdaya alam yang berasaskan k elestarian sangat mendesak untuk diterapkan dimana salah satunya melalui pendekatan bioregion dan atau ekosistem.
Bioregion adalah kawasan atau wilayah geografis yang relatif luas dan memiliki bentang alam serta kekayaan jenis keanekaragaman hayati yang ti nggi dimana proses lingkungan alaminya mempengaruhi fungsi -fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan sistem bentang alam, karateristik resapan air, bentukan lahan, spesies tumbuhan dan satwa dan budaya manusia. Definisi diatas menunjukan bahwa suatu batasan bioregion ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari komunitas manusia dan sistim lingkungan yang bekerja didalamnya.
Luas suatu bioregion bisa mencapai ribuan hingga ratus ribuan hektar , bisa juga tidak lebih dari luas suatu daerah tangkapan air atau bisa seluas satu propinsi atau negara bagian. Pada kasus -kasus tertentu batasannya bisa mencakup dua atau lebih negara bergantung pada permasalahan. Luas area ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem; untuk menyokong proses -proses ekologi yang penting seperti siklus nutrien; untuk menjaga habitat dari spesies -spesies penting; dan juga mencakup komunitas manusia yang terli bat di dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi. Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar masyarakat lokal bisa juga memperhatikan dan juga terlibat secara aktif didalam pengelolaannya.
Gambar 1. Variabel-variabel yang bekerja dalam suatu sistem bioregion (Kartodihardjo, 2007)
Pengelolaan wilayah dan sumberdaya alam dengan menggunakan pendekatan bioregion memberikan keuntungan-keuntungan baik dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial. Hal ini disebabkan karena dalam pemanfaatan tersebut ada keterkaitan antara komponen biologi serta ekosistem dan manusia yang merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan dari proses-proses alam yang terjadi pada wilayah tersebut, dimana d alam pendekatan ini wilayah dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Sebagai contoh, wilayah dapat dibagi atas mintakat -mintakat tertentu sesuai keunikan, sensitifitas, biota endemik atau proses -proses penunjang kehidupan lainnya.
Pembagian wilayah atas zona inti, zona penyanggah dan zona pemanfaatan adalah contoh penggunaan konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan sumberdaya alamnya.
Konsep pengelolaan sumberdaya alam melalui pendekatan bioregion tidak berbeda jauh dengan pengelolaan berbasis ekosistem. Pengelolaan ekosistem sebagai pengintegrasian prinsip-prinsip ekologis, ekonomis, dan sosial dalam pengelolaan sistem biologi dan fisik dalam suatu cara melindungi, menjaga dan mempertahankan keberlanjutan ekologis, keanekaragaman alami dan produktivitas dari suatu bentang alam.
Dengan pendekatan ekosistem dan/atau bioregion, pengelolaan dilakukan dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi menurut batas -batas ekologis dan bersifat spesifik lokasi dimana keberlangsungan dan kelestarian fungsi ekosistem mencakup fungsi -fungsi ekologis, ekonomi dan sosial menjadi perhatian utama yang diimplementasikan dalam tindakan -tindakan pemulihan, pembinaan dan pemanfaatan secara lestari melalui pengintegrasian multidi siplin.
Khusus untuk sumberdaya hutan, dasar dan alasan mengapa hutan perlu dikelola berdasarkan pendekatan bioregion dan/atau ekosistem tertuang dalam karakteristik khas pengelolaan hutan, yaitu: (1) jasa lingkungan sebagai keluaran yang mutlak hadir dalam pengelolaan hutan, (2) hutan bersifat multifungsi yang memerlukan pendekatan optimalisasi, (3) hasil dan produksi kayu oleh hutan bersifat melekat pada pohon penyusun tegakan hutan itu sendiri, (4) dimensi waktu dalam pengelolaanya yang bersifat tidak te rhingga dan, (5) proses pemulihan kondisi tegakan yang lebih mengandalkan faktor -faktor alamiah.
Pendekatan Bioregion dalam Pengelolaan Kawasan (hutan) Konservasi
Bagaimana halnya dengan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi berbasis bioregion dan/atau ekosistem?. Seperti yang telah dikemukakan diatas, pendekatan ekosistem memiliki inti pengelolaan lestari dan berkelanjutan dalam arti sederhananya sumberdaya alam yang dikelola tidak lah hilang pada satu atau beberapa periode pengelolaan melainkan masih dapat dinikmati oleh generasi - generasi berikutnya. Sering muncul pertanyaan-pertanyaan retoris “perlukah kawasan (hutan) konservasi dikelola dengan prinsip lestari atau atas dasar pendekatan bioregion dan/atau ekosistem?”. Sebagian besar tentu akan menjawab “perlu”, tetapi atas dasar apa dan bagaimana mencapai kondisi pengelolaan yang lestari tersebut belum tentu dapat dipahami oleh sebagian besar orang.
Kawasan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan ya ng memiliki satu atau lebih ciri –ciri berikut:
1. Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai -nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan lokal (misalnya spesies endemi, spesies hampir punah, tempat menyelamatkan diri (refugia)).
2. Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi species, atau seluruh species yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan alami.
3. Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai ekosistem yang langka, terancam atau hampir punah.
4. Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam dalam situasi yang kritis (e.g. perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi).
5. Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (mis, pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan) , dan
6. Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisional masyarakat lokal (kawasan-kawasan budaya, ekologi, ekonomi, agama yang penting yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal yang bersangkutan).
Konsep kelestarian yang terkandung dalam prinsip pengelolaan hutan lestari mengandung arti kelestarian fungsi ekosist em hutan secara utuh dan menyeluruh (holistic). Penerapan konsep ini dalam tindakan pengelolaan hutan memerlukan pendekatan pengelolaan yang bersifat terpadu ( integrated) pada tingkat kesatuan bentang alam ( landscape) ekologi tertentu. Sifat suatu bioregion adalah adanya keterkaitan dan interaksi antara komponen –komponen penyusunnya termasuk manusia, maka ketika terjadi intervensi kegiatan manusia dalam sistem bioregion dapat memberikan beberapa pengaruh terhadap komponen-komponen lain dan proses yang beker ja dalam sistem boregion tersebut. Dengan alasan diatas, maka dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi, proses pengambilan keputusan harus dilakukan setelah mengevaluasi seluruh kemungkinan akibat yang mungkin terjadi terhadap komponen dan proses dari kesatuan-kesatuan ekosistem dan bioregion lain yang berbatasan.
Konsep pendekatan bioregion dalam pengelolaan kawasan (hutan) konservasi dapat dicapai melalui pengadopsian dan penerapan tiga prinsip dasar pengelolaan berbasis ekosistem, yaitu:
1. Prinsip Keutuhan (holistic). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan kawsan (hutan) konservasi harus mempertimbangkan dan sesuai dengan keadaan dan potensi seluruh komponen ekologi pembentuknya (hayati dan non hayati); kawasan lingkungannya (biofisik, ekonomi, politik, dan sosial -budaya masyarakat), serta memperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut serta mampu mendukung keber lanjutan keberadaan alam semesta.
2. Prinsip Keterpaduan (Integrated). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi harus berlandaskan kepada pertimbangan keseluruhan hubungan ketergantungan dan keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan dalam keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup : aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial -budaya.
3. Prinsip Keberlanjutan/Kelestarian ( Sustainability). Prinsip ini mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem kawasan konservasi dalam segala bentuknya harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang akan datang secara bekelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak menurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem kawasan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi sebelumnya. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan kawasan, produktivitas dan kualitas yang setidaknya tetap (tidak berkurang) dalam setiap generasinya.
Untuk mewujudkan prinsip-prinsip dalam pengelolaan kawasan (hutan) berbasis ekosistem di atas, diperlukan tiga komponen kegiatan dan/atau sikap utama , yaitu :
a. Penataan ruang yang bersifat rasional dalam setiap kesatuan bentang alam (landscape scenario). Kesatuan bentang alam yang dipergunakan harus merupakan kesatuan ekologis, bukan kesatuan politik atau administrasi pemerintahan.
b. Komitmen yang kuat terhadap tata ruang yang telah disepakati ( strong commitment). Seluruh pihak yang berada dan terkait dengan penggunaan ruang dalam setiap kesatuan ekosistem harus memiliki komitmen yang sama dan kuat untuk mempertahankan tata ruang yang sudah disepakati bersama secara konsisten.
c. Kebersamaan dalam perumusan kebijakan dan penyelenggaraan program pengelolaan (colaborative management ). Kebijakan dan program yang akan dilakukan dalam rangka pengelolaan kawasan dalam setiap ekosistem hendaknya disusun dan dilaksanakan secara bersama dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak dan kewajiban yang proporsional dan berkeadilan (sesuai undang-undang), keterbukaan, demokratis, dan bertanggunggugat. Untuk ini, maka pengembangan sistem pengelolaan kolaboratif (colabarative management ) dalam pengelolaan hutan merupakan sebuah kewajiban. Mengingat sifat-sifat biofisik, keadaan ekonomi dan sosial-budaya masyarakat dalam setiap ekosistem bersifat spesifik (berbeda satu sama lain), maka tujuan pengelolaan, rumusan macam -macam bentuk dan intensitas kegiatan pengelolaan harus ditetapkan untuk setiap kesatuan pengelolaannya dan sesuai dengan sifat -sifat biofisik, keadaan ekonomi dan sosial-budaya masyarakatnya (adaptive management).
Pendekatan Bioregion dalam Penetapan Kawasan (hutan) Konservasi
Penetapan kategori kawasan yang dilindungi pada umumnya bergantung pada pertimbangan ciri kawasan yang didasarkan pada pengkajian ciri –ciri biologis, pertimbangan keunikan ekosistem, pertimbangan keaneka ragaman dan kelimpahan jenis, pertimbangan toleransi atau kerapuhan spesies dan ekosistemnya, pertimbangan hidroorologis, pertimbangan tipe pemanfaatan kawasan dan pertimbangan kepraktisan pengelolaan. Terda pat beberapa jenis batasan yang tertuang dalam bentuk -bentuk kegiatan yang boleh dilakukan dalam suatu kawasan yang dilindungi berdasarkan tipe kawasan, antara lain: kawasan tanpa akses kecuali untuk pengelolaan perlindungan seperti pemadaman kebakaran, kegiatan penelitian ilmiah yang dibatasi pada kegiatan pengukuran dan pengamatan serta kegiatan penelitian yang menyangkut percobaan skala kecil dan pengkoleksian spesimen untuk keperluan identifikasi, penggunaan terkendali oleh pengunjung dalam artian dilarang melakukan kegiatan yang mengancam atau menganggu keadaan alam asli, pengumpulan telur, anak, atau hewan dewasa yang berkembang biak untuk industri budidaya margasatwa, pengumpulan kayu mati untuk kayu bakar dan pemanfaatan hasil hutan ikutan lainnya se perti buah dan madu, serta perburuan musiman yang terkendali.
Sepuluh kriteria berikut diadopsi dari Ratcliffe (1977)), yaitu rangkaian kriteria yang dapat digunakan untuk pertimbangan dalam memilih kawasan-kawasan yang dilindungi:
1. Ukuran. Nilai pelestarian dari suatu kawasan adalah fungsi dari ukurannya. Suatu kawasan harus memiliki kecukupan ukuran dan bentuk untuk mendukung seluruh unit ekologi atau populasi flora dan fauna yang lestari, dimana kepentingan pelestarian suatu kawasan meningkat dengan bertambahnya ukuran.
2. Kekayaan dan keanekaragaman. Kekayaan dan keanekaragaman spesies erat kaitannya dengan keanekaragaman habitat sehingga gradien ekologi harus terwakili mengingat pentingnya komunitas transisi yang mereka dukung.
3. Alami. Kawasan dengan pengaruh manusia yang sangat kecil atau kawasan - kawasan yang memiliki kemampuan khas untuk pemulihan secara alami harus dikategorikan sebagai kawasan yang bernilai tinggi.
4. Kelangkaan. Kelangkaan spesies akibat kebutuhan habitat yang sangat khusus atau akibat tekanan aktivitas manusia harus dijadikan dasar pelestarian.
5. Keunikan. Suatu kawasan harus dianggap unik apabila memperlihatkan proses alam yang khas.
6. Kerapuhan. Nilai kepekaan dari suatu habitat, spesies dan komunitas terhadap perubahan lingkungan.
7. Pelestarian plasma nutfah.
8. Daya tarik intrinstik
9. Kepentingan. Suatu kawasan mungkin perlu dilindungi karena kawasan tersebut melindungi daerah tangkapan air yang vital atau merupakan komponen habitat musiman dari spesies migran.
10. Nilai potensial. Kawasan yang pernah dikenal luar biasa tetapi rusak pada saat ini, dimana dirasakan memiliki potensi untuk polih kembali dengan pengelolaan dan perlindungan yang tepat.
No comments:
Post a Comment