Daftar

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PENYAKIT VIRUS



Pengobatan pada ternak yang terinfeksi virus tidak memberikan hasil yang efektif. Pemberian antibiotika termasuk dosis tinggi juga tidak memberikan hasil yang baik, maka tindakan pencegahan menjadi prioritas utama.  Pencegahan penyakit virus yang efektif pada hewan adalah melalui vaksinasi.

7.1 Vaksinasi
Adalah tindakan memasukkan bibit penyakit atau antigen yang sudah dilemahkan atau dimatikan virulensinya kedalam tubuh dengan tujuan menggertak tubuh agar secara aktif
membentuk zat kebal.

Vaksin
Adalah sediaan yang mengandung antigen (virus, bakteri dan protozoa), baik merupakan kuman mati ataupun hidup, yang dilumpuhkan virulensinya tanpa merusak potensi antigennya, dengan maksud untuk menimbulkan kekebalan aktif yang spesifik terhadap kuman atau toxinnya.

Ada dua jenis vaksin yang dikenal yaitu vaksin aktif dan vaksin inakif. Vaksin aktif yaitu vaksin yang mengandung virus hidup atau virus yang telah dilemahkan.Vaksin inaktif yaitu vaksin yang virusnya telah dimatikan.


VAKSIN AKTIF
  • Mengandung virus hidup atau virus yang telah dilemahkan virulensinya
  • Dibuat dengan pasase berulang-ulang pada telur ayam bertunas
  • Setelah masuk kedalam tubuh, harus berkembangbiak dalam sel target, baru kemudian menggertak terbentuknya antibodi seperti halnya pada infeksi alam.
  • Kekebalan yang terbentuk lebih cepat, tapi tidak bertahan lama, sehingga memerlukan vaksinasi ulangan.
  • Umumnya berbentuk kering beku dan dapat diberikan secara massal melalui air minum,spray, tetes mata/tetes hidung/tetes mulut dan suntikkan

VAKSIN INAKTIF
  • Mengandung virus mati yang telah dimatikan virulensinya
  • Setelah masuk kedalam tubuh tidak perlu bereplikasi, tapi langsung menggertak terbentuknya antibodi.
  • Di inaktifkan dengan penambahan Beta propiolakton (BPL), Asetil etilenimin (AEI) dan Etil etilenimin (EEI).
  • Kekebalan yang terbentuk relatif lebih lama, tetapi kekebalan yang terbentuk bertahan lebih lama.
  • Umumnya ditambahkan adjuvant, yaitu bahan tambahan yang mampu meningkatkan daya kerja mikroorganisme dalam vaksin dan juga berfungsi agar mikroorganisme dalam vaksin dilepaskan sedikit demi sedikit sehingga proses pembentukan antibodi lebih lama dan kekebalan yang terbentuk juga bertahan lebih lama.
  • Biasanya berbentuk emulsi, dan diberikan melalui suntikan intramuskuler atau sub cutan.

Aplikasi Vaksin
  1. Tetes mata / Tetes hidung
    • Dilakukan pada unggas umur 1-4 hari
    • Pelarut disediakan khusus bersama vaksin
    • Dosis 1-2 tetes, intra oculer atau intra nasal
    • Tidak mengandung maternal antibodi
    • Menggertak kekebalan lokal (Ig A), pada saluran pernapasan atas.
    • Kekebalan bertahan selama 3 minggu

  1. Melalui Air Minum
·         Air tidak boleh mengandung chlorine
·         Ayam dipuasakan 2 – 3 jam
·         Untuk memberikan hasil yang lebih baik, vaksin diberikan dalam 2 pase, dengan selang waktu 1- 2 jam.
·         Diberikan pada ayam umur lebih dari 3 minggu, untuk ampul 1000 dosis, dilarutkan dengan 10-15 lt, sehingga tiap ekor mendapatkan 10 -15 ml.
·         Untuk mencapai hasil yang lebih baik, perlu ditambahkan susu skim, dengan dosis 29 gram dalam 10 liter air.

  1. Dengan Semprotan / Spray
·         Gunakan automatic electric sprayer khusus
·         Untuk kandang terbuka, dilakukan pagi hari (early morning), atau sesudah matahari terbenam (late evening)
·         Dapat dilakukan pada unggas umur 1 hari keatas

  1. Disuntikkan
·         Dalam daging (intramuscular), dibawah kulit (sub cutan)
·         Dosis sesuai dengan jumlah pelarut
·         Dilakukan pada unggas umur 3 minggu keatas
·         Pada hewan lain sesuai dengan, jenis hewan dan jenis vaksin

Catatan :
  • Perlu diperhatikan sebelum dan sesudah vaksinasi dilakukan ” test Antibodi”
  • Aplikasi diatas mempunyai keuntungan dan kerugian. Misalnya aplikasi melalui air minum dan spray, mempunyai keuntungan tidak usah menangkap ayam satu persatu, sehingga dapat menghindari cekaman/stress, tetapi kekurangannya dosis vaksin tidak merata untuk setiap individu.
  •  Sedangkan aplikasi melalui suntikan, dapat memberikan dosis vaksin dengan tepat, tetapi kekurangannya dapat menimbulkan cekaman sehingga mengganggu respon imun.

7.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan   Vaksinasi

  1. Faktor vaksinnya
  2. Faktor hewannya
  3. Faktor Vaksinatornya



1. Faktor Vaksinnya
    Untuk mengetahui mutu / kualitas vaksin perlu dilakukan uji vaksin seperti :
·         Kevakuman
Kevakuman vial vaksin dapat diuji dengan electrotester coil dalam ruang gelap. Bila  sinar ultra violet masuk kedalam vial, berarti vial vaksin vakum.
·         Fisik
Dilakukan pemeriksaan warna, bau dan keutuhan vaksin yang dibeku keringkan (freese dried) serta daya larutnya dalam bahan pengencer.
·         Sterilitas
Diuji dengan cara membiakkan vaksin yang telah diencerkan pada media blood agar dan Mc conkey agar dan setelah diinkubasikan  24 jam media diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya koloni kuman kontaminan.
·         Identifikasi
Vaksin ditumbuhkan pada telur ayam berembrio, kemudian cairan alantoisnya         diuji dengan uji HA dan selanjutnya diidentifikasi dengan uji HI menggunakan antisera .
·         Kandungan Virus (Virus Content)
Kandungan virus dalam vaksin, dapat diketahui dengan cara menentukan Embrio Infective Doses 50 % (EID50) pada telur ayam berembrio dengan metode Reed dan Muench.
·         Keamanan (Safety)
Dengan mengamati keadaan ayam-ayam yang telah divaksin, terhadap timbulnya gejala-gejala klinis.
·         Potensi
Dengan memeriksa serum darah hewan yang telah divaksin, dengan uji HI untuk mengetahui adanya titer antibodi.

  1. Faktor Hewannya
    • Maternal antibodi
Vaksinasi pada hewan yang masih memiliki kekebalan asal vaksinasi    sebelumnya / kekebalan bawaan (maternal antibodi) yang masih tinggi, tidak akan memberikan kekebalan yang sempurna karena akan terjadi netralisasi vaksin.

·         Kondisi kesehatan ayam
 Vaksinasi pada hewan yang terinfeksi parasit berat, stress, malnutrisi,                     sakit atau dalam masa inkubasi penyakit, akan mengganggu respon imun.
Bahkan vaksinasi akan memicu terjadinya gejala klinis, yang memang sudah terserang penyakit.

·         Ganguan pembentukan kekebalan
Pertama karena ternak secara genetis tidak mampu membentuk kekebalan. Ke dua ternak sebenarnya mampu membentuk kekebalan, tapi proses pembentukan kekebalan tertekan. Gangguan ini terjadi karena adanya faktor immunosupressant. Immunosupressant adalah semua hal yang dapat menekan kerja sistem pertahanan tubuh sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Faktor-faktor penyebab immunosupressant ;
                              -Penyakit infeksius
                                      Sebagian besar penyebabnya adalah virus.   Misalnya Gumboro, Marek, Limphoid leukosis, Reticuloendotheliosis, Inclusion Body Hepatitis. Disebabkan oleh bakteri; E. Coli dan Koksidiosis.

                                      -Tidak infeksius
                                        Bisa terjadi karena : tatalaksana pemeliharaan yang jelek, stress,       racun jamur yang sering terdapat pada ransum yang lembab, antibiotika yang bekerja mengganggu sintesa protein bakteri.

2.      Faktor Vaksinatornya
Vaksinator harus memiliki dasar-dasar ilmu kedokteran hewan. Khususnya ilmu imunologi. Vaksinasi tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang. Vaksinator yang tidak memiliki dasar ilmu kedokteran hewan akan merusak program vaksinasi.
Vaksinator harus memahami cara :
-          memilih vaksin
-          mengangkut vaksin
-          mencampur/melarutkan vaksin
-          aplikasi vaksin
-          dosis vaksin
-          monitoring hasil vaksinasi
-          mengetahui gejala klinis penyakit

No comments:

Post a Comment

Budayakan Berkomentar Atau Bertanya
Silahkan Komentar Di Sini.
Tidak Perlu Mangetik Kata Captcha