Infectious Bursal Desease (IBD) atau Penyakit
Gumboro
pada Ayam
Infectious
Bursal Desease (IBD) adalah suatu penyakit viral yang bersifat akut dan sangat
menular yang menyerang ayam muda, terutama umur 4-6 minggu (Tabbu, 2000).
IBD ditandai dengan depresi yang hebat, disamping itu bersifat imunosupresif
yaitu depresi pembentukan antibodi humoral karena terjadi kerusakan sel limfoid
bursa fabricius (Sumaryani dkk., 1999), dan lebih ringan dalam organ limfoit
lain (Butcher and Miles, 1995).
IBD
pertamakali dilaporkan oleh Cosgrove pada tahun 1962 di daerah Gumboro, Delaware, USA
yang kemudian menamakanya sebagai penyakit Gumboro. Penyakit Gumboro menyerang
semua jenis ayam dan jenis unggas lainya, misalnya kalkun (Lukert and Davis,
1979). Agen penyebab penyakit telah berhasil diisolasi oleh Winterfield
pada tahun 1962 (Lukert and Saif, 1997) yang membedakan dengan penyakit yang
telah dikenal sebelumnya sebagi nephroptic infectious bronchitis akibat inveksi
virus pada ayam. Istilah Infectious bursal diusulkan oleh Hitchner (1970).
A. Etiologi
Infectious
Bursal Desease disebabkan oleh virus yang tidak beramplop dan berbentuk simetri
icosahedral dengan diameter antara 55 – 60 nm (Hirai and Shimakura,
1974). Dobos et al (1979) mengelompokan virus IBD kedalam famili
Birnaviridae, genus Birnaviridae, merupakan ds RNA bersegmen dan hanya memiliki
2 segmen. Virus ini mempunyai kapsid yang mengandung empat struktural protein
(Nick et al., 1976, Dobos et al., 1979), yang tersusun
menjadi 32 kapsomer (Hirai et al., 1979).
Mcferran et
al. (1980) melaporkan adanya 2 serotipe virus IBD, yaitu serotipe 1 dan 2.
Virus IBD klasik telah dikenal sebagai serotipe 1, sedangkan serotipe 2 dapat
berasal dari virus IBD yang ditemukan pada kalkun maupun ayam (Ismail et
al., 1988). Serotype 1 patogenik sedang serotype 2 tidak patogenik untuk ayam
(Brown and Grieve, 1992). Menurut Tabbu (2000), tidak ada isolat virus serotipe
2 yang bersifat virulen pada ayam. Virus IBD serotipe 2 dapat diisolasi
dari ayam dan kalkun dan sejauh ini tidak menimbulkan penyakit pada kedua jenis
unggas tersebut.
Sifat Virus
Lukert
dan Hitchner (1984) melaporkan bahwa virus IBD merupakan virus yang sangat
stabil, tahan terhadap ether 20% dan chloroform 5% untuk 18 jam pada suhu 4oC
(Benton et al., 1967b). Virion relatif tahan panas, dan infektivitasnya tahan
terhadap pendedahan pada pH 3 (Fenner et al., 1987), agen virus ini
relatif tahan terhadap radiasi sinar ultrra violet dan inaktivasi patodynamik
(Petek et al., 1973). Menurut Cho dan Edgar (1969) Virus IBD dapat
bertahan pada suhu 60oC selama 90 menit dan dapat bertahan pada suhu
kamar 25oC selama 21 hari. Dalam litter kandang virus IBD dapat
bertahan selama 60 hari (Vindevogel et al., 1976). Virus IBD sangat
tahan terhadap agen fisik maupun kimia dan dapat bertahan pada suhu 50oC
selama 5 jam (Benton et al., 1967b). Virus ini masih dapat hidup pada
suhu 600 C, tetapi akan mati pada suhu 700 C dalam waktu
30 menit (Landgraf et al. 1967). Inaktif pada pH 12 tetapi
masih stabil pada pH 2 (Gordon, 1977). Virus ini tahan terhadap disinfektan
amonium kuartener dengan konsentrasi 1000 ppm, campuran dengan kandungan
phenolic 5% zat asam karbol 1% pada suhu 30oC untuk 1 jam (Benton et
al., 1967a). Chloramin merupakan Inaktivator IBDV yang efektif (Landgraf
et al., 1967). Jackwaood et al. (1996) keberhasilan inaktivasi
IBDV menggunakan campuran yang terdiri Phenol, Chloroform, Isoamil alkohol dengan perbandingan
25:24:1. Virus juga dapat diinaktivasi menggunakan hidrogen peroksida 10%
(Ahad, 2002) dan dengan sodium hidroksida pada suhu 40oC (Shirai et
al., 1994).
Epidemiologi
Infectious
Bursal Desease (IBD) umumnya menyerang ayam pada umur 3-6 minggu (Lukert and
Saif, 1997), bahkan bisa juga terjadi pada anak ayam yang baru menetas (Fadley
and Nazerian, 1983). Penyakit ini juga telah dilaporkan terjadi pada ayam
yang telah berumur diatas 20 minggu (Okoye and Uzoukwu, 1981). Semua bangsa
ayam dapat terinfeksi namun reaksi dengan mortalitas tertinggi terjadi pada
jenis White leghorn (Lukert and Saif, 1997). Mortalitas akibat inveksi
virus IBD pada berbagai bangsa ayam beragam antara 13-85 % (Ahad, 2002).
Mortalitas akibat virus IBD pada berbagai peternakan berkisar antara 1-40 %
pada ayam pada ayam broiler dan 2-40 % pada ayam layer (Kurade et al.,
2000). Akan tetapi menurut Meroz (1966), tidak ada perbedaan mortalitas
yang signifikan pada berbagai bangsa ayam. Infeksi alami pada kalkun dan bebek
telah dilaporkan (Mcferran et al., 1980). Penyakit menyebar
dengan cepat melalui kontak langsung karena sifat alami virus yang sangat
kontagius (Benton et al., 1967a). Penularan virus IBD melalui
telur (dari induk ke anak) atau adanya ayam yang bertindak sebagai carrier
belum terbukti secara jelas (Tabbu, 2000). Pakan ternak yang tercemar dengan
virus IBD dapat menjadi perantara penularan penyakit(Yongshan et al.,1994).
Arthropoda seperti nyamuk, Rodentia misalnya tikus mungkin mempunyai peranan
dalam penularan virus IBD walaupun bukti yang jelas belum ada (Tabbu, 2000).
B.
Lingkungan
Di Indonesia, tingkat kesakitan akibat penyakit
ini mencapai 100% sedangkan tingkat kematian hingga 30% pada ayam pedaging dan
60% pada ayam petelur (Ignatovic et all., 2003). Beberapa faktor yang
menyebabkan Gumboro masih sering mengincar di peternakan adalah Sanitasi dan Desinfeksi Kandang
yang Tidak Optimal, Minimnya Monitoring
Level dan Kesegaraman Antibodi Maternal, Aplikasi Vaksinasi yang Kurang
Tepat, Kualitas air tidak
sesuai (mengandung logam berat, sadah, pH tidak netral, terkontaminasi bahan
kimia seperti desinfektan/klorin), Tempat minum yang berisi vaksin terpapar sinar
ultraviolet dari sinar matahari, terlalu dekat brooder sehingga
menyebabkan kerusakan virus vaksin, Manajemen
Brooding yang Tidak Optimal, Adanya Faktor Immunosuppressant yang
Mempengaruhi Keberhasilan Vaksinasi.
Boleh minta dapusnya gaa
ReplyDeleteBoleh minta dapusnya gaa
ReplyDelete