Etiologi atau penyebab penyakit mareks ini adalah virus DNA. Penyakit ini dapat menyerang semua jenis ternak unggas. Pada ayam, penyakit mareks menyerang ayam-ayam umur muda, setelah ayam berumur 3 minggu atau berkisar 1 sampai dengan 4 bulan. Sedangkan pada ayam dewasa jarang sekali dijumpai. Penyakit mareks tersebar di seluruh dunia, baik yang beriklim tropis mupun sub tropis, termasuk di Indonesia. Apabila ayam terinfeksi oleh virus mareks, maka virus ini akan masuk melalui kulit ke dalam tubuh ayam dan biasanya melalui kulit-kulit yang kotor oleh debu atau kotoran lainnya, terutama debu-debu kandang. Karena itulah kandang diusahakan harus selalu bersih dari debu-debu dan bulu-blulu bekas pada saat molting (Anonim2., 2008).
Hospes alami yang penting untuk MD adalah ayam; disamping itu, juga
dapat ditemukan pada kalkun dan burung puyuh. Berbagai spesies avian
misalnya burung merak, burung dara, itik, angsa, burung kenari, burung
hantu juga diperkirakan dapat terserang oleh MDV sehubungan dengan
adanya lesi makroskopik maupun mikroskopik yang menciri untuk MD. Faktor
pendukung yang tinggi untuk kejadian di lapangan adalah kemampauan dari
MDV untuk hidup dalam tubuh ayam yang terinfeksi secara terus-menerus
dan ketahanan virus tersebut yang tinggi di lingkungan. Sejenis kumbang
(Alphitobius diaperinus) dilaporkan sebgai vektor mekanik dari MDV dan
dapat membawa virus tersebut selama beberapa minggu (Tabbu., 2000).
Marek’s disease (MD) herpesvirus (MDV) pada unggas diketahui sebagai
virus onkogenik alami yang menyebabkan limfoma pada sel T. Identifikasi
sel yang mengalami transformasi pada MD memberi kesempatan secara
menyeluruh untuk menjelaskan patogenesis MD dan tingginya nilai kegunaan
MD sebagai model pada penelitian onkologi virus herpes (Burges dan
Davison 2002). Infeksi MDV pada ayam dapat dijadikan sebagai model
infeksi virus herpes onkogen untuk hewan lain (Anonim3., 2009).
Periode infeksi MDV meliputi tiga bentuk, yaitu infeksi akut (produktif)
yang menimbulkan lisis sel limfosit B dan limfosit T, infeksi laten
yang bersifat non-produktif, dan infeksi transforming, yaitu
transformasi gen pada limfosit T. Pada infeksi produktif terjadi
replikasi DNA virus, sintesis protein yang menghasilkan partikel virus
secara lengkap. Virus menginfeksi, merusak, dan membunuh limfosit B
maupun limfosit T. Selama infeksi terjadi sitolisis sehingga pada puncak
replikasi virus terjadi imunosupresi dan peningkatan sensitivitas inang
pada infeksi bersamaan dengan penurunan bobot relatif bursa Fabricius
dan timus (Anonim3., 2009).
Pada infeksi laten tidak terjadi replikasi DNA, transkripsi, maupun sintesis protein. Kejadian ini dialami pada infeksi MDV serotipe 2 dan 3 non-onkogen. Sel T yang terinfeksi bisa berubah menjadi infeksi laten atau bisa merespons onkogenesitas gen virus yang mengalami transformasi. Infeksi transforming hanya terjadi pada sel yang terinfeksi oleh MDV serotipe 1. Beberapa subset limfosit T, yaitu CD4 dan CD8 merupakan target transformasi karena bagian tersebut berperan sebagai tempat perlekatan awal infeksi sitolisis (Anonim3., 2009).
Pada infeksi laten tidak terjadi replikasi DNA, transkripsi, maupun sintesis protein. Kejadian ini dialami pada infeksi MDV serotipe 2 dan 3 non-onkogen. Sel T yang terinfeksi bisa berubah menjadi infeksi laten atau bisa merespons onkogenesitas gen virus yang mengalami transformasi. Infeksi transforming hanya terjadi pada sel yang terinfeksi oleh MDV serotipe 1. Beberapa subset limfosit T, yaitu CD4 dan CD8 merupakan target transformasi karena bagian tersebut berperan sebagai tempat perlekatan awal infeksi sitolisis (Anonim3., 2009).
Virus penyebab tumor disebut virus onkogen dan gen yang ada pada virus
disebut viral oncogen (V-onc) yang homolog dengan sekuen DNA pada gen
seluler inang, yaitu proto oncogen (C-onc) yang dapat berinteraksi
dengan gen virus. Terjadinya transformasi pada gen seluler inang oleh
gen virus bergantung pada resistensi seluler inang, virulensi virus
penyebab, dan kehadiran substansi kimia penyebab tumor, yaitu bahan
karsinogen yang menginduksi terjadinya mutasi (Anonim3., 2009).
Ayam dalam kondisi normal memproduksi radikal bebas (prooksidan) sebagai
proses fisiologis yang seimbang dengan antioksidan endogen yang
tersedia. Infeksi MDV pada ayam diawali sitolisis pada limfosit B dan
limfosit T, ayam memberikan respons imun yang didahului oleh respons
imun non-spesifik, yaitu fagositosis oleh makrofag dan neutrofil yang
menghasilkan bahan penghancur mikroorganisme patogen berupa peningkatan
produksi radikal bebas yang memiliki efek samping, yaitu kerusakan
molekul-molekul pada sel sehingga menimbulkan sitolisis termasuk pada
limfosit B dan limfosit T. Radikal bebas merupakan bahan karsinogen yang
menimbulkan mutasi gen sehingga dapat menginduksi terjadinya kanker.
Tekanan oksidatif diinduksi secara luas oleh faktor lingkungan termasuk sinar ultraviolet, serangan patogen, reaksi hipersensitif, kerja herbisida, dan kekurangan oksigen. Spesies oksigen reaktif (ROS), hidrogen peroksida (H2O2), dan superoksida (O2-) dihasilkan oleh sejumlah reaksi seluler yang dikatalisis oleh besi (Fe-2) dan reaksi enzimatik seperti lipooksigenase, peroksidase, NADPH oksidase, dan santin oksidase. Sejumlah komponen seluler yang peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas adalah lipid, yaitu peroksidasi pada asam lemak tidak jenuh pada membran, denaturasi protein dan asam nukleat. Pembentukan ROS dapat dicegah oleh antioksidan (Anonim3., 2009).
Tekanan oksidatif diinduksi secara luas oleh faktor lingkungan termasuk sinar ultraviolet, serangan patogen, reaksi hipersensitif, kerja herbisida, dan kekurangan oksigen. Spesies oksigen reaktif (ROS), hidrogen peroksida (H2O2), dan superoksida (O2-) dihasilkan oleh sejumlah reaksi seluler yang dikatalisis oleh besi (Fe-2) dan reaksi enzimatik seperti lipooksigenase, peroksidase, NADPH oksidase, dan santin oksidase. Sejumlah komponen seluler yang peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas adalah lipid, yaitu peroksidasi pada asam lemak tidak jenuh pada membran, denaturasi protein dan asam nukleat. Pembentukan ROS dapat dicegah oleh antioksidan (Anonim3., 2009).
Pada tanaman beberapa senyawa fenolik merupakan antioksidan potensial:
flavonoid, tanin, dan lignin merupakan precursor yang bekerja pada
penangkapan senyawa ROS. Mekanisme penyerangan oleh radikal bebas
termasuk ROS menginduksi peroksidasi pada asam lemak yang memiliki
beberapa ikatan rangkap pada membran sel lipid bilayer yang menyebabkan
reaksi berantai peroksidasi lipida sehingga terjadi kerusakan pada
membran sel, oksidasi pada lipida membran dan protein, yang menyebabkan
kerusakan pada bagian-bagian dari sel termasuk DNA (Anonim3., 2009).
Pada saat ini penggunaan antioksidan sintetik seperti Torlok C, Prowl galat, dan mono-tertiery-butyl-hidroquinone (TBHQ) sedang mendapat perhatian karena mempunyai efek mengurangi kerusakan oksidatif, namun mempunyai aktivitas yang dapat merugikan konsumen, antara lain gangguan fungsi hati, paru-paru, mukosa usus, dan keracunan. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya dipilih memanfaatkan antoksidan alami (Anonim3., 2009).
Pada saat ini penggunaan antioksidan sintetik seperti Torlok C, Prowl galat, dan mono-tertiery-butyl-hidroquinone (TBHQ) sedang mendapat perhatian karena mempunyai efek mengurangi kerusakan oksidatif, namun mempunyai aktivitas yang dapat merugikan konsumen, antara lain gangguan fungsi hati, paru-paru, mukosa usus, dan keracunan. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya dipilih memanfaatkan antoksidan alami (Anonim3., 2009).
Sejumlah komponen seluler yang sensitif terhadap kerusakan yang
diakibatkan oleh radikal bebas adalah peroksidasi asam lemak tidak jenuh
pada bio-membran, denaturasi protein, karbohidrat, dan asam nukleat.
Pada tumbuhan beberapa senyawa fenolat yang merupakan antioksidan kuat,
yaitu flavonoid, tanin, dan lignin yang berfungsi sebagai prekursor
menangkap (scavenger) senyawa radikal oksigen (ROS). Antioksidan bekerja
secara bersama-sama dan berurutan pada reaksi redoks. Flavonoid telah
menunjukkan perannya sebagai antioksidan, antimutagenik, antineoplastik,
dan vasodilatator. Potensi antioksidan flavonoid pada kerusakan
oksidatif yang ditimbulkan oleh semua proses penyakit menyebabkan
flavonoid layak digunakan untuk pengendalian sejumlah penyakit
(Anonim3., 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1., 2008. Penyakit Marek’s Pada Unggas. http://www.vet-klinik.com/Perunggasan/marek-s-pada-unggas.html. Diakses Pada Tanggal; 9/5/2009 2:57:40 PM
Anonim2., 2008. Cara Atasi Marek’s. http://simalungunboy.blog.friendster.com/2008/02/cara-atasi-mareks/. Diakses Pada Tangga; 9/5/2009 2:49:59 PM
Anonim3., 2009. Pengaruh Ekstrak Benalu Teh Scurrula Oortiana Pada Fenomena Imunologis Dan Risiko Kanker Pada Ayam Yang Diinfeksi Herpesvirus MDV Onkogen. http://keset.wordpress.com/2008/09/13/penyakit-mareks-pada-unggas/. Diakses Pada Tanggal; 9/5/2009 2:57:01 PM
Quinn., P.J.; Markey., B.K.; Carter., M.E.; Donnely., W.J.C.; Leonard., F.C.; Maghire., D. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Dublin. Irlandia: Blackwell Science
Tabbu., C. R. 2000. Penyakit Ayam Dan Penanggulangannya. Volume 1. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 248-252, 284, 296, & 315.
Anonim1., 2008. Penyakit Marek’s Pada Unggas. http://www.vet-klinik.com/Perunggasan/marek-s-pada-unggas.html. Diakses Pada Tanggal; 9/5/2009 2:57:40 PM
Anonim2., 2008. Cara Atasi Marek’s. http://simalungunboy.blog.friendster.com/2008/02/cara-atasi-mareks/. Diakses Pada Tangga; 9/5/2009 2:49:59 PM
Anonim3., 2009. Pengaruh Ekstrak Benalu Teh Scurrula Oortiana Pada Fenomena Imunologis Dan Risiko Kanker Pada Ayam Yang Diinfeksi Herpesvirus MDV Onkogen. http://keset.wordpress.com/2008/09/13/penyakit-mareks-pada-unggas/. Diakses Pada Tanggal; 9/5/2009 2:57:01 PM
Quinn., P.J.; Markey., B.K.; Carter., M.E.; Donnely., W.J.C.; Leonard., F.C.; Maghire., D. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Dublin. Irlandia: Blackwell Science
Tabbu., C. R. 2000. Penyakit Ayam Dan Penanggulangannya. Volume 1. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 248-252, 284, 296, & 315.
No comments:
Post a Comment
Budayakan Berkomentar Atau Bertanya
Silahkan Komentar Di Sini.
Tidak Perlu Mangetik Kata Captcha