1. Etiologi
Penyebab
ringworm ialah cendawan dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidemofhyton, Microspiton dan Trichophyton. Cendawan dermatofit
penyebab ringworm menurut taksonomi tergolong fungi imperfektin, karena
pembiakannya dilakukan secara aseksual, namun ada juga yang secara seksual
tergolong Ascomycetes.
Divisi
: Amastigomycotina.
Sub-Divisi : Ascomycotin
Klas
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Family : Moniliaceae
Genus : Microsporum,
Trichophyton
Species : M. canis,
M. gypseum, T.mentagrophytes
Penyebab ringworm
pada sapi adalah jamur dermatofit yaitu jamur dari genus Trichophyton dan spesies Trichophyton verrucosum, T.
mentagrophytes dan T. megninii .
Salah satu gangguan
kesehatan pada kulit yang sering terjadi pada sapi bali dapat disebabkan oleh
infeksi jamur. Penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur ini dikenal
juga dengan istilah dermatomikosis (dermatophytes). Penyakit kulit oleh infeksi
jamur / dermatomikosis yang terjadi pada sapi diantaranya yaitu ringworm.
Ringworm merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum pada sapi.
Trichophyton spp. dan Microspoum spp., merupakan 2 jenis jamur yang menjadi
penyebab utama ringworm. Jamur tersebut hidup pada permukaan tubuh pada keratin
dari kulit, kuku, rambut, bulu, maupun tracak. Penyakit ringworm ini dapat
menular dari hewan penderita ke hewan sehat serta ke manusia (zoonosis).
2. Epidemiologi
Sebaran geografis
keberadaannya cukup luas, namun kejadian ringworm lebih sering di negara –
negara yang beriklim tropis atau dingin, karena dalam bulan – bulan musim
dingin, hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung, juga
sering bersama – sama di kandang, sehingga kontak langsung diantara sesama
individu lebih banyak terjadi. Penyebaran spora, yang dapat tahan
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dapat berlangsung secara kontak langsung
atau tak langsung maupun melalui udara. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena
kontak langsung dengan hewan atau patahan bulu yang terinfeksi.
Pada sapi, ringworm
umumnya terjadi pada sapi muda dengan morbiditas sampai 40%. Hal ini mungkin
disebabkan oleh pH kulit yang lebih tinggi pada usia pedet dan pada individu
dewasa kulit sudah memiliki kekebalan (innate immunity). Ringworm pada sapi
umumnya berkaitan dengan masalah kebersihan kandang dan kebersihan sapi itu
sendiri. Scott (1988), menyatakan bahwa lingkungan adalah sumber utama penyakit
jamur yang lebih sering terjadi di saat musim hujan pada hewan yang
dikandangkan.
3. Patogenesis
Ringworm
pada sapi lebih banyak diderita oleh hewan muda daripada yang dewasa. Hal ini
disebabkan karena pada hewan dewasa telah terbentuk kekebalan. Perubahan klinis
dimulai dengan eritema, kemudian diikuti dengan eksudasi, panas setempat, dan
terjadinya alopecia. Spora
jamur penyebab ringworm dapat melekat pada bagian tubuh tertentu melalui kontak
langsung atau tak langsung maupun melalui udara. Kemudian spora jamur penyebab
ringworm tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin seperti kulit, rambut dan
kuku. Hal
ini disebabkan karena ringworm menggunakan keratin sebagai sumber makanan
(keratinophilic/keratinofilik). Jamur penyebab infeksi parasit (dermatophytes) ini
memakan keratin, yaitu material yang terbentuk di lapisan terluar dari kulit,
rambut dan kuku. Jamur penyebab ringworm ini menghasilkan enzim seperti asam
proteinase, elastase, keratinase dan proteinase lain yang merupakan penyebab
keratinolisis/keratinolitik. Infeksi ringworm dapat dimulai dari kulit kepala,
selanjutnya dermatofita tumbuh ke bawah mengikuti dinding keratin folikel
rambut. Infeksi pada rambut berlangsung tepat di atas akar rambut. Sebagian
memasuki batang rambut (endotrix), membuat rambut mudah patah di dalam atau
pada permukaan folikel rambut / black dot ringworm.
Pertumbuhan
ringworm bersifat mengarah ke dalam karena toksin yang dihasilkan menyebabkan
jaringan yang hidup, epidermis, dan dermis yang kaya pembuluh darah, berusaha
melawan allergen yang berbentuk toksin tersebut hingga terjadi radang kulit. Karena
jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha meluas ke pinggir lesi,
hingga akhirnya terbentuk lesi yang berupa lesi yang bulat atau sirkuler
berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami kesembuhan.
4. Gejala
Klinis
Pada sapi di bagian permukaan kulit
dan bulu yang terinfeksi akan ditemukan adanya lesi berbentuk bulatan-bulatan
seperti cincin dalam berbagai ukuran dan berwarna keputih-putihan, yang dalam
keadaan intensif dapat disertai dengan adanya kerak-kerak peradangan dan
kerontokan bulu. Lesi ini dapat ditemukan pula di daerah kepala, leher dan
bahu. Pada sapi tidak dijumpai tanda-tanda kegatalan, hewan yang parah tubuhnya
sangat kurus dan tidak ada nafsu makan.
Perubahan klinis
ringworm bervariasi pada berbagai jenis hewan dan gambaran yang dihasilkan oleh
satu spesies jamur mungkin bervariasi untuk spesies ternak yang sama, hal
tersebut mungkin disebabkan oleh kemampuan hewan bereaksi secara imunologik.
Gejala klinis yang
teramati dari kasus ringworm pada sapi adalah kulit bewarna kemerahan, keropeng
dengan bentukan sisik - sisik dan penebalan, lesi terdapat di kepala, leher,
dekat mata atau mulut, pangkal ekor, bahu atau di tempat lain dari tubuh serta
alopesia. Lesi berbentuk bulatan – bulatan seperti cincin dalam berbagai ukuran
dan berwarna keputih – putihan yang dalam keadaan intensif dapat disertai
dengan adanya kerak – kerak peradangan. Hal ini sejalan dengan Al-Ani et. al
(2002) yang menyatakan bahwa dari 115 ekor sapi pada penelitiannya yang
menderita penyakit ringworm menunjukkan gejala klinis berupa lesi berbentuk
bulat, berbatas, berwarna putih keabuan dan lesinya kasar. Timbulnya alopesia
dapat bersifat lokal maupun meluas kebagian tubuh yang lainnya. Secara lokal,
kebanyakan rambut yang rontok mempunyai kaitan dengan penyakit kulit, eczema,
skabies, demodekosis maupun dermatomikosis.
5. Diagnosa
Penyakit ini dapat dikelirukan
dengan lesi yang diperlihatkan seperti infeksi bakteri dan dermatitis lainnya,
namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan tidak adanya tanda-tanda
kegatalan dapat memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit ringworm (Scott,
1988).
Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan
kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan pemeriksaan langsung
dengan mikroskop atau dengan membuat biakan pada media. Pemeriksaan langsung
mikroskop dengan cara membuat preparat native yang diberikan potasium hydroxide
(KOH) 10% kemudian diamati dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan
400x. Dari
kerokan kulit dan folikel rambut yang diperiksa secara mikroskopik dengan
pewarnaan laktofenol cotton biru ditemukan endotrik dan eksotrik serta
diidentifikasi sebagai Trichophyton verrucosus dan Trichophyton mentagrophyte. Pada biakan/kultur media, sampel yang
diambil dari hewan suspect ringworm diberikan KOH 20% dan ditumbuhkan pada
media Sabouraud Glucose Agar (SGA) yang ditambah chloramphenicol dan
cycloheximide untuk menghambat kontaminasi bakteri dan jamur saprofic. Media di
inkubasi selama 4 minggu dengan temperatur 28 sampai 30ÂșC (Ozkanlar et al,
2009).
Pemeriksaan ringworm
juga dapat dilakukan dengan metode Wood’s Lamp / Wood’s light. Subroto (2003), menyatakan
bahwa jamur – jamur M. canis, M. distortum dan M. audouinii memberikan
flouresensi hijau kekuningan apabila terkena sinar ultraviolet (Wood’s light).
6. Diagnosa
Banding
Lesi ringworm perlu dibedakan dari lesi akibat
gigitan serangga, urtikaria, infeksi oleh kuman dan seborrhea (Subronto, 2003).
7. Pengobatan
Meski secara alamiah dapat sembuh
sendiri namun pengobatan pada hewan penderita harus dilakukan. Pada beberapa kasus,
ringworm dapat sembuh sendiri sekitar satu sampai tiga bulan terkecuali sapi
mengalami kelemahan akibat infeksi parasit lain, kekurangan gizi dan lain –
lain. Mekanisme
secara alamiah untuk menghilangkan infeksi ringworm dapat terjadi akibat
berhentinya produksi keratin sebagai akibat dari reaksi peradangan. Terdapat
beberapa kelompok obat dengan berbagi cara dapat dipakai untuk menghilangkan
ringworm, yaitu obat Iritan bekerja untuk membuat reaksi radang sehingga tidak
terjadi infeksi dermatofit, obat keratolitik bekerja untuk menghilangkan
ringworm yang hidup pada stratum korneum dan obat fungisidal yang secara
langsung merusak dan membunuh ringworm. Pengobatan dapat dilakukan secara
sistemik dan topical. Secara sistemik dapat diberikan preparat griseofulvin
dengan dosis 7,5 - 10 mg/kg secara PO satu kali sehari. Secara topikal
menggunakan mikonazol 2 % (Chermette et al, 2008) atau salep yang mengandung
Asam benzoat 6 g, asam salisilat 3 g, sulfur 5 g, iodine 4 g and vaseline 100
g.
Menurut Subronto
(2003), menyatakan bahwa secara farmakologik obat – obat ringworm dibedakan ke
dalam 5 golongan yaitu :
1. Iritansia, yang menghebatkan proses radang
2. Keratolitikum, yang meluruhkan dan menghilangkan
keratin
3. Fungistatikum, yang menahan pertumbuhan jamur
lebih lanjut
4. Fungisid, yang membunuh jamur secara langsung
5. Obat yang menghentikan pertumbuhan rambut, hingga
keratin juga tidak terbentuk.
8. Pencegahan
Salah satu cara yang efektif untuk
pencegahan adalah meningkatkan kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana
pemeliharaan. Kandang sapi harus sering dijaga kebersihannya dengan
membersihkan secara teratur, sapi diberikan konsentrat, rumput dan vitamin
seperlunya. Pencegahan
terjadinya penyebaran penyakit ringworm dapat juga dilakukan dengan cara
mengisolasi hewan yang terinfeksi ringworm agar tidak terjadi kontak dengan
hewan sehat dan vaksinasi. Upaya pengembangan vaksin ini untuk vaksinasi dalam
mencegah jamur dermatofitosis pada spesies hewan yang berbeda telah dimulai
lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Pengenalan sebuah vaksin hidup berisi
LTF-130 strain T. verrucosum terhadap dermatofitosis bovine (Ringvac) digunakan
dalam pemberantasan penyakit di negara di mana vaksinasi bisa diterapkan dengan
skala yang luas dan sistematis.
Vaksinasi dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ringworm. Mekanisme kerja vaksin
adalah pengaktifan sel Th1 yang merangsang Cellular
Mediated Immunity (CMI) yang ditandai dengan pelepasan cytokines interferon-c (IFN-c),
interleukin 12 (IL-12), and IL-2 oleh sel epitel
skuamosa yang merupakan sel utama epidermis (Lund and DeBoer, 2008). Vaksinasi
adalah pencegahan yang baik pula, namun relatif mahal (Chermette et al, 2008).
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan &
Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis.
Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Boel., T. 2009. Mikosis superficial. Fakultas
kedoteran gigi. Universitas Sumatera Utara.
Ahmad R Z. 2005. Permasalahan Dan Penanggulangan Ringworm Pada hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai
Penelitian Veteriner. Bogor. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkzo05-47.pdf
Al-Ani F. K., F. A. Younes, and O. F. Al-Rawashdeh.
2002. Ringworm Infection in Cattle and
Horses in Jordan. Acta Vet. Brno :71: 55-60. http://vfu-www.vfu.cz/acta-vet/vol71/pdf/71_055.pdf
Lund. A and D. J. DeBoer. 2008. Immunoprophylaxis of
Dermatophytosis in Animals. Mycopathologia. Springer Science and Business Media
B.V. http://www.springerlink.com/content/6241w828q4374715/fulltext.
Ozkanlar Y., M. S. Aktas and E. Kirecci. 2009. Mycozoonosis Associated with Ringworm of Calves in
Erzurum Province Turkey. Department of Internal Medicine, Faculty of Veterinary
Medicine, AtatĂŒrk University. Erzurum - TURKEY