Ascarisis adalah suatu penyakit parasit yang disebabkan oleh genus
Ascaris sp., dimana parasit dapat
menyerang ternak babi, kuda, sapi, kambing, domba, anjing dan ayam. Cacing ini
predeleksinyapada usus halus ternak. Adapun penyebab dari ascariasis pada
masing-masing ternak adalah :
-
Babi disebabkan oleh Ascaris
suum
-
Sapi, kambing dan domba : Ascaris/Toxocara vitolorum
-
Kuda ------à Ascaris equorum
-
Anjing -----à Toxocara canis
-
Kucing -----à Toxocara cati
Cara Penularan
Penularan Ascariasis pada ternak dapat melalui beberapa cara :
-
Makanan atau minuman yang
tercemar telur infektif (L2) pada Anjing, Babi, kuda,sapi dan domba.
Pada anjing dan
kucing penularan dapat juga melalui :
-
Melalui air susu yaitu hewan
terinfeksi atau anak terinfeksi bila induknya menderita ascariasis (larva
dormant)
-
Secara
prenatal (kecuali pada kucing tidak bisa
secara prenatal) yaitu anak terinfeksi melalui placenta. Pada migrasi larva
melalui sirkulasi sistemik larva menuju jaringan somatik . didalam jaringan ini
larva menetap tanpa berkembang dan larva ini kemudian dapat melalui plasenta
dari induk bunting kepada anak yang sedang berkembang didalam uterus. Hal ini
dapat terjadi akibat reaktivasi infeksi larva somatik yang laten pada induknya.
-
Inang
paratenik (terjadi pada anjing) seperti tikus dan ular, bila telur infektif
termakan oleh inang paratenik, maka larva akan tinggal dalam otot. Bila tikus
itu termakan oleh anjing maka larva akan menjadi dewasa dalam waktu 3 minggu.
Sumber infeksi
Ascariasis pada anjing adalah :
1.
Lingkungan yang tercemar :
lingkungan merupakan tempat perkembangan telur menjadi stadium infektif
sehingga lingkungan yang tercemar feses yang mengandung telur infektif (L2)
merupakan sumber penularan pada anjing.
2. Larva dorment (somatik ) pada otot : induk yang mengandung larva
yang bersifat dormant merupakan sumber penularan bagi anak baik secara prenatal
maupun secara colustrum (laktogenik). Dimana pada saat bunting atau melahirkan larva yang dormant akan aktif
termobilisasi karena pengaruh hormonal.
3.
Inang paratenik : tikus dan
ular.
SIKLUS HIDUP
Dalam perkembangannya, cacing A. suum melalui dua fase perkembangan
yakni fase eksternal (diluar tubuh ternak) dan fase internal ( di dalam tubuh
ternak)
Fase eksternal : dimulai sejak telur cacing Ascaris dikeluarkan bersama
dengan faeses dari dalam tubuh ternak penderita saat defikasi. Di alam luar,
pada kondisi lingkungan yang menunjang, telur akan berkembang sehingga didalam
telur terbentuk larva stadium I. Bila kondisi tetap menunjang, larva stadium I
akan menyilih menjadi larva stadium II yang bersifat infeksius (telur infektif)
dan siap menulari ternak babi apabila telur tertelan.
Fase
internal dimulai saat telur yang infektif
tertelan oleh hospes definitif. Didalam usus halus, telur infektif tersebut
dicerna oleh enzim pencernaan dan terbebaslah larva stadium II. Larva II akan menembus dinding usus
halus menuju hati atau larva akan mengikuti peredaran darah vena porta menuju
ke hati. Selanjutnya larva II tersebut menembus kapsul hati dan masuk melalui
sel-sel parenkem hati untuk selanjutnya ikut peredaran darah dari hati menuju
ke jantung, paru-paru, dan bahkan dapat menyebar seluruh organ tubuh. Jika babi
bunting dapat terjadi infeksi prenatal. Juga larva dapat mencapai kelenjar
susu, didalam kelenjar susu, larva cacing akan bersifat dorman (tidak berkembang
lebih lanjut atau mengalami fase istirahat ) dan baru akan berkembang didalam
tubuh keturunannya (anak) bila mana sudah lahir dan penularannya melalui air
susu.
Didalam paru-paru larva stadium II berkembang menjadi
larva III, kemudian keluar dari kapiler alveoli paru-paru menuju bronchioli,
bronchi dan selanjutnya ke trachea, pharing (iritasi terjadi proses batuk)
akhirnya larva III tertelan dan sampailah kembali ke dalam usus halus. Di dalam
usus halus larva III menyilih menjadi larva IV dan menyilih untuk menjadi larva
V (dewasa).
Cacing betina
dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak 200.000 butir per hari, dan
diduga bahwa seekor cacing A. suum betina dewasa selama hidupnya dapat
menghasilkan telur sebanyak 27 milyard butir. Telur berukuran 50-80 X 40-60
mikron, berdinding tebal, berwarna kuning kecoklatan serta pada bagian luarnya
dilapisi oleh lapisan albumin yang tidak rata sehingga membentuk
tonjolan yang bergerigi (ciri khas dari genus Ascaris ).
Patogenesis
Patogenesis dari ascariasis tergantung dari
tingkat infeksi, dan umumnya hewan muda lebih peka dibanding hewan dewasa.
Lesi-lesi pada usus akibat adanya migrasi pada stadium larva dan terjadi
enteritis haemorhagika, berlanjut menjadi anemi. Pada hati larva stadium 2
dapat menyebabkan perdarahan pada hati yang terjadi disekeliling vena intra
lobuler dari hati dan berlanjut menimbulkan cirosis hepatis dan kadang kadang
dapat menyumbat saluran empedu. Larva stadium 2 yang bermigrasi ke dalam hati
dan usaha penyerapan oleh jaringan hati terhadap larva yang mati akan
meninggalkan jejas berwarna putih dibawah kapsul hati. Di paru-paru larva stadium 2 menyebabkan
fibrosis, bronchitis dan pnemonia, sehingga terjadi batuk dan sesak nafas.
Migrasi larva cacing juga dapat menyebabkan perforasi usus halus sehingga
cacing dapat merusak peritonium yang mengakibatkan terjadinya peritonitis dan
menimbulkan kematian pada penderita . terjadinya larva migran dapat merangsang
pembentukan antibodi yang dapat dideteksi di dalam colostrum dan serum. Adanya
antibodi ini dapat mencegah agar jumlah cacing dewasa tidak berlebihan.
Sedangkan cacing dewasa
didalam usus dalam jumlah banyak sering menyebabkan penyumbatan pada usus
sehingga terjadi kolik dan iritasi pada usus sehingga sering timbul gejala
diare. Adanya cacing dewasa di usus halus akibatnya gangguan pencernaan ,
karena cacing ini berpengaruh terhadap proses penyerapan zat-zat makanan dalam
saluran pencernaan. Parah tidaknya gangguan yang ditimbulkan tergantung banyak
tidaknya cacing yang terdapat di dalam usus dan daya tahan tubuh dari hewan
terinfeksi. Kondisi ini juga mendorong masuknya kuman patogen kedalam jaringan
sebagai hasil infeksi sekunder.
Gejala Klinis.
Gejala klinis yang muncul tergantung dari beberapa
faktor :
1.
jumlah telur infektif yang
menginfeksi.
2.
Durasi/lamanya infeksi.
3.
Kerusakan /gangguan yang
ditimbulkan larva/cacing pada organ tertentu.
4.
Respon imun dari host.
Gejala klinis yang timbul dapat berupa kekurusan, anemi, diarhe,
pertumbuhan terhambat, ikterus, kolik, dehidrasi dan nafsu makan menurun. Larva
stadium 2 didalam paru-paru menimbulkan fibrosis, bronchitis dan pneumonia yang
dapat menimbulkan gejala batuk dan dispnu. Anemia terjadi disebabkan adanya
enteritis yang menyebabkan terjadinya
diarhe sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi kurang efesien. Luka-luka
pada hati dan pembuluh alveoli dan bronchioli serta kompitisi zat-zat makanan
dengan cacing Ascaris sp. dapat
memperbesar dampak yang timbul. Pada
anak anjing sering timbul gejala klinis muntah dimana muntahannya
kadang-kadang berisi cacing. Cacing
dalam usus dan lambung menggelitik organ ini dan menolak semua makanan yang
tertelan
Visceral larva migran adalah larva Toxocara canis (Telur infektif =L2) tertelan oleh
manusia maka dalam usus menetas, menembus dinding usus terus ke hati, paru dan
alat tubuh lain dan tidak menjadi dewasa didalam usus. Infeksi ini dapat
menyebabkan terjadi demam, batuk yang terus menerus, anemia, eosinophilia,
pembesaran hati karena adanya larva pada
paru dan hati.
Larva migran Oculer (LMO) dapat menyebabkan adanya infeksi pada oculer mata dan retina
manusia.
Pada pedet gejala yang nampak meliputi diare, kurus , kelemahan, lesu
kekurangan energi , pertumbuhan terhambat, kulit menjadi kering dan bulu
menjadi kusam dan kasar. Gejala ikterus juga dapat muncul, anemia dan busung
air dibawah rahang (bottle jaw) atau sepanjang dibawah perut.
Perubahan Anatomis
Pada hati terlihat adanya fibrosis, bercak-bercak putih yang sering
disebut Milk Spots (terutama babi) . Pada paru-paru terjadi bronchitis,
pnemonia dan perdarahan petichia. Pada usus halus terjadi peradangan pada usus
dan dindingnya menebal.
Diagnosa
Ascariasis dapat didiagnosa dari gejala klinis yang tampak akibat
infeksi oleh cacing muda dan dewasa. Untuk memastikan diagnosa dilakukan pemeriksaan feses untuk menemukan telur
cacing ini dalam tinja penderita. Pada post mortem dilakukan pemeriksaan isi
usus halus untuk menemukan cacing ascaris sp. dan adanya perubahan patologis
pada organ-organ predeleksi. Uji hipersensitifitas juga dapat dilakukan untuk
mengetahui adanya infeksi T. vitolorum dengan menggunakan ekstrak
larval dan “” excretory-secretory (ES)” antigen yang diinjeksikan intradermal
pada daerah leher. Adanya reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen menunjukkan sapi terinfeksi.
Pengobatan
1.
piperazine (dosis tunggal)
-
anjing dan kucing 110 mg/kg bb
-
kuda 220-275 mg/kg bb
-
sapi dan babi 275 mg/kg bb
-
kambing dan domba 400-800 mg/kg
bb
2.
Levamisole : 8 mg/kg bb
3.
Pyrantel pamoat : 5 mg/kg bb
Pencegahan :
-
sanitasi
kandang, pisahkan hewan muda dengan hewan tua dari sumber infeksi. Bersihkan kandang dengan desinfektif, feses harus segera dibersihkan
sehingga telur tidak berkembang /mencemari kandang.
-
dilakukan
pengobatan secara teratur yaitu 1 bulan sekali. Bi la membeli anak babi/anjing
dilakukan pengobatan 2 kali dengan jarak 1 minggu.
-
Memberikan makanan yang bergizi
baik
-
Pada induk bunting dilakukan
mengobatan (terutama babi/anjing) untuk menghindari infeksi secara prenatal dan
laktogenik . dilakukan pengobatan 3 minggu sebelum melahirkan.
Daya Tahan Tubuh ternak Terhadap Infeksi Parasit
Kegagalan pertumbuhan dan
perkembangan cacing didalam tubuh ternak terinfeksi, kesulitan migrasi,
keluarnya larva bersama feses, gangguan bentuk anatomi cacing, penurunan
intensitas infeksi dan penurunan produksi telur cacing merupakan tanda dari
timbulnya resistensi tubuh terhadap parasit.
Daya
tahan tubuh terhadap parasit cacing dibedakan menjadi dua yakni daya tahan
aktif dan pasif. Daya tahan aktif bersifat
humoral dan seluler. Daya tahan humoral diperoleh karena adanya kontak
dengan antigen (parasit atau produk parasit yang bersifat imunogenis),
sedangkan daya tahan seluler diperoleh karena kemampuan sel-sel tubuh tertentu
untuk menghalangi, memakan serta kemampuan merusak antigen, misalnya sel
limpoid yang meningkatkan kepekaan larva cacing. Daya tahan pasif merupakan
daya tahan tubuh diperoleh misalnya dari air susu induk yang kebal. Dinyatakan
makin meningkat umur ternak, makin meningkat pula daya tahan tubuh terhadap
parasit cacing, hal ini disebabkan karena makin banyak terbentuk sel-sel goblet
yang menghasilkan cairan mukus yang mengandung fraksi globolin yang menghambat
invasi larva cacing serta membunuhnya.
Thanks for your information. Please accept my comments to still connect with your blog. And we can exchange backlinks if you need.
ReplyDeleteWhat Is Anemia?
What Is Aortic Aneurysm?
What Is Angina Pectoris?
What Is Arrhythmias?
What Is Ascariasis?